Sukses

Meta Larang Media Pemerintah Rusia dari Facebook hingga Instagram, Alasannya Jadi Alat Propaganda

Lantas, bagaimana reaksi Rusia atas langkah Meta?

Liputan6.com, Washington, DC - Meta mengatakan akan melarang organisasi media pemerintah Rusia dari platform media sosialnya, dengan tuduhan bahwa media-media tersebut menggunakan taktik menipu untuk memperkuat propaganda Rusia. Pengumuman itu menuai teguran dari Kremlin pada hari Selasa (17/9/2024).

Perusahaan pemilik Facebook, WhatsApp, dan Instagram itu menyatakan pada Senin (16/9) malam bahwa mereka akan memberlakukan larangan terkait selama beberapa hari ke depan sebagai peningkatan upaya untuk melawan operasi pengaruh terselubung Rusia.

"Setelah mempertimbangkan dengan saksama, kami memperluas penegakan hukum yang sedang berlangsung terhadap media pemerintah Rusia: Rossiya Segodnya, Russian Today (RT), dan entitas terkait lainnya sekarang dilarang dari aplikasi kami secara global karena aktivitas campur tangan asing," kata Meta dalam pernyataan tertulis, seperti dilansir AP, Rabu (18/9).

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengecam keras pernyataan Meta dengan mengatakan, "Tindakan selektif seperti itu terhadap media Rusia tidak dapat diterima ... Meta dengan tindakan ini mendiskreditkan diri mereka sendiri."

"Kami memiliki sikap yang sangat negatif terhadap hal ini. Dan ini, tentu saja, mempersulit prospek untuk menormalisasi hubungan kami dengan Meta," kata Peskov.

Tindakan Meta dilakukan beberapa hari setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi baru terhadap RT, menuduh kantor berita itu sebagai bagian penting dari mesin perang Rusia dan upayanya untuk melemahkan lawan-lawan demokrasinya.

Pejabat AS pekan lalu menuduh bahwa RT bekerja sama dengan militer Rusia dan menjalankan kampanye penggalangan dana untuk membayar senapan runduk, pelindung tubuh, dan peralatan lain bagi tentara yang bertempur di Ukraina. Mereka juga mengatakan situs web RT menyamar sebagai situs berita yang sah tetapi digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda di Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan tempat lain.

Awal bulan ini, pemerintahan Biden menyita situs web yang dikelola Kremlin dan mendakwa dua karyawan RT karena secara diam-diam memberikan dana jutaan dolar kepada perusahaan pembuat konten yang berbasis di Tennessee untuk menerbitkan video media sosial berbahasa Inggris yang menyebarkan pesan pro-Kremlin.

Moskow membantah tuduhan itu.

Dua tahun lalu, Meta mengambil langkah membatasi pengaruh daring Rusia dengan menutup jaringan disinformasi yang disebutnya berasal dari Rusia yang berupaya menggunakan ratusan akun media sosial palsu dan puluhan situs web berita palsu untuk menyebarkan isu Kremlin tentang invasi Ukraina.

2 dari 2 halaman

Saling Serang

Otoritas Rusia sendiri menetapkan Meta sebagai kelompok ekstremis pada Maret 2022, tidak lama setelah mengirim pasukan ke Ukraina. Mereka memblokir Facebook dan Instagram. Kedua platform tersebut — serta X milik Elon Musk atau yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang juga diblokir — populer di kalangan warga Rusia sebelum invasi. 

Platform-platform media sosial tersebut kini hanya dapat diakses melalui jaringan privat virtual atau VPN.

Tindakan keras dilaporkan berlanjut terhadap media independen dan bentuk-bentuk ujaran kritis lainnya.

Pada bulan April, pengadilan Rusia memvonis Direktur Komunikasi Meta Andy Stone atas pembenaran terorisme dan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepadanya dalam persidangan cepat tanpa kehadirannya. Dakwaan terhadap Stone bermula dari pernyataannya pada tahun 2022 setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tanggal 24 Februari tahun itu.

Stone, yang berkantor pusat di AS, mengumumkan perubahan sementara pada kebijakan ujaran kebencian Meta dengan mengizinkan bentuk ekspresi politik yang biasanya melanggar aturannya, seperti ujaran kekerasan "matilah penjajah Rusia".

Namun, dia tetap melarang seruan untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil Rusia.

Otoritas Rusia membuka kasus pidana yang melibatkan Stone dan karyawan Meta lainnya yang tidak disebutkan namanya, dengan menggambarkan pernyataan tersebut sebagai seruan ilegal untuk melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap warga Rusia.

 

Video Terkini