Sukses

Wiranto: Saya Mundur dari Hanura karena Tugas Ketua Wantimpres Sangat Kompleks

Wiranto menyatakan mundur dari Ketua Pembina Partai Hanura karena mengaku ingin fokus pada posisisnya sekarang sebagai Ketua Wantimpres.

Liputan6.com, Jakarta - Wiranto menyatakan mundur dari posisinya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Ia pun menjelaskan alasan mundur dari parpol yang didirikannya itu.

Berikut penjelasan lengkap yang disampaikan Wiranto dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu 18 Desember 2019:

Saya di sini bukan sebagai Ketua Wantimpres tapi sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura yang masih melekat di diri saya. Mengapa demikian? Karena sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, saya masih sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura dan itu secara UU disahkan sehingga saya berhak berbicara.

Banyak kemudian pihak yang mengatakan bahwa Pak Wiranto harus segera mundur dari Ketua Dewan Pembina Partai karena sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Banyak yang bicara begitu terutama dari teman-teman Partai Hanura sendiri.

Kadang-kadang cobalah baca secara jeli Undang-Undang yang mengatur mengenai Wantimpres, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, sudah jelas di sana bahwa anggota Wantimpres atau Ketua tentunya tidak boleh merangkap jabatan termasuk rangkap jabatan sebagai Ketua Partai Politik.

Dalam Pasal penjelasan UU itu dikatakan bahwa yang disebut dengan Pimpinan Partai Politik adalah Ketua Umum atau sebutan lain dari Ketua Umum atau pengurus harian. Nah, sehingga sebagai Ketua Dewan Pembina sebenarnya tidak tersentuh oleh larangan rangkap jabatan.

Tidak usah dikejar-kejar, tidak usah disuruh-suruh, saya pasti akan mundur nanti dari posisi sebagai Ketua Dewan Pembina Partai. Tapi bukan karena didesak, diakal-akalin, direkayasa, bukan. Tentu atas kesadaran saya sendiri dengan tanggung jawab saya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Itu posisi saya. Jadi saya ke sini pakai seragam Hanura berarti saya sebagai bagian dari Keluarga Besar Partai Hanura.

Sebenarnya selama ini saya tidak terlalu banyak bicara tentang Partai Hanura, sejak saya menjadi Menko Polhukam saya juga mengurangi bicara tentang Partai Hanura karena setiap saya bicara kemudian disambut dengan satu sikap-sikap berkonflik, sikap permusuhan, ini sangat saya sayangkan.

Oleh karena itu, saya bicara saat ini bukan untuk berkonflik. Saya tidak pernah berkonflik dengan struktur Partai karena saya Ketua Dewan Pembina, saya pendiri Partai, saya punya gagasan tentang Partai Hanura dari awal, saya berjuang untuk partai 10 tahun sehingga partai ini eksis dalam kancah politik nasional, artinya punya perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat pusat.

Sehingga tidak pantas saya berkonflik dengan struktur partai, saya ketua dewan pembina, pendiri partai, yang melahirkan partai. Nah ini saya garis bawahi dulu. Saya dalam hal ini, hari ini tidak ingin berkonflik dengan siapa pun, tapi untuk apa saya berbicara? Untuk meluruskan berita-berita miring tentang Hanura, maka disebut di sini kita menyelamatkan Partai.

Saya pribadi, Pak Subagyo, Pak Chairuddin, mungkin secara pribadi perjuangan itu di mana saja bisa, tetapi banyak anggota partai, simpatisan partai yang mengharapkan tetap hidup dalam perjuangan Partai Hanura dan saya sangat berterima kasih kepada teman-teman yang masih setia kepada Partai Hanura sehingga saya perlu bicara agar partai ini selamat, agar ide gagasan mendirikan partai ini lestari, partai ini tetap berjuang dalam koridor perjuangan, memberikan kontribusi kepada perpolitikan nasional.

Kita baru saja menyaksikan ada Munas Partai Hanura di Hotel Sultan. Lazimnya Munas itu pembukaan ngundang Presiden, kemudian Ketua Dewan Pembina diundang, yang mendirikan partai, yang membesarkan partai, yang menyerahkan partai untuk dikelola, Munas kok nggak diundang. Ini kan aneh.

Saya tidak sakit hati, cuma merasa ini aneh, ada apa ini. Saya tanya katanya ini berdasarkan AD/ART tatkala ada Munas di Solo tahun 2015 yang lalu. Di sana memang dalam struktur organisasj AD/ART itu tidak ada Dewan Pembina sehingga saya katanya nggak perlu diundang.

