Sukses

Twitter Rilis Data 10 Juta Pesan Propaganda Pengganggu AS, dari Rusia dan Iran?

Twitter merilis data lebih dari 10 juta twit terkait ribuan akun yang berafiliasi dengan organisasi propaganda siber.

Liputan6.com, San Fransisco - Twitter, pada 17 Oktober 2018, merilis data lebih dari 10 juta twit terkait dengan ribuan akun yang berafiliasi dengan organisasi propaganda siber Rusia, serta ratusan akun troll internet lainnya, termasuk, yang berbasis di Iran.

Twit dan akun itu diduga menyebarluaskan dan menanam propaganda, serta "mengarahkan" opini publik di dunia maya Amerika Serikat.

Publikasi itu dilakukan sebagai bentuk pemenuhan janji Twitter kepada Kongres Amerika Serikat (dewan legislatif) untuk bersikap transparan guna mencegah gangguan pada platformnya jelang pemilu paruh waktu (mid-term election) pada November 2018.

Data yang dirilis Twitter kemudian dianalisis dan dipublikasi dalam laporan Lab Riset Digital Forensic, The Atlantic Council/DFRlab.

Berdasarkan telaah, data itu terdiri dari 3.841 akun yang berafiliasi dengan Badan Riset Internet (IRA) yang berbasis di Rusia, 770 akun lainnya berpotensi berbasis di Iran, serta 10 juta twit dan lebih dari 2 juta gambar, video, dan media lainnya.

Laporan itu mengatakan, para pengacau online Rusia yang menyasar politik AS menyerang tokoh haluan kiri (liberal, Partai Demokrat) dan kanan (konservatif, Partai Republik).

Tujuan utama mereka tampaknya untuk menabur perselisihan daripada mendukung pihak tertentu, kemungkinan untuk memperlemah Amerika Serikat, demikian seperti dikutip dari Vox, Senin (22/10/2018).

DFRlab mengatakan para pengacau Rusia ini sering efektif, menuai puluhan ribu retwit pada postingan tertentu, termasuk dari komentator selebritas, seperti Ann Coulter yang konservatif.

Seperti dikutip dari Voice of America, beberapa kicauan yang diunggah antara lain:

"Hari Penghakiman telah tiba. Silakan pilih #TrumpPence16 untuk menyelamatkan negara besar kita dari kehancuran! #Draintheswamp #TrumpForPresident," kata twit palsu pada hari pencoblosan Pemilu AS 2016.

"Peringatan harian: Trump masih belum memberlakukan sanksi terhadap Rusia yang disahkan 4.193 di DPR dan 982 di Senat. Bukankah itu alasan untuk pemakzulan?" kata kicauan lainnya pada Maret tahun ini.

Informasi yang dirilis oleh Twitter, bersama dengan pelaporan dan analisis lainnya tentang masalah tersebut, menunjukkan bahwa IRA, serta kelompok serupa yang berbasis di Iran, sama-sama berfokus pada pergeseran pendapat lokal dan luar negeri--termasuk dalam pemilu di AS.

Di dalam Rusia sendiri, IRA diduga berperan mempengaruhi opini publik dalam melencengnya pemberitaan konflik Ukraina-Rusia, serta mempengaruhi perdebatan tentang politik lokal Rusia.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

IRA, Troll Internet Rusia

Menurut pemberitaan Vox, Badan Riset Internet (IRA) yang berbasis di Rusia merupakan kelompok troll internet --mengacu pada orang yang mengirim pesan (atau juga pesan itu sendiri) di Internet dengan tujuan untuk membangkitkan tanggapan emosional atau kemarahan dari pengguna lainnya.

Trolling (kata kerja troll) sering dideskripsikan sebagai versi online dari eksperimen pelanggaran, di mana batas-batas sosial dan aturan etiket diabaikan. Mereka yang mengaku sebagai troll sering memposisikan diri sebagai penantang pendapat umum atau asumsi umum dari forum yang mereka ikuti, dengan tujuan untuk mengalihkan atau mengenalkan cara berpikir yang baru.

IRA adalah pabrik troll Rusia yang terkenal, dan bertanggung jawab atas sebagian besar banjir konten troll yang telah dilepaskan di media sosial dalam beberapa tahun terakhir --serta sejumlah besar pada kampanye langsung dalam pemilu AS 2016.

Seperti yang dilaporkan secara luas dalam berbagai pemberitaan, banyak kampanye yang dilakukan oleh IRA melibatkan propaganda anti-Clinton, serta proses penyusupan dan polarisasi lebih lanjut komunitas internet yang sudah sedemikian terpolarisasi di media sosial.

Awal tahun ini, Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman AS untuk Investigasi dugaan Campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016, Robert Mueller mendakwa IRA atas tindakannya, termasuk dakwaan untuk "konspirasi demi menipu Amerika Serikat."

Namun, hanya ada sedikit bukti bahwa agitasi IRA secara langsung bertanggung jawab untuk menggeser hasil pemilihan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.