Sukses

Eropa Larang Produk Hasil Deforestasi, Airlangga Hartarto: Indonesia Cuma Punya Waktu 18 Bulan

Kebijakan Uni Eropa soal produk deforestasi ini dinilai bersifat diskriminatif dan punitif tidak hanya akan berdampak buruk bagi perdagangan internasional, tetapi juga akan menghambat upaya industri kelapa sawit dalam mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Uni Eropa akan segera mengimplementasikan kebijakan European Union Deforestation Regulations (EUDR). Aturan ini untuk mencegah produk dan komoditas yang terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan berada di pasar Uni Eropa.

“Indonesia punya potensi 18 bulan dari sekarang Bu Menteri Keuangan, karena mereka mau buat implementing regulation dalam 18 bulan,” kata Airlangga Hartarto dalam acara The New SINSW dan agenda diskusi: Let's Talk about INSW, Jumat (9/6/2023).

Oleh karena itu, Menko Airlangga mengingatkan sektor logistik Indonesia ke depan akan menghadapi hambatan dan tantangan yang cukup berat karena regulasi terbaru dari Uni Eropa.

Diketahui, dalam kebijakan EUDR terdapat beberapa komoditas Indonesia yang dibatasi, diantaranya minyak sawit dan produk turunannya, kopi, kedelai, kakao, daging sapi dan kayu. Kemudian, komoditas karet, kertas, kulit dan produk turunannya turut termasuk dalam komoditas yang dibatasi EUDR.

Airlangga menilai kebijakan EUDR merupakan regulasi untuk mengatur negara lain. Selain itu, sebelumnya disebutkan, kebijakan EUDR ini dinilai bersifat diskriminatif dan punitif tidak hanya akan berdampak buruk bagi perdagangan internasional, tetapi juga akan menghambat upaya industri kelapa sawit dalam mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

"Jadi ini sebuah regulasi yang dibuat mengatur negara lain, biasanya kita regulasi mengatur diri sendiri, tapi ini mengatur operator negara lain. Nah tentu ini logistik akan menjadi isu utama karena sebelum barang ini clear, nggak bisa ke sana atau verifikasi tambahan," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

27 Negara Uni Eropa Adopsi Aturan Baru Soal Terkait Deforestasi hingga Kelapa Sawit

Sebelumnya, 27 negara Uni Eropa secara resmi mengadopsi aturan baru soal mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia.

Berdasarkan undang-undang tersebut, perusahaan yang memperdagangkan minyak sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai perlu memverifikasi bahwa barang yang mereka jual di UE tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di mana pun di dunia sejak 2021.

Peraturan tersebut juga mencakup produk turunan seperti cokelat atau kertas cetak, dikutip dari laman Washington Post, Senin (22/5/2023).

Menurut Uni Eropa, hutan adalah cara alami yang penting untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca dari atmosfer, karena tumbuhan menyerap karbon dioksida saat tumbuh.

Menurut World Resource Institute, kawasan hutan seluas 10 lapangan sepak bola menghilang di dunia setiap menit dan Uni Eropa mengatakan bahwa tanpa peraturan baru itu dapat bertanggung jawab atas hilangnya 248.000 hektar (612.000 hektar) deforestasi per tahun — permukaan hampir seluas negara anggota Luksemburg.

“Diimplementasikan secara efektif, undang-undang tersebut dapat secara signifikan mengurangi emisi rumah kaca yang dihasilkan dari pembukaan hutan tropis untuk makanan dan komoditas lainnya,” kata Stientje van Veldhoven, direktur regional Institut Sumber Daya Dunia untuk Eropa.

“Dan itu bisa membantu melindungi keanekaragaman hayati dan sumber daya air yang kritis di hutan hujan tropis.”

3 dari 3 halaman

Upaya UE Agar Produsen Dunia Bisa Beradaptasi

Undang-undang ini kemudian akan memaksa perusahaan untuk menunjukkan bahwa barang yang mereka impor mematuhi aturan di negara asal, termasuk tentang hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat adat.

Van Veldhoven menambahkan bahwa UE sekarang harus bekerja sama dengan negara produsen untuk memastikan mereka dapat beradaptasi dengan undang-undang baru tanpa merugikan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat mereka.

“Ini membutuhkan insentif bagi kelompok rentan seperti petani kecil untuk beralih ke praktik bebas deforestasi, memastikan mereka tidak tertinggal dalam transisi ini,” katanya.

Hutan di seluruh dunia semakin terancam oleh penebangan kayu dan pertanian, termasuk kedelai dan kelapa sawit.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memperkirakan bahwa 420 juta hektar (1,6 juta mil persegi) hutan — area yang lebih luas dari UE — dihancurkan antara tahun 1990 dan 2020.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.