Sukses

Liga Arab Kembali Mengakui Keanggotaan Penuh Suriah Pasca 12 Tahun Ditangguhkan

Langkah Liga Arab mengakui kembali keanggotaan penuh Suriah mendapat penentangan dari beberapa anggotanya, salah satunya Qatar.

Liputan6.com, Kairo - Liga Arab pada Minggu (7/5/2023), sepakat untuk mengembalikan keanggotaan penuh Suriah setelah menangguhkannya selama 12 tahun terakhir.

Namun, sejumlah negara anggota berpengaruh tetap menentang langkah tersebut, salah satunya Qatar, yang memilih tidak mengirimkan menteri luar negerinya ke pertemuan Liga Arab di Kairo, Mesir.

Diketahui hanya 13 dari 22 negara anggota Liga Arab yang mengirim menteri luar negeri mereka ke pertemuan tersebut.

Keputusan Liga Arab untuk memulihkan keanggotaan Suriah dipandang sebagai kemenangan bagi negara pimpinan Bashar al-Assad itu, namun sebagian besar diyakini bersifat simbolis. Pasalnya, sanksi Barat tetap berlaku dan kembalinya ke Liga Arab tidak serta merta dapat mempercepat pencairan dana rekonstruksi di negara yang porak-poranda akibat perang saudara.

Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit menuturkan bahwa keputusan untuk mengembalikan keanggotaan Suriah, yang akan memungkinkan Presiden Assad menghadiri pertemuan puncak organisasi tersebut pada 19 Mei 2023 di Arab Saudi, adalah bagian dari proses penyelesaian konflik secara bertahap.

"Ini bukan berarti krisis Suriah sudah selesai, malah sebaliknya," kata dia seperti dilansir AP, Senin (8/5/2023). "Itu akan memungkinkan (negara-negara) Arab untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir berkomunikasi dengan pemerintah Suriah untuk membahas semua masalah."

Aboul Gheit juga menggarisbawahi bahwa kembalinya Suriah ke Liga Arab tidak berarti bahwa semua negara Arab telah melakukan normalisasi hubungan dengan Damaskus.

"Itu adalah keputusan berdaulat bagi masing-masing negara," tegasnya.

Perdana Menteri Suriah Hussein Arnous mengklaim pada Minggu bahwa Suriah telah menjadi korban kampanye informasi yang salah dan distorsi yang diluncurkan oleh musuh selama 12 tahun. Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi di Liga Arab mencerminkan posisi bergengsi yang dimiliki Suriah di kancah regional dan internasional.

Keanggotaan Suriah di Liga Arab ditangguhkan sejak awal pemberontakan melawan pemerintahan Assad pecah di negara itu pada tahun 2011. Respons keras atas peristiwa itu disebut telah dengan cepat mengubah konflik menjadi perang saudara.

Krisis Suriah yang berlangsung sejak Maret 2011 diyakini telah menewaskan hampir setengah juta orang dan menelantarkan setengah dari populasi sebelum perang yang berjumlah 23 juta jiwa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengkhianatan

Penentang Assad mencap pengakuan kembali keanggotaan Suriah di Liga Arab sebagai pengkhianatan.

"Negara-negara Arab telah menempatkan agenda politik mereka di atas dasar kemanusiaan," ungkap Direktur Eksekutif The Syria Campaign Laila Kiki.

Langkah Liga Arab, sebut Laila, telah dengan kejam mengkhianati puluhan ribu korban kejahatan perang rezim dan memberi Assad lampu hijau untuk terus melakukan kejahatan mengerikan tanpa mendapatkan hukuman.

Keputusan pada Minggu muncul beberapa hari setelah para diplomat regional bertemu di Yordania untuk membahas peta jalan pengembalian keanggotaan Suriah. Belum jelas bagaimana kesepakatan dicapai.

Kendati menentang keputusan Liga Arab, namun juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar menegaskan, "Normalisasi dengan Suriah harus dikaitkan dengan solusi politik untuk mengatasi konflik, tetapi kami selalu berusaha mendukung apa yang dicapai oleh konsesus dan tidak akan menjadi penghalang untuk itu."

Selain mengakui kembali keanggotaan, Liga Arab juga berkomitmen untuk mencapai solusi politik atas krisis Suriah, sejalan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254. Arab Saudi, Lebanon, Yordania, dan Irak diminta untuk menindaklanjuti perkembangan.

Sementara itu, Liga Arab menyambut baik apa yang disebutnya sebagai kesediaan pemerintah Suriah untuk bekerja sama dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan, keamanan, dan politik yang memengaruhi kawasan, termasuk pengungsi, ancaman terorisme, dan penyelundupan narkoba.

Menteri Luar Negeri Mesir Samer Shoukry sebelum pertemuan pada Minggu menuturkan bahwa hanya "solusi politik tanpa perintah asing" yang dipimpin Arab yang dapat mengakhiri konflik yang sedang berlangsung.

"Tahapan berbeda dari krisis Suriah membuktikan bahwa tidak ada solusi militer dan tidak ada pemenang atau kekalahan dalam konflik ini," ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, ketika Assad mendapatkan kembali kendali atas sebagian besar negara dengan bantuan sekutu utama Rusia dan Iran, tetangga Suriah yang menampung populasi pengungsi yang besar mengambil langkah untuk membuka kembali hubungan diplomatik dengan Damaskus. Demikian pula dengan dua monarki Teluk, Uni Emirat Arab dan Bahrain, ikut memperbaiki hubungan dengan pemerintahan Assad.

Pemulihan hubungan Arab dengan Damaskus dipercepat setelah gempa mematikan pada 6 Februari yang menghancurkan sebagian negara yang dilanda perang itu. Salah satu negara yang mendorong normalisasi adalah Arab Saudi, yang pernah mendukung kelompok oposisi yang berusaha menggulingkan Assad.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini