Sukses

Komisi I DPR Sebut Kesepakatan FIR Indonesia-Singapura Tak Langgar Legislasi

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menyebut tidak ada pelanggaran terhadap legislasi atas kesepakatan Fight Information Region (FIR).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menyebut tidak ada pelanggaran terhadap legislasi atas kesepakatan Fight Information Region (FIR) Realignment Jakarta - Singapura.

Bobby mengatakan, kesepakatan ini telah tertuang dalam sejumlah pasal dan sudah sesuai. "Kami di parlemen tentu mendukung keputusan pemerintah secara operasional," kata Bobby Adhityo Rizaldi saat dihubungi Liputan6.com pada Senin (7/2/2022).

"Selama kedaulatan wilayah udara RI sesuai pasal 5 UU 1/2009 dan konvensi Chicago 1944 pasal 1 mengenai definisi kedaulatan wilayah udara secara utuh dan penuh, sudah memenuhi, sehingga tidak ada pelanggaran terhadap legislasi yang ada dan konstitusi kita."

Saat ditanya soal kompleksitas soal kesepakatan tersebut, Bobby mengakui bahwa DPR sejauh ini belum mendapat salinan resmi berisi perjanjian tersebut. "Kami di Komisi I dan DPR belum mendapat salinan resmi dari pemerintah secara lengkap isi perjanjiannya," kata Bobby.

"Sehingga tidak bisa berspekulasi mengenai detailnya, tentu kami apresiasi hal tersebut. Karena utamanya sudah ada keputusan bahwa kedaulatan wilayah udara itu di RI, bukan pihak lain."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Untung Rp 250 Miliar Ambil Alih FIR dari Singapura

Indonesia berpeluang meraup keuntungan sebesar Rp 250 miliar per tahun pasca pengelolaan Flight Information Region (FIR) di atas Kepulauan Riau dan Natuna. Angka ini didapat dari biaya pelayanan yang akan masuk di Indonesia.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan, potensi pendapatan itu mengacu pada tingkat traffic pesawat saat ini atau data pelayanan navigasi udara per 2019 sebelum pandemi.

"Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk air navigation untuk area tersebut itu sekitar Rp 250 Miliar per tahun, itu kondisi saat ini," katanya.

Dirjen Novie mengatakan dengan potensi peningkatan traffic penerbangan kedepannya, artinya pendapatan ke kas negara juga akan meningkat.  

"Kalau kita lihat proyeksi kedepan traffic ke Singapura ini akan naik dan Asia Pasifik, Hongkong Selatan ini semuanya akan jadi potensi kita untuk dapat PNBP lebih banyak lagi," kata dia.

Informasi, Indonesia akan mendapatkan pengelolaan tambahan seluas 249.575 km2 ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna. Penambahan wilayah kelolaan ini pula yang jadi faktor penambahan PNBP ke Indonesia.

Dirjen Novie menyebut pemanfaatan hasil yang didapatkan negara itu akan dikembalikan untuk peningkatan pelayanan. Ia juga merinci sejumlah peningkatan yang akan mengandalkan PNBP dari sisi air navigation itu.

"PNBP harus dikembalikan kepada peningkatan pelayanan, AirNav Indoneisa selaku pemberi pelayanan ada share PNBP dan di area di sektor A dan sektor lainnya yang tadinya tidak di charge dan akan kita kembalikan ke pelayanan, misalnya peningkatan SDM investasi peralatan dan tidak tertinggal dari negara yang lain," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganannya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.