Tapi ingat hasil Munas itu, di Solo, ketua umumnya saya. Ketua umumnya bukan Pak Oso, tapi saya, jadi ini bagaimana? Tapi kembali lagi, saya tidak ingin berkonflik, tidak ingin mempermasalahkan. Silahkanlah! Nggak diundang juga ngga apa-apa, silakan! Tapi ya agak aneh dan keluar dari kelaziman satu partai politik.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengandalkan Hati Nurani

Dalam rangka meluruskan berita miring tentang partai ini, komentar-komentar tokoh-tokoh partai sendiri yang saya liat tidak proporsional, saya ingin meluruskan saja. Sejarah partai saya dirikan tahun 2006 dari pemikiran yang waktu itu saya anggap cukup sehat karena saya ingin ada satu partai yang basis kejuangannya itu hati nurani.

Karena hati nurani itu kan pemberian Tuhan sehingga saya harapkan dengan berbasiskan hati nurani yang selalu bicara tentang kebenaran, hati nurani yang tidak pernah berbohong dan tidak pernah bisa dibohongi, maka kader-kader Partai Hanura pada titik untuk menjadi pemimpin nanti tidak pernah bohong kepada rakyat, tidak pernah korupsi, tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan, menjadi pemimpin tauladan karena selalu berkiblat kepada hati nurani yang vertikal kepada Allah SWT, itu cita-cita saya.

Alhamdulillah hingga dua kali pemilu sampai 2014 lolos, berarti partai ini mendapatkan atensi dari masyarakat. Partai ini saya juluki partai organik karena kita tidak menganggarkan uang tapi mengandalkan hati nurani, lolos kita dua kali. Tentu ini merupakan syukur saya kepada Tuhan bahwa partai ini dengan kesederhanaannya bisa meloloskan diri dalam persaingan yang sangat ketat dalam pemilu 2 kali, 2009 dan 2014.

Namun di 2016, saya sebagai Ketua Umum mendapatkan tugas dari Presiden sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Di sini muncul kesadaran saya bagaimana mungkin saya sebagai Menko Polhukam tapi merangkap satu partai politik, sedangkan Menko Polhukam tugasnya adalah bagaimana melakukan berbagai upaya untuk stabilitas politik, untuk penegakan hukum dan stabilitas keamanan, stabilitas politik, maka tugas saya adalah berkecimpung dalam politik nasional.

Di benak saya, tidak adil, tidak mungkin, tidak pantas kalau saya merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai Hanura, partai politik. Maka kemudian kita mengadakan satu acara namanya Munaslub, musyawarah nasional luar biasa, di Bambu Apus. Di sana kita mengundang Saudara Oso untuk menjadi salah satu calon yang mengganti saya dan saya merekayasa sehingga saya membuat aklamasi.

Maka Ketua Umum terpilih adalah Saudara Oso, dengan catatan, catatan ini yang saya sampaikan, saya akan bicara dari hati ke hati bukan merekayasa, bukan bohong dan saksinya ada Pak Jenderal Subagyo dan Jenderal Chairuddin, bahwa Beliau akan menggantikan saya, semua kekuasaan di Ketua Umum dibawa ke Ketua Dewan Pembina, saya diangkat menjadi Ketua Dewan Pembina. Jadi semua kekuasaan, kewenangan yang ada di Ketua Umum yang bersifat strategis diangkat ke Dewan Pembina, ya setuju.

Beliau hanya akan menjabat sebagai ketua umum janjinya saat itu sampai tahun 2019, juga ingin tunduk kepada AD/ART, akan menjaga soliditas partai, akan menambah jumlah suara di DPR ada pemilu yang akan datang, akan memasukkan teman-teman di DPD untuk menjadi caleg Partai Hanura paling tidak 36 orang malah kemudian ditambah menjadi 50 orang, dan sebagainya.

Kalau sampai itu tidak ditaati maka Saudara Oso sebagai Ketua Umum secara tulus dan ikhlas, tanpa paksaan akan mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Kemudian komitmen itu dituangkan dalam yang namanya Fakta Integritas, jadi bukan ngarang. Dasarnya komitmen secara formal yang kemudian dikukuhkan dalam Fakta Integritas yang Beliau tanda tangan, dua saksi juga tanda tangan Pak Subagyo AS dan Bapak Chairuddin Ismail.

Pada saat saya menyerahkan jabatan Ketua Umum dari saya kepada Saudara Oso timbul isu 'Pak Wiranto jual partai', 'Pak Wiranto dapat 200 miliar'. Saya katakan di sini, demi Allah tidak sepeser pun saya terima duit dari Saudara Oso, bahkan saya larang pada saat Munaslub kita minta uang dari Pak Oso.

Kemudian saya mundur sebagai Ketua Umum dan duduk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, lalu AD/ART yang saya dihormati diubah sehingga kekuasaan saya sebagai Ketua Dewan Pembina tidak sekuat pada saat Munaslub itu, kewenangan saya sudah berbagi dengan kembali kewenangan Ketua Umum dan ternyata Partai Hanura timbul konflik, konflik itu dituduhkan rekayasa saya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.

Saya datang dengan Pak Subagyo kepada yang berkonflik, saya ingin mendamaikan "damai sajalah, memalukan, jangan sampai kita konflik. Berjuang tanpa kebersamaan tidak mungkin, berjuang sambil kita berkonflik dan tidak rukun tidak mungkin menang. Saya dengan Pak Subagyo tulus ikhlas untuk menyatukan, tapi tidak berhasil.

