Sukses

Banggar Minta Pemerintahan Kurangi Pembiayaan Utang

Risiko terbesar atas melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia adalah pukulan langsung terhadap perdagangan internasional Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR meminta Pemerintahan Jokowi disiplin mengelola defisit APBN 2023 dikisaran 2,61-2,85 persen Produk Domestik Bruto (PDB), dengan menjaga tingkat utang pada tahun depan pada kisaran 40,58 persen PDB.

Selain itu, Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah juga meminta agar Pemerintah bisa mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan utang, apalagi tren tingkat bunga utang yang semakin tinggi.

“Banggar DPR mengharapkan pemerintah melakukan optimalisasi serapan SAL tahun sebelumnya, mendorong kontribusi dividen BUMN lebih besar, serta mengembangkan berbagai skema pembiayaan yang lebih kreatif,” kata Said Abdullah dalam keterangannya, Kamis (18/8/2022).

Menurutnya, bauran kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter harus saling menopang dalam upaya pengendalian inflasi, dan nilai tukar, serta pengenaan berbagai macam insentif dan deinsentif pada sektor riil.

“Keseimbangan kebijakan ini sangat penting untuk memastikan keseluruhan kebijakan fiskal dan moneter kolaboratif dalam merespon gejolak eksternal,” ujarnya.

Disisi lain, Banggar DPR memiliki pandangan yang sejalan dengan pemerintah dalam melihat tantangan yang kemungkinan kita hadapi pada tahun depan.

Pertama, terkait inflasi tinggi di sejumlah kawasan, bahkan negara negara maju (Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Turki, dll) menahan tingkat konsumsi global. Tertahannya tingkat konsumsi global berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi dunia.

Bahkan, per April 2022 lalu, IMF telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen. Sedangkan Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada kisaran 3,2 persen.

Risiko terbesar atas melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia adalah pukulan langsung terhadap perdagangan internasional Indonesia. Menurunnya ekspor dan impor sangat mempengaruhi atas permintaan ekonomi. Resiko serupa potensial kita hadapi pada pasar keuangan dalam negeri.

“Tanda tanda capital outflow terus berjalan, khususnya pada negara negara emerging market. Hingga Agustus 2022 ini modal keluar telah mencapai Rp 126 triliun year to date,” ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tantangan Kedua

Tantangan kedua, respon kebijakan sejumlah negara maju menahan laju inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan secara serial membuat tekanan pada sektor moneter. The Fed Rate setidaknya telah menaikkan suku bunga acuan hingga 225 basis point sejak awal tahun ini.

“Dua pukulan sekaligus kita terima, pertama tren kenaikan Yield SBN 10 tahun terus merambat naik sejak awal tahun dan memuncak pada Juli lalu yang mencapai 7,30 persen. Kedua kecenderungan nilai tukar rupiah terhadap US Dolar juga naik,” katanya.

Said menilai, efek terhadap kedua pukulan pada sektor keuangan ini berkonsekuensi kita harus menanggung biaya dana (cost of fund) yang naik. Kendati rasio utang pemerintah perlu Juli 2022 menunjukkan penurunan ke level 37,91 persen PDB.

“Tetap saja kecenderungan kita menghadapi kewajiban imbal hasil SBN yang cenderung naik. Permintaan terhadap USD sebagai kewajiban pembayaran utang dan perdagangan, termasuk di pasar keuangan mengakibatkan penyediaan dana untuk USD akan lebih mahal,” ungkapnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Tantangan Ketiga dan Keempat

Tantangan ketiga, situasi ekonomi dunia yang tidak menentu telah meningkatkan banyak negara terjerumus dalam hutang tidak sehat. IMF memprediksikan lebih dari 60 negara akan rontok ekonominya, dan gagal bayar utang. Situasinya kurang lebih sama dengan apa yang dihadapi oleh Sri Lanka saat ini.

“Revolving Risk naik tajam. Ibarat rumus politik, kehancuran ekonomi bisa berujung pada krisis politik dan keamanan. Oleh sebab itu kita harus mewaspadai situasi ini pada tahun politik mendatang,” ujarnya.

Keempat, perang Ukraina dan Rusia tampaknya belum ada tanda tanda akan berakhir. Karena perang inilah harga komoditas dunia, termasuk energi melambung tinggi. Embargo yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap produk produk Rusia yang menjadi rantai pasok global terhenti dengan serta merta.

Tidak banyak negara memiliki produk subtitusinya dengan cepat. Supply and demand berjalan pincang, kenaikan harga tidak terhindarkan.

 

4 dari 4 halaman

Tantangan Kelima

Tantangan terakhir, pandemi Covid19 dan Cacar Monyet (Monkey Pox) harus kita waspadai sebagai bahaya laten. Meskipun pandemi covid19 di Indonesia masih terkendali, sejalan dengan meningkatnya penduduk tervaksin covid19 pada dosis 2 dan booster, namun tidak berarti kita bebas dari meningkatnya penduduk terinfeksi covid-19.

“Kewaspadaan dan disiplin prokes harus tetap kita biasakan disemua tempat. Ancaman Cacar Monyet juga harus kita antisipasi pada setiap kedatangan internasional. Kewaspadaan tinggi terus ditingkatkan oleh segenap pihak agar Cacar Monyet tidak menjadi faktor baru yang melibas ekonomi kita seperti saat kita bobol menghadapi covid-19,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.