Sukses

Presiden Iran Harapkan Rekonsiliasi Nasional Usai Penembakan Pesawat Ukraina

Iran berharap ada rekonsiliasi nasional menjelang pileg 2020.

Liputan6.com, Tehran - Presiden Iran Hassan Rouhani meminta adanya persatuan nasional usai tragedi penembakan pesawat Boeing 737 milik Ukraina. Peristiwa itu menewaskan 176 penumpang yang mayoritas warga Iran.

Persatuan ini ia harapkan terjadi menjelang pemilu legislatif Iran pada 2020. Ia pun menyampaikan permintaan dengan rendah hati bahwa pemerintah adalah pembantu rakyat.

"Rakyat adalah majikan kami dan kami adalah pembantunya. Pembantu harus melayani majikan dengan sifat rendah hati, presisi, dan kejujuran," ujarnya usai pertemuan kabinet seperti dilansir France24, Rabu (15/1/2020).

"Rakyat ingin memastikan bahwa pihak berwenang memperlakukan mereka dengan ketulusan, integritas, dan kepercayaan," ucapnya.

Rouhani turut meminta angkatan bersenjata Iran meminta maaf dan menjelaskan secara lengkap mengapa penembakan bisa terjadi.

Masalah penembakan merupakan satu dari sekian masalah yang sedang Iran hadapi. Sebelumnya, ada sekitar 59 pelayat yang tewas terinjak-injak dalam pemakaman Qasem Soleimani.

Ada juga banjir di provinsi Sistan dan Baluchestan pada pekan lalu. Radio Farda asal Iran menyebut 20 ribu rumah kena dampak, bahkan ada peringatan buaya.

Rouhani berharap pileg 2020 pada 21 Februari mendatang menjadi awal dari solusi atas kondisi di Iran. Pemerintah Rouhani pun mengambil sebuah keputusan besar.

"Keputusan besar itu adalah rekonsiiliasi nasional," kata Rouhani. "Pemilu ini harus menjadi langkah pertama," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyebab Tak Adanya Militer AS yang Tewas dalam Serangan Rudal Iran

Pesawat Ukraina tertembak karena dikira ancaman. Peristiwa itu terjadi beberapa jam usai Iran menembakan rudal ke pangkalan Amerika Serikat (AS) di Iran. 

Serangan Iran ke AS tidak menghasilkan korban jiwa.  

Sistem militer Amerika Serikat (AS) ternyata sudah tahu pangkalannya bakal menjadi target rudal Iran pada Rabu, 8 Januari. Karena itu, dalam serangan ini tak ada Prajurit AS di pangkalan Al Asad yang menjadi korban jiwa.

AS mengetahui bakal ada serangan pada Selasa pukul 23.00, atau sekitar dua jam sebelum rudal menghantam Al Asad.

Saat itu, Letkol AS Antoinette Chase memberi pemerintah ke prajurit di pangkalan udara Al Asad untuk melakukan lockdown. Pada 23.30, Letkol Chase memberi perintah agar prajurit berlindung di bunker, demikian laporan AP News.

Dua jam kemudian, serangan pertama Iran menghantam Al Asad pada 01.35 dini hari. Ketika dihantam, Letkol Chase menyimpulkan rudal-rudalnya diluncurkan dari Iran.

"Alasan mengapat kami bergerak pada pukul 23.30 malam adalah saat itu semua indikasi menunjukan ada sesuatu yang datang," ujar juru bicara pangkalan Al Asad, Myles Caggins.

"Skenario terburuknya, kami diberitahukan kemungkinan ada serangan rudal. Jadi kami sudah diinfokan terkait itu," ucapnya.

Caggins berkata ada lebih dari 10 rudal yang ditembakan ke Al Asad. Pangkalan mengetahui ada serangan rudal berkat sistem deteksi dini.

Presiden AS Donald Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper langsung pergi ke Gedung Putih ketika ada serangan di pangkalan Al Asad. Namun, Trump mengumumkan segalanya baik-baik saja via Twitter.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.