Sukses

Duh, Banyak Orang Indonesia Pakai Pinjol untuk Judi Online

Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, membeberkan fakta bahwa banyak masyarakat yang meminjam dari fintech peer to peer landing atau pinjaman online (pinjol) untuk bermain judi online.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, membeberkan fakta bahwa banyak masyarakat yang meminjam dari fintech peer to peer landing atau pinjaman online (pinjol) untuk bermain judi online.

"Fakta di maysarakat, banyak sekali orang yang pinjol, pinjem pinjol buat judi online. Ini nge-link kan berarti, masyarakat cari duit yang paling gampang," ujar Sarjito di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Temuan itu didapatkannya dari hasil pengalaman turun ke lapangan. Menurut dia, judi seolah sudah jadi tradisi lama bagi masyarakat yang ingin mendapatkan yang dengan cara cepat, bahkan sebelum adanya fintech P2P lending.

 

"Saya baru tahu juga karena saya turun ke masyarakat, saya dengar-dengar dan akhirnya ngerti, masyarakat yang pinjem di pinjol ilegal itu dipakai untuk judi online. Karena masyarakat selalu tertarik memeroleh keuntungan yang simple dan cepat dengan judi," ungkapnya.

"Dari zaman dulu, banyak sekali masyarakat yang pasang nomor, judi togel, itu faktanya," tegas Sarjito.

Untuk diketahui, OJK pada Oktober 2023 lalu telah melakukan pemblokiran terhadap 1.700 rekening bank yang mempunyai keterkaitan dengan kasus judi online.

Bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemblokiran tersebut dilakukan OJK sebagai bentuk pemberantasan judi online yang saat ini tengah menjamur di masyarakat.

"Ini hasil kerja sama dengan Kominfo. Kalau melihat data, jumlah rekening yang sudah diblokir sekitar 1.700-an dan ini masih terus berkembang sebetulnya," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae beberapa waktu lalu.

Dian menerangkan, saat ini beberapa bank tengah membangun sebuah sistem yang mampu mendeteksi, apakah suatu rekening tersebut berkaitan dengan bisnis judi online atau tidak.

Oleh karena itu, OJK meminta kepada pihak bank untuk segera melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menindaklanjuti status masing-masing rekening yang terkait dengan judi online, sehingga dapat dipastikan langkah yang harus dilakukan.

"Kami juga meminta kepada bank-bank untuk melaporkan kepada PPATK untuk menindaklanjuti lebih lanjut bagaimana sebetulnya status dari masing-masing rekening itu sehingga lebih bisa dipastikan langkah-langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya," tutur Dian.

Adapun berdasarkan laporan PPATK, selama periode 2017-2022 perputaran dana judi online telah mencapai Rp 190 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 887 jaringan bandar dan 156 juta transaksi ilegal. Kominfo juga telah melakukan pemutusan akses atau penghapusan terhadap 60.582 konten perjudian online.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jangan Salah Pilih, OJK Ramal Pinjol Ilegal Naik Signifikan saat Natal dan Tahun Baru

Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, meminta masyarakat waspada atas pergerakan pinjol ilegal pada musim Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023/2024.

Pasalnya, ia meyakini aktivitas pinjol ilegal akan semakin berkeliaran di penghujung tahun ini. Khususnya dalam menawarkan jasa pinjaman kilat namun tak berizin dari otoritas bersangkutan.

"Mengenai kenaikan, tidak hanya biasanya, ini pasti naik untuk Nataru ini. Tolong diperhatikan, ini sangat berbahaya. Angkanya kita tidak punya angka yang pasti, tapi sudah pasti naik," ujar Sarjito di Jakarta Theater, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Berkaca dari pengalamannya terjun ke lapangan, ia mengungkapkan banyak sekali masyarakat yang menarik pinjaman di pinjol ilegal untuk membiayai aktivitas ilegal juga.

"Logikanya ada kebutuhan yang meningkat, dan tentu akan ada aktivitas yang meningkat, biasanya orang mencari yang simpel aja. Mereka tidak mau yang berizin, tapi tolong risikonya ambil sendiri," paparnya.

"Saya selalu katakan, pinjam lah di pinjol yang berizin dari OJK only," pinta Sarjito.

Senada, Kepala Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menilai, masyarakat yang terdesak kebutuhan konsumtif kerap mencari pinjaman yang gampang.

"Kalau pinjol ilegal, terkadang baru WA dan kasih nomor rekening, tiba-tiba dana sudah masuk. Memang masyarakat yang terus harus dididik dan diedukasi. Jangan pakai yang pinjol ilegal," bebernya.

Sebelum ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), aktivitas pinjol ilegal sebelumnya hanya masuk ranah pidana umum. Namun, Kiki menambahkan, sekarang sudah ada delik khusus yang diharapkan bisa memberi efek jera kepada pelaku.

"Ini sedang on process. Ini baru kami konsolidasi dan merapatkan barisan dengan 16 kementerian/lembaga Satgas PASTI untuk kami kejar dan memberikan efek jera. Harapannya itu akan semakin memperkecil mereka dan memberikan efek kapok," tuturnya.

3 dari 3 halaman

2 Mata Pisau Pinjol, Dibutuhkan tapi Bisa Menjerat

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyebut pinjaman online (Pinjol) masih menjadi alternatif yang diperlukan masyarakat ketika membutuhkan pembiayaan dengan cepat.

"Ini merupakan alternatif yang betul-betul diperlukan," kata Mahendra Siregar dalam sambutannya di acara Apresiasi Media Massa di Hotel Kempinski Indonesia, Jakarta, Selasa (28/11/2023).

Hal itu terbukti dari akumulasi nilai outstanding pembiayaan peer to peer lending yang sudah mendekati nominal Rp 600 triliun. Berdasarkan data OJK, mayoritas masyarakat yang menggunakan pinjol sebagai alternatif pembiayaan merupakan mereka yang belum memiliki akses ke industri perbankan.

"Mengenai pinjaman online, realitanya adalah akumulasi dari outstanding pembiayaan yang sudah disalurkan sudah mendekati Rp 600 triliun, dan tentu pihak yang belum memiliki akses langsung atau memiliki keterbatasan pada pembiayaan yang ada yang dilakukan industri yang lain," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini