Sukses

KPK Ungkap 16 Pegawai Kemenkeu Terlibat Transaksi Mencurigakan Rp 8,5 Triliun, Ini Daftarnya

KPK membeberkan tindak lanjut 33 Laporan Hasil Analisis yang telah diterima dari PPATK terkait transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) . Dari jumlah tersebut KPK menyebutkan ada 16 nama yang sudah menjadi tersangka dan terpidana.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan tindak lanjut 33 Laporan Hasil Analisis (LHA) yang telah diterima dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari jumlah tersebut KPK menyebutkan ada 16 nama yang sudah menjadi tersangka dan terpidana. 

Laporan ini merupakan tindak lanjut dari Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)  yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, dari jumlah tersebut ada 2 Laporan Hasil Analisis yang tidak terdapat dalam database KPK. Selanjutnya terdapat 5 LHA yang saat ini masih dalam proses penelaahan.

"Tahap penyelidikan sampai hari ini berjalan sebanyak 11 LHA PPATK," kata dia dikutip dari Youtube Komisi III DPR RI, Rabu (7/6/2023).

Sedangkan 12 LHA saat ini sudah dalam tahap penyidikan dan 5 LHA sudah dilimpahkan ke Mabes Polri.

"Total semuanya 33 LHA PPATK yang kami terima dari satgas TPPU yang dibentuk oleh Menko Polhukam," kata dia.

Firli melanjutkan, dari 33 LHA tersebut nilai transaksinya mencapai Rp 25,36 triliun.

Ia pun kemudian merincikan dari 12 LHA yang menjalani proses hukum. Dari 12 LHA tersebut terdapat 16 nama.

Berikut rinciannya:

  1. Adhi Pramono (tersangka) nominal transaksi Rp 60,16 miliar
  2. Eddi Setiadi (terpidana) nominal transaksi Rp 51,80 miliar
  3. Istadi Prahastanto (terpidana) nominal transaksi Rp 3,99 miliar
  4. Heru Sumarwanto (terpidana) Rp 3,99 miliar
  5. Sukiman (terpidana) nominal transaksi Rp 15,61 miliar
  6. Natan Pasomba (terpidana) nominal transaksi Rp 40 miliar
  7. Suherlan (terpidana) nominal transaksi Rp 40 miliar
  8. Yul Dirga (terpidana) nominal transaksi Rp 53,88 miliar
  9. Hadi Sutrisno (terpidana) nominal transaksi Rp 2,76 triliun
  10. Agus Susetyo (terpidana) nominal transaksi Rp 818,29 miliar
  11. Aulia Imran Maghribi (terpidana) nominal transaksi Rp 818,29 miliar
  12. Ryan Ahmad Rinas (terpidana) nominal transaksi Rp 818,29 miliar
  13. Veronika Lindawati (terpidana) nominal transaksi Rp 818,29 miliar
  14. Yulmanizar (terpidana) nominal transaksi Rp 3,22 triliun
  15. Wawan Ridwan (terpidana) nominal transaksi Rp 3,22 triliun
  16. Alfred Simanjuntak (terpidana) nominal transaksi Rp 1,27 triliun.

"Kami ingin sampaikan dari 16 tersangka tersebut dengan nilai transaksi Rp 8,5 triliun sudah kami tuntaskan," kata Firli.

"Kami memang tidak banyak bicara, tapi kita kerjakan," tambah Firli.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Resmi, Mahfud MD Bentuk Satgas Dugaan Pencucian Uang Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD akhirnya membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menyelidiki dugaan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Satgas khusus ini bertugas untuk memeriksa apakah benar ada praktik pencucian uang di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun.

“Saya sampaikan hari ini pemerintah bentuk satgas yang dimaksudkan, yaitu satgas dugaan tindak pidana pencucian uang,” kata Mahfud MD di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023).

Satgas ini dibentuk berdasarkan evaluasi penanganan laporan hasil analisis, laporan hasil pemeriksaan dan adanya dugaan Tindak Pidana Pencuang Uang (TPPU) pada rapat komite TPPU tanggal 10 april 2023. Termasuk juga sebagai hasil keputusan rapat Komite TPPU pada tanggal 10 April 2023 yang disampaikan kepada DPR melalui Rapat Dengan Pendapat di Komisi III DPR pada 11 april 2023.

Mahfud menjelaskan Satgas TPPU ini terdiri dari 3 bagian yakni tim pengarah, tim pelaksana dan kelompok kerja.

Tim pengarah terdiri dari tiga orang pimpinan, yakni Ketua Komite TPPU Mahfud MD, Wakil Ketua Komite Airlangga Hartarto dan Sekretaris merangkap anggota Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Tim pelaksana terdiri dari berbagai perwakilan kementerian/lembaga. Antara lain, Ketua Deputi 3 Kemenko Polhukam dan wakilnya Deputi 5 Kemenko polhukam. Direktur analisis dan pemeriksaan 1 PPATK sebagai sekretaris.

Sementara itu, anggotanya terdiri dari Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Dirjen Bea Cukai, Askolani, Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh. Selain itu ada juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Wakil Kabareskrim Polri Deputi bidang Kontra Intelijen BRIN , dan Deputi Analisis PPATK.

Mahfud menegaskan keberadaan Ditjen Pajak dan Bea Cukai dalam tim ini karena dua lembaga tersebut yang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan memiliki kewenangan pro justisia.

“Memang penyidik pajak dan bea cukai ada ditjen pajak dan bea cukai karena dia yang menindaklanjuti dan pung kewenangan pro justitia,” kata dia.

3 dari 3 halaman

Satgas TPPU Prioritaskan Laporan Hasil Pemeriksaan Rp 189 Triliun

Dia menambahkan kedua tim ini akan dibantu dua kelompok kerja (pokja) 1 dan 2. Satgas TPPU ini pun sudah mulai aktif bekerja setelah diumumkan hingga akhir Desember 2023.

Sebagai informasi, Satgas TPPU ini akan memprioritaskan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun di Kementerian Keuangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses hukum yang dilakukan anak buah Menkeu Sri Mulyani berhubungan dengan LHP lainnya.

Tak hanya itu, nantinya satgas juga akan mendalami sejumlah laporan yang persoalannya sudah ditindaklanjuti. Mahfud mengatakan berdasarkan hukum TPPU laporan yang ditindaklanjuti belum tentu diselesaikan, bisa jadi sebagai pintu masuk proses TPPU.

Jika proses hukum yang dilakukan Kementerian Keuangan telah mencapai keputusan inkrah tetapi masih ada kesalahan, maka hal tersebut bisa dijadikan sebagai tindak pidana asal dalam pengungkapan TPPU.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini