Sukses

Lebih dari 300 Orang Ditahan di Rusia Saat Mengenang Alexei Navalny

Berita kematian Navalny muncul sebulan sebelum Pilpres Rusia yang diperkirakan akan memberi Vladimir Putin kekuasaan enam tahun lagi.

Liputan6.com, Moskow - Lebih dari 300 orang ditahan di Rusia saat memberikan penghormatan kepada pemimpin oposisi Alexei Navalny (47), yang meninggal di penjara di Arktik, pada Jumat (16/2). Demikian laporan kelompok hak asasi manusia terkemuka pada Minggu (18/2/2024).

Kematian mendadak Navalny merupakan pukulan telak bagi banyak orang Rusia, yang menggantungkan harapan masa depan mereka pada musuh bebuyutan Presiden Vladimir Putin itu. Navalny tetap vokal menyuarakan kritiknya terhadap Kremlin bahkan setelah selamat dari racun saraf dan menjalani hukuman penjara.

Kabar meninggalnya Navalny bergema di seluruh dunia. Ada pemimpin dunia yang langsung menyalahkan Putin dan pemerintahannya atas kematiannya.

Pada Sabtu, Presiden Joe Biden menegaskan kembali pendiriannya bahwa Putin pada akhirnya harus disalahkan atas kematian Navalny.

"Faktanya adalah Putin bertanggung jawab. Apakah dia memerintahkannya, dia bertanggung jawab atas keadaan tersebut," kata Biden dilansir AP, Senin (19/2). "Itu mencerminkan siapa dia. Itu tidak bisa ditoleransi.”

Politikus lain mengambil sikap lebih hati-hati. Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan pada Minggu bahwa dia tidak akan langsung mengambil kesimpulan atas kematian Navalny.

"Jika ada dugaan kematian, kita harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab meninggalnya (Navalny)," kata Lula da Silva.

Sementara itu, istri Navalny, Yulia Navalnaya, memublikasikan foto mereka di Instagram pada Minggu dengan tajuk sederhana, "I love you."

Kelompok hak asasi manusia OVD-Info yang melacak penangkapan politik dan memberikan bantuan hukum menyebutkan pada Minggu malam, polisi menahan 366 orang di 39 kota. Lebih dari 200 penangkapan dilakukan di St. Petersburg, kota terbesar kedua di Rusia.

Pada Minggu malam, pejabat pengadilan di St. Petersburg mengumumkan keputusan yang memerintahkan 154 orang yang ditahan untuk menjalani hukuman satu hingga 14 hari penjara. Di antara mereka yang ditahan adalah Grigory Mikhnov-Voitenko, seorang pendeta dari Gereja Ortodoks Apostolik – sebuah kelompok agama independen dari Gereja Ortodoks Rusia – yang mengumumkan rencananya di media sosial untuk mengadakan upacara mengenang Navalny.

Mikhnov-Voitenko ditangkap pada Sabtu (17/2) pagi di luar rumahnya. OVD-Info melaporkan dia didakwa mengorganisir unjuk rasa dan ditempatkan di sel tahanan di kantor polisi, namun kemudian dirawat di rumah sakit karena stroke.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dunia Mengenang Navalny

Acara peringatan mengenang Navalny terjadi di sejumlah kota di berbagai belahan dunia.

Di Berlin, Jerman, anggota kelompok aktivis Rusia Pussy Riot mengadakan demonstrasi di luar Kedutaan Besar Rusia, memegang spanduk bertuliskan "pembunuh" dalam bahasa Inggris dan Rusia.

Salah seorang anggota Pussy Riot, Nadya Tolokonnikova, mengatakan setelah demonstrasi bahwa tindakan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan "bahwa kami ada".

"Kami ... dengan tindakan ini menunjukkan bahwa Rusia masih memiliki masa depan dan gagasan tentang 'Rusia yang indah di masa depan' belum mati," kata Tolokonnikova, meminjam istilah Navalny. 

"Saat ini (ada yang) mengatakan bahwa harapan mati bersama Navalny. Namun menurut saya, dengan (kematian) Navalny, bukan harapan yang mati, melainkan tanggung jawab yang lahir."

Lusinan orang di ibu kota Rumania, Bukares, juga berkumpul di luar Kedutaan Besar Rusia pada Minggu untuk memberikan penghormatan kepada pemimpin oposisi tersebut.

Banyak yang menyalakan lilin dan meletakkan bunga di samping potret Navalny, sementara beberapa orang mengacungkan poster bertuliskan: "Anda tidak memenangkan pemilu yang bebas dengan membunuh oposisi."

Di Finlandia, sekelompok warga Rusia mengumpulkan tanda tangan untuk petisi yang mengusulkan perubahan nama taman yang berdekatan dengan Kedutaan Besar Rusia di ibu kota, Helsinki, menjadi Taman Navalny untuk menghormati mendiang tokoh oposisi.

3 dari 4 halaman

Penyebab Kematian Navalny

Pertanyaan tentang penyebab kematian Navalny terus ada dan masih belum jelas kapan pihak berwenang akan melepaskan jenazah Navalny. Menurut OVD-Info, lebih dari 29.000 orang telah mengajukan permintaan kepada pemerintah Rusia agar jenazah politikus tersebut diserahkan kepada kerabatnya.

Tim Navalny mengatakan pada Sabtu bahwa politikus itu dibunuh dan menuduh pihak berwenang sengaja menunda pembebasan jenazahnya. Ibu dan pengacara Navalny menerima informasi yang kontradiktif dari berbagai institusi yang mereka kunjungi dalam upaya mengambil jenazah tersebut.

Lembaga Pemasyarakatan Federal Rusia mengaku bahwa Navalny merasa mual setelah berjalan-jalan pada Jumat dan tidak sadarkan diri di penjara di Kota Kharp, wilayah Yamalo-Nenets sekitar 1.900 kilometer di timur laut Moskow. Lembaga yang sama menambahkan bahwa ketika ambulans tiba, nyawanya sudah tidak tertolong.

Adapun penyebab kematiannya masih diselidiki.

Navalny telah dipenjara sejak Januari 2021, ketika dia kembali ke Moskow setelah memulihkan diri di Jerman dari racun saraf yang dia tuduh dilakukan Kremlin. Dia menerima tiga hukuman penjara sejak penangkapannya atas sejumlah tuduhan yang dia sebut bermotif politik.

4 dari 4 halaman

Pernyataan Istri Navalny

Berita kematian Navalny muncul sebulan sebelum Pilpres Rusia yang diperkirakan akan memberi Putin kekuasaan enam tahun lagi.

Setelah putusan terakhir yang memberinya hukuman 19 tahun, Navalny mengatakan dia memahami bahwa dia "menjalani hukuman seumur hidup, yang diukur dengan lamanya hidupnya atau lamanya rezim ini (Putin)."

Beberapa jam setelah kematian Navalny dilaporkan, jandanya muncul secara dramatis di Konferensi Keamanan Munich.

Navalnaya mengatakan dia tidak yakin apakah dia bisa mempercayai berita dari sumber resmi Rusia, "Namun, jika ini benar, saya ingin Putin dan semua orang di sekitar Putin, teman-teman Putin, pemerintahnya tahu bahwa mereka akan memikul tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan terhadap negara kita, keluarga saya dan suami saya."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.