3 dari 3 halaman

Mundur dari Hanura

Bukan saya merekayasa tapi saya juga tidak bisa untuk kemudian berlaku tidak adil. Dalam organisasi, dalam partai, ketidakcocokan dengan ketua umum itu boleh, perbedaan pendapat boleh, tapi secara demokratis. Sehingga tidak mungkin saya berpihak kepada yang berkonflik, silakan, tapi selesaikan dengan hukum. Kembali saya katakan, saya tidak campur tangan dalam konflik dan berkali-kali saya katakan saya jangan dimasukkan ke dalam yang sedang berkonflik.

Tapi alhasil di publik, dirilis, saya berseteru dengan Pak Oso, saya katakan tidak pernah, tidak pernah ada ketua umum berkonflik dengan Ketua Dewan Pembina, rusak itu partai nanti. Tapi didramatisasi, diskenariokan seperti itu, ini saya sangat menyesal dan saya tidak banyak bicara saat itu karena saya harus berkonsentrasi terhadap tugas saya sebagai Menko Polhukam yang menghadapi berbagai masalah nasional, lebih saya pentingkan menyelesaikan masalah nasional ketimbang saya selesaikan masalah internal partai.

Tidak berhasil menyatukan, dalam keadaan yang tidak kompak, partai ini ikut pemilu. Hasilnya memang sangat mengecewakan dan Saudara-saudara sendiri tahu bagaimana sedihnya saya tatkala dituduh yang membuat kalah itu adalah ketua dewan pembina, Saudara Wiranto. Anda bisa berpikir jernih bagaimana mungkin seorang yang mendirikan partai, membesarkan partai hingga lolos dua kali pemilu sampai hati menghancurkan partainya sendiri, tidak ada, tidak pernah ada perasaan ingin menghancurkan partai tapi dituduh seperti itu.

Maka terpaksa saya menjawab dengan cara politis, saya tidak merasa ingin menghacurkan partai. Jadi itulah sekelumit dari sejarah bagaimana Partai Hanura, terus berkembang kemelut dan sebagainya, tuduh menuduh. Saya bahkan dituduh menggunakan dana partai.

Ini agak lucu, tatkala saya 10 tahun partai dari nol, belum punya anggota DPR, DPRD, saya membiayai partai pribadi selama mengikuti dua kali pemilu itu ada catatannya maka dituduhkan pula bahwa mantan Ketum menggunakan dana partai. Orang-orang yang ngomong itu dulu yang saya pecat kemudian diaktifkan kembali dan bicara menjelek-jelekan ketua umumnya, itu pun saya tidak bicara, saya diamkan saja.

Sehingga konflik berkepanjangan, kemudian terjadilah dua kubu sampai sekarang. Oleh karena itu saya ingin menjelaskan apa adanya tatkala sudah ada Munas dan mengukuhkan Oso sebagai ketua umum kembali dalam satu persoalan yang belum selesai.

Karena setelah partai ini tidak berhasil lolos di DPR pusat, tidak bisa menambah suaranya dan partai ini juga tidak solid lagi, dan ternyata juga anggota DPD yang dijanjikan menjadi caleg yang jumlahnya 36 ternyata tidak sebanyak itu, maka tentunya sesuai Fakta Integritas menanyakan kepada Saudara Oso.

Kita ingatkan supaya anggota partai kita paham bahwa ini ada Fakta Integritas, kita tidak bisa diam saja, ini tanggung jawab moral kita partai, tanggung jawab kita kepada publik maka kita bikin surat itu dan tatkala tidak digubris kami sekarang ini melakukan satu preskon untuk menyampaikan duduk masalahnya supaya jangan diputar-putar nanti.

Karena kami-kami ini, termasuk saya sebagai pendiri partai dituduh sebagai pengkhianat, saya mengkhianati siapa? Ini partai kan ide saya, gagasan saya, saya perjuangkan untuk mendapatkan posisi terhormat kok tiba-tiba dituduh sebagai pengkhianat partai, di mana letaknya?

Saat ini saya menyatakan mundur dari Ketua Pembina Partai Hanura. Mengapa? Kesadaran saya. Saya selalu berorientasi pada tugas pokok saya. Saat ini saya ditunjuk oleh presiden sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Tugasnya sangat kompleks, tidak ringan, tidak mungkin saya nyambi dengan tugas-tugas lain.

Maka saya dengan ini menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Ketua Dewan Pembina Partai. Jangan diputar-putar Wiranto dipecat, mengkhianati partai terpaksa dipecat, jangan. Urusan bagaimana selanjutnya semuanya ada aturan mainnya. Inilah yang saya sampaikan untuk menjernihkan masalah ini. Mudah-mudahan partai partai hanura menjadi tenang, dingin, untuk berjuang di masa mendatang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.