Sukses

Senat AS Loloskan Dana Darurat untuk Tembok Pembatas Senilai Rp 65,1 Triliun

Setelah melalui pembahasan sengit, Senat Amerika Serikat akhirnya menyetujui dana darurat untuk pembangunan tembok pembatas senilai Rp 65,1 triliun.

Liputan6.com, Washington DC - Pada hari Rabu, Senat Amerika Serikat (AS) yang dipimpin kubu Republik, menyetujui pengeluaran dana darurat senilai US$ 4,6 miliar (Setara Rp 65,1 triliun) untuk membangun tembok pembatas di wilayah barat daya.

Pemungutan suara dengan rasio 84:8 itu dilakukan kurang dari 24 jam setelah DPR AS mengeluarkan kebijakan dengan kekuatan serupa, tetapi memiliki lebih banyak pembatasan tentang bagaimana pemerintahan Donald Trump dapat menggunakan uang itu.

Namun, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (27/6/2019), RUU DPR itu ditolak di tingkat Senat Amerika Serikat.

Dukungan bipartisan di Senat untuk dana darurat yang diminta oleh pemerintahan Trump, memberi presiden posisi teratas dalam negosiasi dengan DPR yang dikuasai kubu Demokrat.

Adapun kebijakan Senat menempatkan Ketua DPR Nancy Pelosi dalam ikatan politik antara tuntutan dari progresif di kaukusnya, dan kebutuhan mendesak dalam menyediakan lebih banyak dana untuk menangani lonjakan imigran baru-baru ini.

"Jumlah fokus RUU DPR mungkin sama tetapi implikasi kebijakannya sangat luas. Waktu adalah esensi di sini," kata Senator Shelley Moore Capito, seorang kubu Republik, mengatakan dalam sambutannya kepada Senat Amerika Serikat pada hari Rabu.

"Kami mungkin tidak sepakat tentang bagaimana kami sampai di sini, atau bagaimana cara terbaik untuk bergerak maju, tetapi kami sepakat ada krisis, krisis besar, dan bahwa sumber daya diperlukan sekarang," kata Moore Capito.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dituding Meningkatkan Detensi

RUU Senat akan memberikan dana senilai US$ 145 juta (setara Rp 2,05 triliun) untuk mendukung operasi militer AS di perbatasan, yang ditentang Demokrat.

Alokasi ini juga akan memberikan dana US$ 793 juta (sekitar Rp 11,2 triliun) untuk meningkatkan kondisi penampungan imigran di perbatasan dan lokasi penahanan.

Tidak ketinggalan, alokasi terkait juga akan mengeluarkan US$ 112 juta (setara Rp 1,5 triliun) untuk perawatan imigran.

Tidak hanya di situ, RUU Senat juga akan mengalokasikan dana senilai US$ 2,88 miliar (setara Rp 40,7 triliun) untuk program Kementerian Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan untuk menampung anak-anak imigran yang tidak didampingi.

Namun, rencana anggaran terakhir menuai kritik luas lantaran dituding berisiko memperluas kapasitas penampungan imigran, yang lekat dengan risiko pelanggaran HAM.

Dari Oktober 2018 hingga Mei 2019, hampir 51.000 anak dirujuk ke penampungan imigran, meningkat 60 persen dari tahun lalu, menurut ringkasan Komite Alokasi Senat dari RUU tersebut.

Di lain pihak, Trump dan Pelosi melakukan panggilan telepon pada hari Rabu. untuk membahas rekonsiliasi RUU DPR dengan versi Senat, menurut seorang pembantu senior Demokrat yang tidak ingin disebut namanya.

Keduanya berbicara sekitar 15 menit.

3 dari 3 halaman

Solusi Sementara untuk Mengatasi Isu Krusial

Sementara itu, para senator marah dengan beredarnya foto jenazah Oscar Alberto Martinez dan putrinya yang berusia 23 bulan, Valeria, yang tenggelam ketika berusaha menyeberangi Sungai Rio Grande antara AS dan Meksiko.

Chuck Schumer, salah seorang anggota Senat dari kubu Demokrat, memperlihatkan pembesaran foto seukuran poster selama debat pada hari Rabu.

"Kepalanya (Valeria) terselip di baju. Lengannya melingkari leher ayahnya. Mereka saling berpegangan," kata Schumer.

"Ini bukan pengedar narkoba atau gelandangan atau penjahat. Mereka hanyalah orang-orang yang melarikan diri dari situasi mengerikan di negara asal mereka untuk kehidupan yang lebih baik," katanya.

Ditambahkan oleh Senator Patrick Leahy, RUU Senat adalah solusi sementara untuk mengatasi masalah yang paling mendesak.

"Ini bukan masalah partisan, merawat anak-anak. Kita semua harus sepakat tentang itu," ujar politikus senior Demokrat di Komite Pengambilan Senat yang menulis RUU terkait.

Baik DPR maupun RUU Senat tidak termasuk untuk mendanai usulan penambahan tempat tidur di pusat detensi, yang diminta Donald Trump.

"Kecenderungan presiden untuk beralih ke penahanan massal adlaah mengerikan dan kejam. Itu juga merupakan pemborosan uang pembayar pajak," kata Leahy.

RUU Senat sendiri memiliki sejumlah ketentuan yang bertujuan untuk meringankan kondisi kemanusiaan di kamp-kamp penahanan AS di perbatasan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini