Sukses

BPK Laporkan 7 Indikasi Penyimpangan KPU ke DPR

Untuk menindaklanjuti temuan BPK, DPR akan segera mengangendakan rapat dengan Komisi II dan III.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan ikhtiar hasil  pemeriksaannya atas Pengelolaan Anggaran Pemilu terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Pimpinan DPR. Dasar hukum pemeriksaanya terdapat pada Pasal 8 ayat (4) huruf (e) Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Anggaran pemilu sangat besar selain pemeriksaan anggaran KPU secara rutin atau setiap tahun, juga dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dengan menilai risiko pengelolaan apakah sudah sesuai dengan ketentuan. Yang dinilai dalam pengelolaan anggaran di tahun 2013 dari anggaran Rp 2,8 triliun dan realisasi Rp 4,9 triliun," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6/2015).

"Serta tahun‎ 2014 dari anggaran Rp 6,6 triliun sedangkan realisasi sebesar Rp 9 triliun. Total anggaran yang digunakan untuk tahapan pemilu yang dilaksanakan KPU sebesar Rp 9,4 triliun dan realisasi sebesar Rp 13,9 triliun," sambung dia.

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPK, kata dia, untuk tahun 2013 dari nilai sebesar Rp 4,9 triliun tersebut sampel yang diperiksa lingkupnya 41,49 persen yakni Rp 2 triliun dari 4,9 tiliun pada tahun 2013. Pada tahun 2014 BPK mengambil sampel sebesar 46,13 persen dari total Rp 9,4 triliun.

"Jadi, total yang diperiksa sebesar Rp 6,2 triliun dari Rp 13 triliun atau dengan sampel pemeriksaan 44,50 persen. Dengan sampel sebesar itu kami memiliki keyakinan yang memadai untuk mengambil kesimpulan atas objek yang sudah kami periksa," papar Taufik.

Selain itu, satuan kerja yang diperiksa pihaknya sebesar 531 satuan kerja dengan sampel yang diperiksa sebesar 181 atau 34,09 persen merupakan sampel dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dari seluruh 33 provinsi.

Taufik mejelaskan, dari pemeriksaan tersebut ditemukan ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan dengan jumlah yang cukup 'material' untuk mengganti istilah signifikan. Total seluruh temuan terhadap ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan sebesar Rp 334.127.902.611.93 yang terdiri dari 7 jenis temuan ketidakpatuhan.

"Yakni, indikasi kerugian negara Rp 34.349.212.517,69, potensi kerugian negara Rp 2.251.876.257.00, kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367.89, pemborosan Rp 9.772.195.440.11, yang tidak diyakini kewajarannya Rp 93.058.747.083.40, lebih pungut pajak Rp 1.356.334.734, temuan administrasi Rp 185.984.604.211.62," jelas dia.

Dipertanyakan

Di sisi lain, Taufik melanjutkan, ada dua implikasi hasil Pemeriksaaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pelaksanaan Anggaran Pemilu pada KPU tahun 2013 dan 2014 tersebut. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak diganti. Kedua, pelaksanaan Pilkada serentak ditunda.

"Nanti tergantung audit. Apalagi, ada warning dari BPK untuk Pilkada serentak masalah Bawaslu, Kepolisian belum dianggarkan,” ungkap dia.

Untuk menindaklanjuti temuan BPK, DPR akan segera mengangendakan rapat dengan Komisi II dan III. ""Hari Senin akan ada rapat Komisi II DPR dengan KPU hari Selasa (23 Juni 2015) Komisi III dengan KPU, Kepolisain dan Rabu (24 Juni 2015) akan ada rapat gabungan dengan antara pimpinan DPR, pimpinan Komisi II dan III, KPU dan Kepolisian," urai Taufik.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut temuan BPK tersebut membuat integritas KPU sebagai penyelenggara dipertanyakan.

"Dari aspek integritas gimana, apakah KPU tetap sebagai penyelenggara Pilkada. Aspek integritas KPU patut dipertanyakan. Apalagi, kalau munculnya rekomendasi BPK bagaimana aspek integritas KPU. Kira-kira KPU penuhi syarat nggak jadi pelaksana Pilkada dengan adanya iktisar laporan BPK itu," jelas dia.

Kendati demikian, ia berharap, pelaksanaan Pilkada serentak tidak diundur karena ajang ini baru pertama kali digelar. "Pilkada serentak jangan jadi noktah merah karena ini pertama kali dilakukan," harap Taufik.

Evaluasi

Di tempat yang sama, Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman menuturkan, pihaknya akan melakukan evaluasi tentang pelaksanaan Pemilu. Untuk itu, pihaknya meminta BPK melakukan audit parlementery atas pelaksaan Pilkada 9 Desember 2015 mendatang.

"BPK akan melaksanakan itu," tutur Rambe.

Politisi Partai Golkar ini mengaku, hasil kunjungan kerja yang dilakukannya di Kalimantan Barat tepatnya di kabupaten Melawi dan Sintang membuktikan masih banyak daerah yang tidak siap menyelenggarrkan Pilkada serentak.

"Jadi, hanya dorongan, sudah siap, sudah siap saja. Khususnya ada ketentuan-ketentuan yang dipikirkan kembali atas pelaksaan itu," tandas Rambe. (Ali/Mar)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini