Sukses

Sempat Dijebak Perempuan, Habib Chaab Dihukum Mati Otoritas Iran Akibat Tuduhan Terorisme

Habib Chaap merupakan tokoh oposisi pemerintah Iran yang diculik saat di Turki.

Liputan6.com, Tehran - Tokoh oposisi Iran, Habib Chaab, mendapatkan hukuman mati karena dianggap mendukung dan mengelola kelompok teroris. Vonis itu mendapat kecaman dari kelompok HAM. Habib Chaab sebelumnya dilaporkan diculik Iran ketika ia sedang berada di Turki.

Berdasarkan laporan France24, Senin (13/3/2023), Chaab divonis karena "korupsi di bumi" karena disebut memimpin grup pemeberontak.

Habib Chaab selama ini berbasis di Swedia. Pada 2021, situs Human Rights Watch menyebut ia punya kewarganegaraan ganda Iran-Swedia. HRW berkata pemerintah Iran memang suka mengintimidasi para aktivisnya di luar negeri.

Al Jazeera menyebut Habib Chaab dituduh memimpin grup yang mengebom parade militer Ahvaz pada 2018. Ia dijebak seorang wanita di Turki pada 2020. Ternyata, wanita itu bekerja untuk intelijen Iran.

Habib Chaab lantas diculik dan dibawa pulang ke Iran.

Pemerintah Swedia pun mengirimkan kecaman keras atas hukuman mati kepada Habib Chaab yang notabene memiliki kewarganegaraan Swedia juga. Para diplomat Swedia menyebut ingin ada klarifikasi dari pihak Iran.

"Hukuman mati adalah hukuman yang tak manusiawi dan tak bisa dipulihkan, dan Swedia bersama-sama dengan Uni Eropa mengecam pemakaiannya dalam segala kondisi," ujar Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom kepada AFP.

Media yudisial Iran berkata Chaab merupakan pendiri grup Harakat Al-Nidal yang ingin memecahkan provinsi Khuzestan. Kelompok ini dicap teroris oleh Iran. Pemerintah Iran menegaskan bahwa pengadilan telah menempuh proses hukum yang berlaku. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemulihan Hubungan Diplomatik Arab Saudi - Iran yang Dimediasi China Dapat Pujian dari PBB

Lebih dari empat dekade setelah menjual 1.000 Volvo seri 144s ke Korea Utara, Swedia masih berusaha mendapatkan bayaran untuk mobil-mobil itu.

Kendaraan tersebut merupakan bagian dari paket perdagangan senilai US$ 131 juta yang dikirim ke Korea Utara pada tahun 1974, selama periode keterbukaan negara itu. Tetapi, Pyongyang tidak pernah membayar apapun atas kesepakatan itu, meninggalkan utang yang menurut Kementerian Luar Negeri Swedia (pada tahun 2017) telah terakumulasi dengan bunga menjadi US$ 328 juta

PBB menyambut kesepakatan Iran dan Arab Saudi pada Jumat (10/3) untuk menjalin kembali hubungan diplomatik dan menyampaikan terima kasih kepada China atas perannya dalam negosiasi tersebut.

"Atas nama Sekretaris Jenderal, saya ingin menyambut pernyataan tripartit bersama Kerajaan Arab Saudi, Republik Islam Iran dan Republik Rakyat China, dicapai hari ini di Beijing, yang mengumumkan kesepakatan Iran dan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan diplomatik dalam dua bulan," kata jubir PBB Stephane Dujarric kepada wartawan.

"Sekjen menyampaikan apresiasinya kepada warga Republik Rakyat China karena telah menjadi tuan rumah pembicaraan baru-baru ini dan telah mendukung dialog antara kedua negara," katanya seraya menyanjung upaya negara lain seperti Oman dan Irak.

Dujarric mengatakan bahwa "hubungan bertetangga yang baik" antara Iran dan Arab Saudi "penting" bagi stabilitas kawasan Teluk --Anadolu mewartakan sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (12/3/2023).

Selain itu, Dujarric mengatakan Sekjen Antonio Guterres siap untuk "membawa lebih jauh dialog regional dan memastikan perdamaian dan keamanan di kawasan Teluk."

Dua tetangga Teluk Persia itu memutuskan hubungan setelah misi diplomatik Arab Saudi di Teheran diserang massa pada Januari 2016 menyusul eksekusi ulama Syiah Saudi Sheikh Nimr Al Nimr.

Keduanya lantas terlibat dalam pembicaraan maraton sejak April 2021 untuk melanjutkan hubungan dan dimediasi oleh Irak.

Teheran dan Riyadh sebelumnya menyatakan ada kemajuan dalam pembicaraan, namun terobosan masih sulit dicapai.

3 dari 4 halaman

7 Tahun Cekcok Iran-Arab Saudi, China Bantu Negosiasi

Seperti dikutip dari BBC, Sabtu (11/3), rekonsiliasi dilakukan setelah Teheran dan Riyadh terlibat dalam ketegangan geopolitik sengit selama tujuh tahun terakhir.

Pengumuman yang tak terduga itu datang setelah empat hari pembicaraan, 6-10 Maret 2023, antara pejabat Saudi dan Teheran di Beijing yang dimediasi oleh China.

Kesepakatan mencakup: melanjutkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan dalam waktu tidak lebih dari dua bulan; penegasan tentang penghormatan kedaulatan negara; dan tidak campur tangan dalam urusan internal negara.

Mereka juga sepakat bahwa para menteri luar negeri kedua negara akan bertemu untuk meningkatkan hubungan bilateral dan ekonomi.

Pada Januari 2016, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Hal itu dipicu insiden kedutaan Saudi di Teheran yang diserbu pendemo, menyusul eksekusi Riyadh terhadap seorang ulama Islam Syiah terkemuka.

Iran merupakan negara Islam Syiah, sementara Saudi adalah Islam Sunni, dan kedua negara sering terlibat dalam perselisihan tinggi dan persaingan dalam menyebarluaskan pengaruh di kawasan.

Masing-masing menganggap satu sama lain sebagai kekuatan yang mengancam dan berusaha mencari dominasi regional.  

4 dari 4 halaman

Konflik Pengaruh

Iran dan Saudi mendukung pihak berseberangan yang saling berkonflik di Lebanon, Suriah, Irak, hingga Yaman.

Di Yaman misalnya, Iran mendukung kelompok Houthi yang mayoritas Syiah. Kelompok itu memimpin pemberontakan terhadap pemerintah Yaman yang dibeking Saudi pada 2014.

Baik Iran dan Saudi saling mendukung kelompok-kelompok yang berperang di Yaman dalam konflik yang masih berlangsung saat ini.

Saudi disebut membantu pemerintah Yaman melakukan serangan udara untuk menyerang Houthi, sementara Iran kemudian dituduh mempersenjatai Houthi untuk melakukan serangan drone dan rudal.

Ketegangan meningkat ketika beberapa drone dan rudal Houthi menghantam fasilitas minyak utama Saudi pada 2019, menyebabkan kerusakan dan gangguan produksi.

Arab Saudi dan sekutunya AS menyalahkan Iran atas serangan itu, namun Iran selalu membantah hubungannya dengan Houthi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.