Sukses

China Tahan Jurnalis Foto yang Melawat ke Wilayah Etnis Uighur, Kenapa?

Liputan6.com, Beijing - Aparat China dipastikan tengah menahan seorang jurnalis foto pemenang penghargaan yang sempat dikabarkan hilang sejak November 2018, kata istri fotografer itu pada 11 Desember 2018.

Namun, sang istri tidak mengetahui alasan mengapa aparat China menahan jurnalis foto pemenang penghargaan itu, demikian seperti dikutip dari Artnet.com, Rabu (19/12/2018).

Terakhir kali sebelum dilaporkan menghilang pada November 2018, Lu Guang yang berbasis di New York, dikabarkan tengah melawat ke Xinjiang.

Tidak jelas apakah Lu Gang, yang terkenal karena karyanya yang mendokumentasikan topik-topik sensitif di China, ditahan karena hendak memotret tentang kelompok etnis muslim Uighur yang berdomisili di Xinjiang.

Istri Lu Guang, Xu Xiaoli, mengumumkan melalui Twitter pada 11 Desember bahwa pihak berwenang China telah secara resmi mengkonfirmasi penangkapannya.

Polisi menghubungi keluarganya di China dan memberi tahu mereka tentang penangkapannya di Kashgar, sebuah kota di Xinjiang, yang berada di pusat pengawasan pemerintah terhadap Uighur, Kazakh, dan minoritas muslim lainnya.

Anggota keluarga telah mempercayakan pengacara untuk menghubungi otoritas penanganan kasus, dan mereka tidak diizinkan untuk bertemu dengan Lu Guang, atau mereka tidak mendapatkan prosedur tertulis formal, kata Xu Xiaoli.

Tidak jelas mengapa Lu ditahan. Xu mengatakan kepada New York Times bahwa keluarga suaminya tidak diberitahu apa yang dituduhkan kepadanya, atau memberikan dokumentasi tertulis tentang penangkapannya.

Dia dibawa oleh aparat keamanan negara, cabang dari pasukan polisi China yang bekerja untuk memerangi aktivitas anti-pemerintah.

Fotografer kenalan Lu juga ditangkap dan tidak dapat dihubungi. "Saya tidak memiliki berita lebih lanjut tentang teman yang mengundang Lu Guang, yang juga dibawa pergi oleh keamanan negara," tulis Xu di Twitter.

Dalam wawancara sebelumnya dengan Times, Xu mengatakan bahwa dia tidak berpikir suaminya sedang mendokumentasikan penindasan terhadap muslim di Xinjiang, di mana pihak berwenang terus mencermati siapa pun yang mendekati kamp tahanan yang dirancang untuk "mendidik kembali" ratusan ribu muslim.

China sedang menghadapi meningkatnya kecaman internasional terhadap penahanan massal terhadap Uighur dan minoritas lainnya. Setelah lama menyangkal keberadaan mereka, Beijing telah mulai mengaku menjalankan kamp-kamp, ​​membenarkan mereka atas dasar anti-terorisme.

Lu Guang mulai memotret ketika ia bekerja di sebuah pabrik di China pada 1980-an, dan ia telah memenangkan Penghargaan World Press Photo tiga kali untuk gambarnya yang mendokumentasikan sisi gelap perkembangan ekonomi China yang pesat.

Seri itu termasuk gambar-gambar gamblang tentang kecanduan narkoba, kehidupan di kota-kota pertambangan yang tercemar, dan nasib penduduk desa miskin Cina yang terjangkit HIV setelah menjual darah mereka sendiri untuk bertahan hidup.

Hingga berita ini beredar, pemerintah China belum memberikan komentar langsung terkait nasib Lu Guang.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kamp Pendidikan Ulang untuk Muslim Uighur

Sebelumnya, pemerintah Provinsi Xinjiang di wilayah barat China menetapkan "pusat pelatihan kejuruan" bagi muslim Uighur sebagai aturan hukum, di tengah-tengah kecaman dunia internasional atas tudingan "penghapusan etnis non-Han" di sana.

Namun, pemerintah provinsi Xinjiang mengatakan bahwa kebijakan itu bertujuan untuk menangani "risiko transfer pemahaman" ekstremisme.

Dampak aturan hukum itu, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia, menjadikan para tahanan wajib bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, dan memaksa mereka berhenti mengkritik, atau ancaman dilucuti keyakinannya.

Pada bulan Agustus, sebagaimana dikutip dari BBC pada Kamis 11 Oktober 2018, China membantah tuduhan bahwa pihaknya telah menahan hampir satu juta orang muslim Uighur.

Namun, para pejabat yang menghadiri pertemuan hak asasi manusia PBB mengklaim bahwa masyarakat Uighur "ditipu oleh ekstremisme agama", dan oleh karenanya, mereka kini sedang menjalani pendidikan pemulihan.

Sementara itu, Provinsi Xinjiang telah mengalami siklus kekerasan dan penindasan selama bertahun-tahun. China menuduh militan Islam dan separatis mendalangi masalah itu.

Perundang-undangan baru terkait adalah indikasi rinci pertama tentang apa yang dilakukan China di wilayah Xinjiang.

Aturan hukum tersebut memuat contoh-contoh perilaku yang mengarah pada penahanan, yakni seperti memperluas konsep halal di luar pemasaran produk pangan, menolak menonton siaran televisi dan radio negara, serta menghalangi anak-anak menerima pendidikan dari pemerintah pusat.

China mengatakan jaringan pusat penahanannya juga akan mengajarkan bahasa Mandarin, konsep hukum, dan pelatihan kejuruan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.