Sukses

Waspada Bencana di Musim Pancaroba

BNPB mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi bahaya akibat pergantian musim dari kemarau ke penghujan atau pancaroba.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi bahaya akibat pergantian musim dari kemarau ke penghujan atau pancaroba.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengatakan, beberapa wilayah mengalami fenomena hidrometeorologi hingga berujung bencana. Bahaya yang perlu diwaspadai, kata Agus yaitu banjir, tanah longsor dan puting beliung setiap kali memasuki musim penghujan.

"Bencana ini termasuk bencana mematikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir," ujar Agus beberapa waktu lalu.

Pada akhir bulan Oktober, kata dia, beberapa daerah sudah memasuki penghujan. Sementara beberapa daerah mengalami musim pancaroba sedangkan beberapa daerah lain masih dalam kondisi musim kemarau.

Prakiraan BMKG, 20 persen wilayah pada bulan Oktober 2019 sudah memasuki musim penghujan, 47 persen wilayah pada bulan November 2019 mulai musim hujan, dan 23 persen wilayah akan memasuki musim penghujan pada bulan Desember 2019.

BMKG telah mengidentifikasi prakiraan curah hujan selama November 2019. Beberapa wilayah dengan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dapat terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan sebagian Sumatera Barat dan sebagian wilayah Papua.

Untuk wilayah sebagian Sumatera lainnya, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku terpantau curah hujan dengan kategori rendah hingga menengah selama November.

Sebagian wilayah sudah mengalami musim hujan bahkan terjadi bencana banjir dan tanah longsor seperti di Aceh, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat.

Sedangkan beberapa wilayah yang mengalami pancaroba terjadi bencana puting beliung di beberapa wilayah, antara lain di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pusat Pengendali Operasi BNPB juga mencatat beberapa kejadian tersebut di Jawa Barat, Aceh dan Kalimantan. Perubahan musim dapat ditandai dengan fenomena angin puting beliung yang bersifat merusak.

Sementara beberapa daerah masih mengalami puncak musim kemarau sehingga kondisi lahan sangat kering dan mudah kebakaran. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terjadi di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Beberapa gunung di Pulau Jawa dan NTB juga mengalami kebakaran.

Ciri-Ciri Pancaroba

Kepala Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan, Sukasno menjelaskan, masuknya pancaroba ditandai dengan beberapa perubahan diantaranya hujan yang turun tiba-tiba secara sporadis.

Ciri-ciri lainnya, dari gejala musim pancaroba antara lain, turunnya hujan intensitas sedang sampai lebat dalam durasi singkat yang bersifat sporadis (tidak merata), serta disertai banyaknya petir dan terjadi angin kencang.

"Perlu diwaspadai karena di wilayah kita sedang masuk musim pancaroba, imbauannya untuk masyarakat yakni sedia payung sebelum turun hujan, karena hujannya datangnya tiba-tiba," terang Sukasno.

Selain waspada terhadap turunnya hujan secara sporadis, masyarakat juga harus berhati- hati terhadap petir dan angin kencang.

“Mesti diwaspadai juga petir dan angin kencang pada panca robaseperti saat ini,” kata dia. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Antisipasi Bencana

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo Aguspun mengimbau warga untuk membersihkan saluran air menjelang pancaroba sekitar awal hingga pertengahan November 2019.

"Jadi yang pertama kita perlu bersihkan saluran-saluran (air), baik di perumahan, di kompleks atau sungai-sungai," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo usai konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Kamis, 31 November 2019.

Pembersihan saluran air itu, katanya, bisa dilakukan oleh warga atau pemerintah daerah setempat untuk mengantisipasi kemungkinan banjir saat musim hujan.

Ia juga mengimbau warga menebang pohon yang berdaun rindang agar tidak roboh ketika terkena angin kencang atau bencana lain yang berkaitan dengan pancaroba.

"Jadi pohon ambruk itu karena memang terlalu berat, daunnya dan rantingnya terlalu banyak," katanya.

Penebangan perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan munculnya korban jiwa karena tertimpa pohon yang roboh akibat angin kencang atau hujan lebat.

Bagi warga yang berada di daerah yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla), BNPB mengimbau warga untuk membuat permanen sekat kanal.

