Sukses

Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto

Wacana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto masih menuai pro-kontra Legislator yang duduk di Parlemen Senayan.

Liputan6.com, Jakarta - Muncul wacana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto. Namun, wacana tersebut masih menuai pro-kontra Legislator yang duduk di Parlemen Senayan.

Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai, saat ini masih terdapat TAP MPR Nomor 11 tahun 1998. Merujuk pada pasal 47, disebutkan adanya ketentuan pengadilan terhadap sosok orde baru tersebut.

"Masih adanya TAP MPR‎ nomor 11 tahun 98, yang disitu secara jelas dan tegas disebutkan dalam Pasal 47 pengadilan terhadap mantan Presiden Soeharto," kata Masinton Pasaribu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Anggota Komisi III DPR ini menambahkan, TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 tersebut lahir dri suasana kebatinan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), yang selama lebih dari 30 tahun dipraktekkan oleh rezim Orde Baru.

"Nah masa orang bermasalah diberikan gelar pahlawan. Kemudian dalam UU Nomor 20 tahun 2009 juga diatur azas-azas itu," ujar dia.

 

Oleh karena itu, mantan aktivis 98 tersebut menilai dari aspek TAP MPR Nomor 11 dan UU Nomor 20 Tahun 2009, Soeharto dianggap tidak memenuhi syarat pemberian gelar pahlawan nasional.

"Tidak memenuhi syarat itu pemberian gelar terhadap Soeharto," ucap Masinton.

‎Sementara, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Yandri Susanto mengatakan pihaknya belum bisa memutuskan untuk mendukung atau tidak usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Soeharto. Partainya saat ini masih akan menunggu masukan dari masyarakat agar tidak terjadi pro dan kontra terkait keputusan tersebut.

"Fraksi PAN akan menampung masukan-masukan dari masyarakat apakah Pak Harto layak atau tidak layak menjadi pahlawan nasional,"ujar Yandri.

Adapun sikap Fraksi PAN, kata Yandri, tidak keberatan terkait usulan Presiden Soeharto menjadi Pahlawan Nasional. Namun pihaknya juga tidak ingin terburu-buru memutuskan hal tersebut.

"PAN pada dasarnya tidak keberatan. Tapi nanti tidak sehat jika dipaksakan (usulan Gelar Pahlawan), karena masih ada pro kontra. Bagaimanapun kalau diterima, itu ada konsekuensinya. Kalau ditolak pun ada konsekuensinya. PAN tidak ingin terburu-buru," kata Yandri.

Anggota Komisi II DPR ini menambahkan, pihaknya tidak ingin terjadi kegaduhan dengan wacana diberikan gelar pahlawan kepada Soeharto.‎ Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa mengkaji lebih dalam wacana tersebut.

"Kita tidak mau semua yang ada di republik ini menyangkut perhatian rakyat banyak diputuskan secara tergesa-gesa. Kita akan cermati, terima masukan, kita kaji dan kita lihat positif negatifnya," jelas Yandri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sudah Gugur

Berbeda, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai TAP MPR nomor 11 tahun 1998 dianggap bisa mengganjal Presiden Soharto untuk diangkat sebagai pahlawan nasional sudah gugur karena sakit. Meskipun di pasal 4 peraturan tersebut mengamanatkan adanya peradilan terhadap pimpinan orde baru itu.

"Kalau pasal itu saya kira dengan sendirinya gugur. Karena dalam satu proses dimintai keterangan, Pak Harto sudah tidak sehat lagi. Dan beliau juga sudah tidak ada," kata Fadli Zon.

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, saat dibawa ke ranah hukum, Soeharto dianggap tidak terbukti melakukan kejahatan yang dituduhkan. "Tidak terbukti juga, persoalan hukum tidak terbukti," ujar dia.

Sebab itu, Fadli mengimbau bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Adapun gelar pahlawan, diberikan lantaran seseorang dilihat dari jasa-jasanya. "Tidak ada manusia sempurna. Termasuk pahlawan yang tiap tahun diberikan gelar. Pemberian (gelar) pahlawan terhadap jasa-jasanya," ucap Fadli.

Selain itu, Fadli juga menolak membandingkan pengangkatan gelar Soeharto dengan Presiden pertama RI Sukarno. Meski sang proklamator kala itu juga sempat terkendala adanya TAP MPR sebelum akhirnya dicabut oleh parlemen.

"TAP ada yang jangka panjang dan temporer. (Soeharto) kan sudah tidak ada apanya yang dilaksanakan TAP itu," Fadli Zon menandaskan.

Saat Munaslub Golkar, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical mengatakan Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada Soeharto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini