Sukses

Jaringan Bioskop Terbesar Kedua Dunia Ajukan Pailit Usai Sulit Bangkit dari Covid-19

Cineworld, jaringan bioskop terbesar kedua di dunia dikabarkan akan mengajukan pailit atau bangkrut, setelah gagal bangkit dari pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Jaringan bioskop terbesar kedua di dunia, Cineworld, tengah bersiap mengajukan pailit atau kebangkrutan, setelah gagal bangkit dari dampak pandemi Covid-19.

Dilansir dari The Guardian, Senin (22/8/2022), perusahaan asal London, Inggris itu menghadapi utang sebesar USD 4,8 miliar atau setara Rp 71,3 triliun, akibat kerugian yang terjadi karena penutupan bioskop selama pandemi Covid-19.

Cineworld, yang memiliki 751 bioskop di 10 negara telah menyewa pengacara dari Kirkland & Ellis dan konsultan dari ahli restrukturisasi AlixPartners untuk memberi nasihat tentang proses penyelesaian utangnya.

Perusahaan itu mengatakan sedang dalam diskusi aktif dengan berbagai pemangku kepentingan dan mengevaluasi opsi strategis untuk mendapatkan likuiditas tambahan serta potensi merestrukturisasi neraca untuk mengurangi utang.

"Setiap transaksi kemungkinan akan mengakibatkan dilusi yang sangat signifikan dari kepentingan ekuitas yang ada di Cineworld," terang Cineworld. 

Pekan lalu, Cineworld mengatakan operasi bisnisnya diharapkan tetap tidak terpengaruh oleh langkahnya untuk mencari stabilitas keuangan dan "berharap terus memenuhi kewajiban rekanan bisnis yang sedang berlangsung".

Pada akhir 2021 lalu, Cineworld sempat melakukan pembayaran sekitar USD 1 miliar karena menarik diri dari kesepakatan untuk pembelian saingannya di Kanada, Cineplex.

Akibat dibatalkannya pembelian itu, Cineworld melaporkan peningkatan utang bersih senilai Rp 71,3 triliun pada akhir tahun 2021.

Tak hanya itu, Cineworld sebelumnya bahkan sudah merugi USD 708 juta (Rp 10,5 triliun) tahun lalu.

Namun, pendapatan Cineworld sempat meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi USD 1,8 miliar (Rp 26,7 triliun) berkat perilisan film James Bond dan Spider-Man terbaru.

Pada tahun 2020, atau tepatnya di awal pandemi, perusahaan melaporkan rekor kerugian hingga USD 3 miliar (Rp 44,6 triliun).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cineworld Kesulitan Pikat Penonton Pasca Pandemi?

Susannah Streeter, analis pasar dan investasi senior di Hargreaves Lansdown, menyebut Cineworld telah gagal memikat cukup banyak penonton film untuk membantu membayar kembali utangnya yang sangat besar.

"Harapan telah dibangkitkan bahwa perilisan pertama film mata-mata, kemudian pahlawan super, kemudian pilot pesawat tempur akan terbukti menjadi peluru ajaib bagi perusahaan, tetapi belum cukup banyak film laris yang datang untuk meredamkan kemalangan," ujarnya, dikutip dari BBC.

Namun Peter Williams, mantan direktur non-eksekutif di Cineworld, mengatakan kepada BBC bahwa menurutnya harga tiket bioskop masih terlalu rendah.

"Saya selalu merasa harga tiket atau headline ticket price hampir terlalu rendah. Maksudku, ini masih malam yang sangat murah," ungkap Williams.

Dia menambahkan bahwa sementara Cineworld kemungkinan akan menghadapi restrukturisasi besar-besaran, dia percaya bahwa langkah itu akan muncul sebagai bisnis yang layak.

"Ini adalah bisnis besar dan orang-orang masih ingin keluar dan pergi ke bioskop," pungkasnya.

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Covid-19 Hambat Ekonomi China, Perusahaan Kakap Alibaba dan Tencent Perketat Pinggang

Perusahaan e-commerce terbesar di China, Alibaba dan media sosial Tencent merasakan efek dari perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh wabah terbaru Covid-19 di China, yang berdampak pada belanja konsumen hingga anggaran iklan.

Kedua perusahaan besar itu melaporkan perlambatan pendapatan untuk pertama kalinya di kuartal kedua 2022. 

Dilansir dari CNBC International, Senin (22/8/2022) Tencent membukukan penurunan pendapatan kuartalan year-on-year untuk pertama kalinya.

Karena pendapatan tetap berada di bawah tekanan, baik Alibaba maupun Tencent disebut lebih disiplin saat ini dalam pendekatan mereka terhadap pengeluaran.

"Selama kuartal kedua, kami secara aktif keluar dari bisnis non-inti, memperketat pengeluaran pemasaran kami, dan memangkas biaya operasional," ungkap CEO Tencent Ma Huateng kepada analis.

"Ini memungkinkan kami untuk meningkatkan pendapatan secara berurutan meskipun dalam kondisi yang sulit," jelasnya. 

Adapun Presiden Tencent Martin Lau yang mengatakan bahwa perusahaannya keluar dari bisnis non-inti seperti pendidikan online, e-commerce, dan game dari layanan streaming langsung.

Perusahaan juga memperketat pengeluaran pemasaran dan mengurangi area investasi yang rendah seperti akuisisi pengguna. Beban penjualan dan pemasaran Tencent turun 21 persen YoY di kuartal kedua.

Jumlah karyawan perusahaan yang berkantor pusat di Shenzhen juga turun hingga 5.000 personel dibandingkan kuartal pertama.

Sementara itu, Chief strategy officer di Tencent yakni James Mitchell meyakini bahwa dengan inisiatif ini ditambah investasi di area baru, perusahaan dapat "mengembalikan bisnis ke pertumbuhan pendapatan year-on-year, bahkan jika lingkungan makro tetap seperti sekarang ini dan bahkan jika pertumbuhan pendapatan tetap datar".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.