Sukses

Dua Penembakan Massal di AS yang Terjadi Kurang dari Sehari Bunuh 29 Orang

Sebanyak 29 orang tewas terbunuh dalam dua kasus penembakan massal yang terjadi kurang dari sehari di Amerika Serikat.

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghadapi serangkaian kritik, ketika negara yang dipimpinnya dilanda dua penembakan massal kurang dari 24 jam.

Penembakan massal pertama terjadi di kota perbatasan El Paso, negara bagian Texas pada Sabtu 3 Agustus, dan kejadian serupa lainnya menyasar Kota Dayton, negara bagian Ohio, pada Minggu dini hari waktu setempat.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (5/8/2019), polisi menyebut penembakan massal di El Paso dilakukan oleh seorang pria kulit putih yang mengusung retorika kebencian anti-imigran, di mana menewaskan 20 orang.

Jaksa setempat mendakwa tersangka berusia 21 tahun itu, Patrick Crusius, atas tuduhan pembunuhan berencana, dan mengatakan dia berpotensi dijatuhi hukuman mati.

Sekitar 13 jam berselang, penembakan massal juga terjadi di Kota Dayton, negara bagian Ohio, menewaskan sembilan orang dan melukai hingga 52 lainnya.

Menurut polisi kota Dayton, tersangka diketahui bernama Connor Betts, seorang pria kulit putih berusia 22 tahun. Dia tewas setelah terlibat baku tembak dengan pihak keamanan yang kebetulan tengah berpatroli.

Sementara itu, polisi di El Paso masih menyelidiki pesan kebencian --manifesto-- situs web 8chan, yang diunggah sekitar 20 menit sebelum serangan hari Sabtu, di mana penulis menyatakan simpati atas penembakan masjid-masjid di Christchurch, Selandia Baru.

Pesan tersebut juga menyatakan: "Serangan ini merupakan respons terhadap invasi Hispanik di Texas."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Trump Tidak Segera Angkat Bicara

Setelah menanggapi via beberapa twit pendek, Donald Trump akhirnya berbicara kepada media, lebih dari sehari setelah penembakan di El Paso.

Ketika Trump melakukan perjalanan kembali ke Gedung Putih dari resor golfnya di Bedminster, New Jersey, dia berkata: "Saya menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas penembakan di El Paso, Texas dan Dayton, Ohio. Mereka (para korban) adalah orang-orang luar biasa, mereka telah melalui banyak hal."

Namun, Trump tidak menyinggung tentang dugaan kejahatan rasial terkait penembakan El Paso, dan juga tidak berbicara tentang pengendalian senjata.

Presiden AS ke-45 itu justru berkata: "Kebencian tidak memiliki tempat di negara kita. Kita akan membereskannya."

Lebih dari itu, Trump juga menyarankan agar kedua tersangka penembakan harus dilihat dalam konteks kesehatan mental.

"Ini juga merupakan masalah penyakit mental, jika Anda melihat kedua kasus tersebut ... kedua orang ini sangat sakit," kata Trump, seraya menambahkan ia akan berbicara kepada publik lagi pada Senin pagi.

Meski begitu, otoritas lokal di El Paso dan Dayton tidak membuat pernyataan definitif tentang kesehatan mental kedua tersangka.

Putri dan penasihatnya, Ivanka Trump, sebelumnya mengunggah twit: "Supremasi kulit putih, seperti semua bentuk terorisme lainnya, adalah kejahatan yang harus dihancurkan."

Tetapi Demokrat terkemuka di bidang untuk pencalonan presiden 2020 dibulatkan pada presiden, menghubungkan retorika anti-imigran yang menandai kampanye 2016 dan masa jabatannya sebagai presiden untuk potensi kejahatan kebencian.

Mantan anggota Kongres Demokrat dari El Paso, Beto O'Rourke, menyebut Trump sebagai nasionalis kulit putih dan menuduh presiden itu mendorong serangan seperti yang terjadi di El Paso.

3 dari 3 halaman

Disebut Terkait Terorisme Domestik

Beberapa pejabat negara bagian Texas dengan cepat menghubungkan penembakan di El Paso dengan aksi terorisme domestik.

Komisioner domestik negara bagian itu, George P Bush, cucu mantan presiden George HW Bush, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Sekarang ada beberapa serangan dari para teroris kulit putih, yang mendeklarasikan diri di sini, di AS, dalam beberapa bulan terakhir. Ini adalah ancaman nyata yang harus kita kecam dan kalahkan."

Para pejabat dari Kementerian Kehakiman AS di El Paso mengumumkan pada Minggu pagi, bahwa mereka sedang menyelidiki penembakan itu sebagai teror domestik dan pelanggaran kejahatan rasial.

Bulan lalu, direktur FBI, Christopher Wray, mengatakan kepada Kongres AS bahwa mayoritas penangkapan terkait teror domestik sejak Oktober lalu telah dikaitkan dengan kekerasan supremasi kulit putih.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.