Sukses

No Debat! Hukum Tidur di Masjid Secara Fiqih, Boleh!

Jangan kaget, begini hukum Islamnya jika tidur di masjid. Bahkan, ada contoh ketika sahabat nabi tidur di masjid.

Liputan6.com, Jakarta - Tidur di masjid merupakan pengalaman spiritual yang unik dan mendalam bagi banyak orang. Masjid, sebagai tempat ibadah dalam agama Islam, memiliki atmosfer yang khusyuk dan tenang, yang membuatnya menjadi tempat yang ideal untuk beristirahat dan merenung.

Saat seseorang memutuskan untuk tidur di masjid, itu bukan hanya sekadar tidur biasa, melainkan juga merupakan bentuk pengabdian dan ketaatan kepada Allah SWT.

Ketika seseorang memilih untuk tidur di masjid, seringkali mereka memilih waktu malam ketika masjid sepi dan hening. Suasana malam di masjid memberikan kesempatan untuk merenung dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah.

Tidur di masjid juga dapat menjadi peluang untuk mendekatkan diri kepada alam rohaniah, menjauhkan diri dari hiruk-pikuk dunia, dan mendekatkan hati kepada Sang Pencipta.

Selain itu, tidur di masjid juga menciptakan rasa persaudaraan dan kebersamaan dengan sesama jamaah. Terdapat kehangatan dan keakraban di antara mereka yang memilih untuk beristirahat di tempat yang sama untuk tujuan yang sama.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tentang I'tikaf di Masjid

Hal ini menciptakan ikatan sosial yang erat di antara mereka dan memperkuat hubungan antar-umat Islam. Tidur di masjid bukan hanya sekedar aktifitas fisik, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual yang memperkaya jiwa dan meningkatkan keimanan.

Lalu bagaimana hukum secara fiqih mengenai tidur di masjid ini?

Tak bisa di debat, mengutip konsultasisyariah.com, pertama, orang yang sedang beri’tikaf boleh tidur di masjid dengan sepakat ulama.

Dalam fikih itikaf dinyatakan,

يباح للمعتكف أن ينام في المسجد باتفاق الفقهاء

Dibolehkan bagi orang yang itikaf untuk tidur di masjid dengan sepakat ulama (Fiqh al-I’tikaf, Dr. Khalid al-Musyaiqih, hlm. 88).

Orang yang melakukan itikaf, disyariatkan untuk menetap di masjid dan tidak boleh keluar masjid, kecuali jika ada hajat yang tidak memungkinkan dilakukan di masjid.

’Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itikaf sama sekali tidak masuk rumah, kecuali karena menunaikan hajat manusia. (HR. Muslim 297).

3 dari 4 halaman

Hukum Tidur Selain Itikaf

Kedua, hukum tidur bagi selain orang itikaf.

Mayoritas ulama berpendapat, boleh tidur di masjid bagi orang yang butuh untuk istirahat atau orang miskin yang tidak memiliki tempat tinggal.

Diantara dalilnya

1. Hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّهُ كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, beliau tidur di masjid Nabawi. (HR. Bukhari 440)

2. Kisah Ahlus Sufah,

Ahlus sufah adalah para sahabat yang datang dari luar madinah, dan mereka tidak memiliki tempat tinggal di Madinah. Oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuatkan atap di salah satu sudut masjid untuk tempat tinggal mereka. Jumlah mereka bisa mencapai 70 orang. Kadang kurang karena balik ke daerahnya, atau tambah. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, menceritakan,

لَقَدْ رَأَيْتُ سَبْعِينَ مِنْ أَصْحَابِ الصُّفَّةِ مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ عَلَيْهِ رِدَاءٌ

Aku bertemu dengan 70 ashabus sufah. Tidak ada seorangpun yang memakai kain penutup badan bagian atas. (HR. Bukhari 442)

3. Wanita hitam yang tinggal di masjid,

’Aisyah menceritakan bahwa ada seorang budak wanita hitam milik salah satu suku arab lalu mereka merdekakan. Ketika wanita ini mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia masuk islam. ’Aisyah menceritakan,

فَكَانَ لَهَا خِبَاءٌ فِي المَسْجِدِ – أَوْ حِفْشٌ

Wanita ini memiliki kemah kecil dari dedaunan dan bulu yang berada di dalam masjid. (HR. Bukhari 439).

4 dari 4 halaman

Kisah Nabi Muhammad Tegur Ali bin Abi Thalib

4. Kisah Ali bin Abi Thalib yang tidur siang di masjid,

Di siang hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi rumah putrinya Fatimah. Sesampainya di rumah Fatimah, beliau tidak menjumpai suaminya, Ali bin Abi Thalib.

“Tadi ada masalah denganku, lalu dia marah dan keluar. Sehingga tidak tidur siang di rumah,” Jelas Fatimah.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mencari keberadaan Ali.

”Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.” Jawab sahabat.

Rasulullah pun mendatangi Ali yang sedang tidur di masjid. Kain penutup pundaknya terjatuh dan mengenai tanah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkannya, dan memanggilnya,

قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ

”Bangun! hai Abu Thurab…, bangun! hai Abu Thurab…”. (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)

Kita sangat yakin, para sahabat yang tinggal di masjid memahami kemuliaan masjid. Mereka juga memahami bahwa masjid harus dijaga kesucian dan kebersiahannya. Disamping itu, perbuatan mereka juga diketahui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak mengingkarinya. Semua pertimbangan ini menunjukkan bahwa pada asalnya, tidur di masjid hukumnya dibolehkan.

Kemudian, sebagian ulama memberikan batasan, bahwa hukum bolehnya tidur di masjid, berlaku bagi mereka yang membutuhkan untuk tempat istirahat sementara. Bukan tempat untuk menetap.

Syaikhul Islam menjelaskan,

ويجوز النوم في المسجد للمحتاج الذي لا مسكن له أحيانا وأما اتخاذه مبيتا ومقيلا فينهى عنه

Boleh tidur di masjid bagi orang yang membutuhkan, yang tidak memiliki tempat tinggal, namun bersifat kadang-kadang (sementara). Adapun menjadikan masjid sebagai tempat tinggal, tidur malam dan siang di sana, maka hukumnya dilarang. (Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah, 1/56).

Para ahlus sufah yang tidur di sudut masjid, mereka tinggal di madinah hanya sementara. Setelah pertemua mereka dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dirasa cukup, mereka pulang ke daerahnya.

Ketiga, harus dijaga ketertiban, kebersihan dan kesuciannya

Masjid dibangun sebagai tempat untuk mengagungkan Allah. Karena itu, bagi siapapun yang melakukan hal mubah di masjid, seperti makan, atau tidur, selayaknya menjaga masjid dari kotoran, maupun najis, dan tidak boleh mengganggu orang yang menjalankan ibadah.

Keempat, izin Takmir

Jika pihak takmir menetapkan aturan larangan untuk tidur di masjid maka jamaah berkewajiban menghormati aturan ini, sehingga mereka tidak boleh tidur di masjid. Karena takmir membuat aturan ini, tidak lain adalah untuk kemaslahatan dan ketertiban masjid. Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.