"Sekat kanal itu mulai diaktifkan supaya kalau hujan airnya cepat naik, terus bisa memadamkan kalau masih ada (kebakaran). Nanti itu bisa jadi tampungan air yang dapat dimanfaatkan jika nanti kemarau lagi," katanya.

"Jadi besok sekat kanalnya dibikin permanen sekatnya, supaya airnya tetap tertampung terus, sehingga kondisinya basah," katanya.

Untuk jangka panjang, warga diimbau banyak menanam pohon sehingga dapat turut memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak akibat penebangan pohon.

"Sekarang itu rusak lingkungan karena pohonnya banyak ditebang sehingga longsor, banjir, dan sebagainya," katanya.

3 dari 3 halaman

Rentetan Bencana dan Penyakit

Berbagai rentetan bencana pancaroba sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Bencana itu seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung.

BNPB mencatat selama Oktober 2019 sebagai berikut: 57 kali puting beliung menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka, 462 mengungsi, 7.425 unit rumah rusak. Dari jumlah rumah rusak tersebut, sebanyak 200 rusak berat (RB), 898 rusak sedang (RS) dan 6.327 rusak ringan (RR). Sedangkan kerusakan pada fasilitas umum, sebanyak 37 fasilitas rusak yang mencakup 15 fasilitas pendidikan, 20 peribadatan dan 2 kesehatan.

Sejumlah kejadian puting beliung ini terjadi di Jawa Tengah 21 kali, Jawa Barat 14 kali, Aceh, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan 4 kali, Sumatera Utara 3 kali, Sumatera Barat masing-masing 2 kali, Banten, Yogyakarta, Kalimantan Barat dan Riau masing-masing 1 kali.

Pada kejadian tanah longsor, bencana terjadi 8 kali dan mengakibatkan 2 orang meninggal dunia, 73 mengungsi, serta kerusakan pada 21 unit rumah, 3 fasilitas yang terdiri dari fasilitas pendidikan dan peribadatan.

Tanah longsor terjadi di Jawa Barat 6 kali, Jawa Timur dan Sumatera Utara 1 kali. Sedangkan banjir, BNPB mencatat terjadi 7 kali banjir yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 285 mengungsi, 237 unit rumah terendam. Banjir terjadi di Aceh 5 kali, Sumatera Barat dan Sumatera Utara 1 kali.

Sementara, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengimbau kepada seluruh masyarakat agar mewaspadai potensi-potensi yang dapat menimbulkan dampak negatif dari datangnya musim pancaroba ini.

Salah satunya adalah datangnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Kemudian, kebakaran akibat konsleting listrik, kebocoran atap rumah, hingga datangnya penyakit DBD.

"Mendekati musim hujan saya berharap seluruh warga itu mengecek semua instalasi listrik-listrik itu, ngecek talang-talang (atap) semua supaya tidak bocor, ngecek kaleng-kaleng itu, biasanya nyamuk-nyamuk datang ketika musim hujan," kata Risma, Kamis (24/10/2019).

Selain itu, Risma juga menyampaikan kepada masyarakat agar mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan ketika berkendara di saat turun hujan. Oleh karena itu, ia meminta kepada masyarakat Surabaya agar membawa jas hujan setiap saat.

"Karena itu kita harus tahu benar bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik. Tidak usah malu sekarang ini pakai jas hujan, jangan sampai kemudian waktu kita terbuang untuk ngiyup (berteduh), untuk berhenti. Tapi kalau hujan itu deras dan menghalangi pandangan, baru tidak apa-apa (berteduh)," ujar dia.

Selain demam berdarah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur mengingatkan potensi terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) saat terjadinya peralihan musim dari kemarau ke hujan seperti saat ini.

Kepala Dinkes Kabupaten Sidoarjo, Syaf Satriawarman mengatakan, jika ada kecenderungan terjadi penyakit ISPA saat peralihan musim.

"Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk menghindari aktivitas berlebihan di luar ruangan," ujar dia, mengutip laman Antara, Selasa (29/10/2019).

Ia menuturkan, kalaupun terpaksa harus melakukan aktivitas di luar ruangan, sebaiknya menggunakan alat pelindung diri, seperti masker dan juga penutup kepala.

"Selain itu, masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan juga bisa menggunakan krim pelindung matahari, yang kini banyak dijual di pasaran," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.