Sukses

Penerbangan di Afrika Ini Jadi yang Termahal di Dunia, Segini Harganya

Biaya penerbangan bahkan seringkali lebih murah untuk terbang ke benua lain daripada ke negara Afrika lainnya.

Liputan6.com, Jakarta Afrika menjadi kawasan dengan biaya penerbangan termahal di dunia, dibandingkan kawasan lainnya di dunia. Di sana, wisatawan harus membayar harga tiket yang lebih tinggi dan pajak yang lebih tinggi.

Biaya penerbangan bahkan seringkali lebih murah untuk terbang ke benua lain daripada ke negara Afrika lainnya.

Melansir BBC, Selasa (11/7/2023) sebagai perbandingan singkat, biaya penerbangan dari  Berlin ke Istanbul mungkin akan menelan biaya sekitar USD 150 atau sekitar Rp 2,2 juta untuk penerbangan langsung yang memakan waktu kurang dari tiga jam.

Tetapi untuk penerbangan dengan jarak yang sama, katakanlah antara Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo, dan kota terbesar Nigeria, Lagos, dikenakan biaya antara USD 500 dan USD 850 atau Rp 12,8 juta, dengan setidaknya satu perubahan, memakan waktu hingga 20 jam.

Hal ini membuat kegiatan bisnis di Afrika sangat sulit dan menelan biaya yang mahal. Bahkan, bukan hanya pelancong elit yang terpengaruh.

Di sisi lain, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) badan perdagangan global yang mewakili sekitar 300 maskapai penerbangan yang membentuk sekitar 83 persen lalu lintas udara dunia - berpendapat bahwa jika hanya 12 negara utama di Afrika yang bekerja sama untuk meningkatkan konektivitas dan membuka pasar mereka, langkah itu akan menciptakan 155.000 pekerjaan dan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara tersebut lebih dari USD 1,3 miliar.

"Penerbangan berkontribusi langsung terhadap PDB di setiap negara. Penerbangan menghasilkan pekerjaan dan mengaktifkan perekonomian," kata Kamil al-Awadhi, wakil presiden regional IATA untuk Afrika dan Timur Tengah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Transportasi Udara Sebagai Pilihan Praktis Roda Ekonomi Afrika

Adefolake Adeyeye, asisten profesor hukum komersial di Universitas Durham Inggris, mengatakan bahwa Afrika secara keseluruhan masih tertinggal karena layanan udaranya yang buruk.

"Terbukti bahwa transportasi udara meningkatkan perekonomian. Seperti yang telah kita lihat di benua lain, maskapai murah dapat meningkatkan konektivitas dan biaya, yang meningkatkan pariwisata, yang kemudian menciptakan lebih banyak lapangan kerja," katanya.

Kualitas jaringan jalan yang buruk dan kurangnya jalur kereta api di banyak negara Afrika sering menjadikan transportasi udara sebagai pilihan praktis untuk kargo.

Tetapi dikarenakan keadaan darurat iklim, hal ini membuat setiap orang harus lebih berhati-hati tentang jejak karbon mereka dan harus mengurangi terbang.

Tetapi meskipun sekitar 18 persen dari populasi dunia tinggal di Afrika, jumlah itu menyumbang kurang dari 2 persen dari perjalanan udara global dan, menurut Program Lingkungan PBB, hanya 3,8 persen  dari emisi gas rumah kaca global. Ini berbeda dengan 19% dari AS dan 23% dari China.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini