Sukses

Soal Pengayaan Nuklir Iran, China: Semua Salah AS

Negeri Tirai Bambu mengatakan "intimidasi" yang dilakukan AS adalah penyebab di balik meningkatnya krisis nuklir Iran.

Liputan6.com, Beijing - China tidak tinggal diam soal pengayaan nuklir Iran yang melampaui batas pakta internasional. Alih-alih mengecam Teheran, Tiongkok justru menyalahkan Amerika Serikat.

Senin 8 Juli 2019, Negeri Tirai Bambu mengatakan "intimidasi" yang dilakukan AS adalah penyebab di balik meningkatnya krisis nuklir Iran.

"Fakta menunjukkan bahwa intimidasi sepihak telah menjadi tumor yang semakin memburuk," kata juru bicara kementerian luar negeri China, Geng Shuang pada konferensi pers di Beijing, lapor AFP dikutip dari Channel News Asia pada Senin (8/7/2019).

 "Tekanan maksimum yang diberikan AS kepada Iran adalah akar penyebab krisis" lanjutnya.

Meski menyalahkan AS, Geng mengatakan China juga menyatakan "penyesalan" atas keputusan Teheran.

Sebagaimana diketahui, Iran dan enam negara besar dunia pernah mencapai kesepakatan. Teheran setuju mengurangi program nuklir dengan imbalan pengurangan sanksi ekonomi. Keenam negara tersebut adalah Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS.

Sayang, AS pada tahun lalu memutuskan hengkang dari kesepakatan. Washington kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran pada Agustus 2018, termasuk menargetkan sektor minyak dan sistem perbankan.

Iran konstan memberikan ancaman. Puncaknya pada Minggu 7 Juli 2019, Teherean mengatakan akan meninggalkan lebih banyak komitmen perjanjian nuklir 2015, hingga ada solusi yang ditemukan denganpihak-pihak yang tersisa dalam kesepakatan.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tiga Negara Eropa Meradang

Sementara itu, keputusan Iran untuk meningkatkan pengayaan uranium dikecam keras sebagian negara Eropa. Inggris mendesak Teheran untuk segera membatalkan tindakan tersebut, menyebutnya tidak sesuai dengan pakta internasional.

Pakta yang dimaksud adalah kesepakatan dengan enam negara besar dunia yang dicapai pada 2015. Dalam perjanjian itu, Iran berhak menerima pencabutan sanksi ekonomi apabila membatasi program nuklirnya.

Senada dengan Inggris, Prancis mengatakan langkah Iran adalah pelanggaran pakta internasional. Sementara Jerman meminta Iran untuk "menghentikan dan menyudahi semua kegiatan yang tidak konsisten" dengan perjanjian empat tahun.

Mengutip dari VOA Indonesia, pihak Uni Eropa juga mengatakan, negara-negara penandatangan yang tersisa – setelah Amerika menarik diri tahun lalu – sedang mempertimbangkan pertemuan darurat. Hal itu untuk menyampaikan tanggapan selanjutnya terkait sikap nekat Teheran.

Iran pada Minggu pagi mengultimatum, pihaknya akan segera memulai pengayaan uranium melampau batas 3,67 persen yang dimandatkan dalam pakta internasional. Kantor berita Reutersmelaporkan Iran mungkin akan meningkatkan pengayaan uranium hingga 5% untuk memproduksi bahan bakar bagi pembangkit listrik, meskipun Teheran tidak segera mengungkapkan persentase pengayaan yang baru.

Tindakan nekat Iran bermula dari langkah Presiden AS Donald Trump tahun lalu yang menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015. Washington DC memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi yang melumpuhkan Teheran. Alasannya, Iran telah menggunakan kelonggaran sanksi yang ada dalam kesepakatan untuk mendanai kegiatan destabilitasi di seluruh Timur Tengah.

Negara-negara Eropa, termasuk Rusia dan China, telah berupaya keras menyelamatkan perjanjian nuklir itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.