Sukses

Tak Cuma Industri, Pemda Ikut Cemas Jika Cukai Rokok Naik Lagi

Industri tembakau diharapkan tidak mendapatkan beban tambahan, terutama melalui kenaikan cukai yang terlalu tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman memberikan dukungannya untuk pertumbuhan sentra tembakau di daerahnya. Dukungan ini diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah serta menjaga keberlangsungan para pekerja dan petaninya. Selain itu, Pemkab Sleman juga berharap industri tembakau tidak mendapatkan beban tambahan, terutama melalui kenaikan cukai yang terlalu tinggi.

Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa, berharap pemerintah pusat sebaiknya tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada tahun 2025. Permintaan ini juga didorong karena tingginya peralihan konsumsi para perokok ke rokok yang lebih murah (downtrading) yang dapat menekan pengusaha rokok yang legal.

 

“Kenaikan cukai rokok itu ada efeknya di masyarakat. Dengan mahalnya (harga) rokok, mereka mencari rokok yang harganya menengah ke bawah, karena rokok bermerek harganya sudah terlalu mahal. Kalau tidak salah, (penerimaan) cukai (di tahun ini) juga belum memenuhi target karena hal ini,” kata Danang dikutip Minggu (8/9/2024).

Ia melanjutkan dukungan terhadap perkembangan industri tembakau di daerahnya juga dilakukan melalui pemberian izin pendirian pabrik dan gudang rokok serta memastikan legalitasnya. Selain itu, dengan berkembangnya industri tembakau di Sleman, maka Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dikembalikan pada Pemerintah Daerah juga dapat dimaksimalkan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat, terutama yang terlibat di industri tembakau.

Bagi Pemkab Sleman, kehadiran industri tembakau yang padat karya, khususnya di segmen Sigaret Kretak Tangan (SKT), juga merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan.

“(Pekerja) Industri tembakau di Sleman itu mulai dari petani sampai pabrik rokok juga ada.Saya senang ada pabrik rokok di Sleman karena pabrik rokok itu bisa menampung dan mengampu tenaga kerjanya yang diambil dari warga yang masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau artinya warga miskin. Karena pabrik rokok itu kan butuh tenaga kerja yang banyak,” terangnya.

 

2 dari 4 halaman

Dampak Kehadiran Industri Rokok

Danang menambahkan pihaknya juga belajar dari pemerintah lain yang memiliki DBHCHT yang cukup besar karena kehadiran pabrik dan gudang rokok.

“Keinginan saya, kalau ada tambahan pabrik rokok di Sleman, sehingga DBHCHT yang dikembalikan ke daerah juga besar jadi manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat setempat. Contohnya, bantuan sosial untuk buruh dan petani tembakau atau Perda terkait pemberantasan rokok ilegal,” ujarnya.

Kehadiran pabrikan rokok legal di Sleman dinilai dapat mendorong penyerapan kerja yang lebih besar, sesuai dengan inisiatif Pemkab dalam mengurangi warga miskin di Sleman dengan mendapatkan akses pekerjaan.

Tak hanya itu, pemerintah juga harus lebih serius dalam memberantas rokok ilegal yang marak di pasaran untuk turut menjaga keberlangsungan para pekerja rokok legal.

“Khusus SKT itu butuh tenaga kerja yang kebanyakan adalah perempuan untuk menjadi pelinting, yang mempunyai keterampilan dan mau dilatih,” pungkasnya. Maka, pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga keberlangsungan industri tembakau dan tenaga kerjanya, khususnya untuk SKT.

3 dari 4 halaman

Prabowo-Gibran Diminta Tak Naikkan Tarif Cukai Rokok di 2025

Masa transisi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran sejatinya bisa menjadi momentum untuk mendengar aspirasi rakyat terkait peningkatan kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang. Maka, para pekerja dan petani di industri tembakau dari sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyampaikan permohonan kepada pemerintah untuk melindungi keberlangsungannya, terutama dari rencana kenaikan cukai 2025.

Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Barat, Ateng Ruchiat, mendorong agar tidak ada kenaikan cukai rokok di tahun 2025, terutama di segmen SKT yang merupakan sektor padat karya.

Ia menekankan pentingnya mempertahankan sektor SKT agar penyerapan tenaga kerja di daerah maupun nasional dapat tetap terjaga di tengah kondisi ekonomi yang sulit dan tidak pasti.

“Kalau (kenaikan cukai rokok) disamakan seperti tahun-tahun kemarin, itu kan berat. Padahal, SKT itu sudah membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran. Kalau bisa, tidak ada kenaikan cukai ke depannya untuk SKT,” pintanya.

Pengaruh kenaikan cukai SKT, lanjutnya, berdampak pada keberlangsungan perusahaan atau pabrikan SKT sehingga turut berpengaruh pada kesejahteraan pekerja. “Kalau tidak PHK, ya nanti kenaikan upahnya yang akan jadi masalah,” terangnya.

Ateng menambahkan pihaknya akan sangat berterima kasih kepada pemerintahan baru apabila tidak ada kenaikan cukai SKT pada 2025. “Sangat penting bagi pemerintah baru untuk mempertimbangkan aspirasi kami ini, karena SKT memiliki penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak,” jelasnya.

 

4 dari 4 halaman

Kenaikan Cukai Rokok

Di kesempatan terpisah, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat, Sahminudin juga menyatakan kenaikan cukai rokok di beberapa tahun belakang sangat memberatkan pihaknya.

“Angka kenaikan cukai rokok selalu di atas 10%. Industri tembakau sudah tidak sanggup lagi dibebani kenaikan cukai yang tinggi secara terus-menerus,” serunya. Bahkan, untuk sektor padat karya seperti SKT, ia mengusulkan bahwa idealnya tidak ada kenaian cukai.

Sahminudin melanjutkan tarif cukai SKT seharusnya tidak mengalami kenaikan cukai karena sektor ini telah mengalami banyak tantangan. “Tanpa ada tekanan kenaikan cukai pun, SKT tetap punya banyak tantangan. Jika tarif cukai SKT dinaikkan lagi, dampaknya akan semakin berat untuk kami,” ungkapnya.