Sukses

Khawatirkan Keamanan di Laut Merah, Perusahaan Pelayaran Terbesar Dunia Alihkan Rute

Hapag-Lloyd dari Jerman mengatakan mereka menganggap perjalanan melalui salah satu rute perdagangan paling populer di dunia masih "terlalu berbahaya

Liputan6.com, Jakarta Salah satu perusahaan pelayaran logistik terbesar di dunia, Hapag-Lloyd mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan melanjutkan operasional di Terusan Suez, meskipun ada operasi militer internasional untuk menjaga keamanan wilayah tersebut.

Seperti diketahui, pemberhentian operasional perusahaan logistik global terjadi setelah serangan kelompok militan Houthi yang menargetkan kapal-kapal kargo di Laut Merah.

Beberapa perusahaan telah berhenti menggunakan rute tersebut setelah terjadinya serangan.

Dikutip dari BBC, Kamis (28/12/2023) Hapag-Lloyd dari Jerman mengatakan mereka menganggap perjalanan melalui salah satu rute perdagangan paling populer di dunia masih "terlalu berbahaya", dan mereka akan terus mengubah rute kapal-kapalnya melalui Tanjung Harapan.

Diketahui, Hapag-Llyod dikenal sebagai perusahaan pelayaran terbesar kelima di dunia berdasarkan kapasitas.

Seorang juru bicara menambahkan bahwa mereka akan meninjau keputusannya pada Jumat besok (29/12).

Hapag-Lloyd mengungkapkan bahwa 25 kapalnya menghadapi pengalihan.

Lamanya penundaan yang dihadapi kapal dalam mencapai tujuannya bervariasi, mulai dari 18 hari bagi kapal yang menuju atau dari Mediterania timur, hingga 10-14 hari bagi mereka yang melakukan perjalanan ke atau dari Eropa Utara, dan 7 hari untuk perjalanan pantai timur AS.

Sementara itu, perusahaan pelayaran asal Denmark, Maersk telah mengumumkan akan melanjutkan operasionalnya di Laut Merah.

Pengumuman Hapag-Lloyd muncul sehari setelah Perusahaan Pengiriman Mediterania (MSC) mengatakan bahwa salah satu kapal kontainernya diserang saat transit di Laut Merah bagian selatan dalam perjalanan ke Pakistan dari Arab Saudi.

Sebagai informasi, Terusan Suez berlokasi di sebelah utara Laut Merah, jalur ini menjadikan rute tersebut sebagai salah satu rute terpenting di dunia untuk pengiriman barang konsumsi, minyak, dan gas alam cair.

Rute alternatif, di sekitar Tanjung Harapan, menambah jarak perjalanan sekitar 3.500 mil laut - menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan barang yang diangkut melalui Terusan Suez, dan kenaikan harga untuk menutupi biaya transportasi yang lebih tinggi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Harus Waspadai Krisis Logistik di Laut Merah

Serangan kelompok militan Houthi di Laut Merah menimbulkan kekhawatiran keamanan terhadap kapal-kapal pembawa logistik besar, yang secara kolektif mewakili sekitar 60 persen perdagangan global.

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah memindahkan rute dan menghentikan layanan mereka di Laut Merah.

MSC, Maersk, Hapag Lloyd, CMA CGM, Yang Ming Marine Transport dan Evergreen semuanya mengatakan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan di Laut Merah untuk menjamin keselamatan pelaut dan kapal mereka.

Sejauh ini, perusahaan logistik telah memindahkan kargo senilai lebih dari USD 30 miliar atau Rp. 465,2 triliun dari Laut Merah, imbas ancaman serangan dari militan Houthi.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa masyarakat dunia, termasuk Indonesia untuk tidak meremehkan dampak krisis logistik di Laut Merah, meski sasaran Houthi adalah kapal kargo negara barat.

"Dunia saat ini sedang alami fragmentasi rantai pasok, ditambah gangguan logistik yang terjadi adalah delay pengiriman yang merugikan banyak pihak," kata Bhima kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (20/12/2023).

Bhima pun menyerukan agar Pemerintah Indonesia waspada dan memantau terus situasi di Laut Merah, juga mengantisipasi jika situasi memburuk.

"Kalau sampai kargo komoditas seperti minyak yang diserang bisa saja harga energi meningkat drastis, dan mempengaruhi subsidi energi di Indonesia,” jelasnya.

3 dari 3 halaman

Dampak Ekonomi Jangka Pendek dan Menengah

Sementara itu, dalam perekomonian dunia untuk jangka pendek dan menengah, Bhima mengingatkan akan terjadi perubahan rute logistik, kemudian biaya keamanan dan asuransi akan meningkat.

“Imbasnya biaya logistik jadi lebih mahal,” imbuhnya.

"Jika kondisi memburuk tidak menutup kemungkinan tujuan ekspor di negara sekitar Laut Merah akan mengalami pelambatan,” tambah dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.