Sukses

Penyidik KPK Ajukan 19 Pertanyaan ke Panitera PN Bengkulu

Zailani juga mengaku tidak mengetahui, kalau patner kerjanya itu menjadi perantara suap dan menerima 'upah' Rp 10 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, menjadi tersangka kasus dugaan suap pengamanan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daera (RSUD) Dr Muhammad Yunus.

Guna mendalami kasus tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun memeriksa kolega Badaruddin sesama paniter‎a di PN Bengkulu, Zailani Syihab.

Kelar diperiksa KPK, Zailani mengaku tak tahu-menahu soal suap-menyuap ini. Dia mengaku baru mengetahui belakangan ini.

"Saya ditanya mengenai peristiwa itu, masalah suap-menyuap itu. Tetapi saya tidak tahu peristiwa itu, saya tahu setelah peristiwa itu terjadi. Waktu sebelum terjadi, saya tidak tahu‎," ujar Zailani di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/6/2016).

Zailani juga mengaku tidak mengetahui, kalau patner kerjanya itu menjadi perantara suap dan menerima 'upah' Rp 10 juta. Dia ngotot mengetahui permasalahan ini, setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terjadi.

"Tidak tahu saya. Tidak, tidak. Saya baru tahu peristiwa itu setelah OTT, sebelumnya saya tidak tahu," tegas dia.

Zailani yang dicecar 19 pertanyaan oleh penyidik KPK itu, juga mengaku tak tahu menahu jika hakim tipikor PN Bengkulu Janner Purba dan hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton memberi 'tarif' vonis bebas Rp ‎1 miliar, kepada dua terdakwa perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus, Syafri Syafii dan Edi Santroni.

"Saya tidak tahu, saya tahu cerita (tarif bebas Rp 1 miliar) ini di sini (KPK)," kata dia.

 

KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap 'pengamanan' sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016.

Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.

Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.

Janner, Toton, dan Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi‎. Uang itu diduga bagian dari Rp 1 miliar yang dijanjikan Syafri dan Edi kepada Janner, Toton, dan Badaruddin. Diduga uang sebanyak itu sebagai 'pelicin', agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.

Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Syafri dan Edi selaku penyuap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini