Sukses

Penjelasan Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi Soal Pencabutan Izin ACT

Simak penjelasan Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi soal pencabutan izin PUB Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi memberikan penjelasan terkait pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022.

Pencabutan izin ACT itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 pada 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.

"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir Effendi, dikutip Kamis (7/7/2022).

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan bahwa pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap ijin-ijin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.

Di hari yang sama saat pencabutan izin ACT, Kementerian Sosial juga mengundang pengurus yayasan tersebut termasuk Presiden ACT Ibnu Khajar untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat.

Sebagai informasi, ACT dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan publik menyusul beredarnya laporan terkait penyelewengan dana donasi untuk kepentingan pribadi, gaji pimpinan ratusan juta, hingga pendanaan terorisme oleh yayasan amal tersebut. 

Dugaan penyelewengan donasi umat di ACT sempat viral di platform Twitter, setelah diulas dalam majalah nasional, Tempo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Polri Masih Selidiki Dugaan Penyelewengan Dana ACT

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan adanya transaksi yang dilakukan oleh ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hasil pemeriksaan yang dilakukannya itu telah diserahkan ke sejumlah lembaga aparat penegak hukum seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Ivan saat dihubungi pada Selasa kemarin (5/7).

Secara terpisah, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri mengatakan masih menyelidiki terkait hasil penelusuran PPATK terkait dengan lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian menerangkan, penyelidikan itu dilakukan untuk menggali sejumlah fakta atas kasus tersebut.

"Sampai saat ini masih penyelidikan, penyidik masih berupaya menggali fakta-fakta apakah ada unsur pidana atau tidak," kata Andi Rian saat dihubungi, Rabu (6/7/2022).

Selain itu, jenderal bintang satu ini menjelaskan, kasus ini dilakukan penyelidikan oleh pihaknya karena memang ternyata sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri.

"Pelapor PT Hydro, melakukan kerjasama dengan ACT, namun tidak berjalan," ujarnya.

3 dari 4 halaman

ACT Bantah Dugaan PPATK Soal Penyelewengan Dana

Sementara itu, pihak ACT membantah dugaan terkait penyelewengan dana dari PPATK tersebut. Mereka membantah adanya aliran dana ke organisasi teroris.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Kantor ACT, pada Senin, 4 Juli 2022.

"Jadi kalau dialokasikan dana teroris itu dana yang mana? Kami sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris," kata Ibnu Khajar, dikutip Rabu (6/7/2022).

Ibnu mengungkapkan, dia cukup merasa heran atas temuan tersebut. Pasalnya, ACT dalam kegiatan penyaluran bantuan kerap kali mengundang lembaga dan instansi pemerintahan dalam rangka kerjasama.

"Di tiap program kami selalu mengundang entitas seperti gubernur, menteri juga selalu datang. Terakhir itu distribusi bantuan pangan dilakukan di depan Mabes TNI, kami kerja sama dengan Pangdam Jaya," terangnya.

Adapun terkait bantuan yang disalurkan ke sejumlah wilayah konflik semisal di Suriah, Ibnu mengakui bahwa bantuan tersebut disalurkan sebagai bentuk bantuan terhadap korban perang, terlepas dari siapa penerimanya.

"Apakah ACT siapkan bantuan kepada pemerintah yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS? Kami sampaikan kemanusiaan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa, enggak penting," ujarnya.

Menurutnya, bantuan yang disalurkan ACT terkhusus ke wilayah-wilayah konflik ditujukan kepada masyarakat sipil yang terkena imbas akibat perang. Maka bantuan itu tidak melihat latar belakang pihak yang menerimanya.

"Jadi yang kami tahu ada orang tua yang sakit, ada anak-anak yang terlantar, korban perang kami terima di pengungsian di Turki, kami berikan bantuan pangan medis, dan kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS nggak penting buat kami," tegasnya.

4 dari 4 halaman

Penjelasan ACT Soal Gaji Pimpinan Sempat Sentuh Rp 250 Juta

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar membenarkan kabar soal pendapatan gaji sempat menyentuh angka Rp 250 juta.

Meski demikian, dia mengklaim itu berlaku saat Januari 2021 dan tak berlaku tetap.

"Jadi kalau pertanyaannya apa sempat diberlakukan? Kami sempat memberlakukan di Januari 2021, tapi tidak berlaku permanen," kata dia saat jumpa pers di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).

Menurut Ibnu, pada Desember 2021 ACT pun memutuskan mengurangi gaji akibat kondisi keuangan yang tidak stabil.

"Sampai teman-teman mendengar di bulan Desember 2021, sempat ada kondisi filantropi menurun signifikan sehingga kami meminta kepada karyawan mengurangi gajinya mereka," ungkap dia.

Karena posisi yang tidak stabil tersebut, lanjut Ibnu, pihaknya memotong gaji dari setiap karyawan untuk mengurangi beban biaya operasional yang ada.

"Kami memilih dua hal apakah kami mengurangi karyawan waktu itu atau apakah kami mengurangi beberapa alokasi karyawan? Beberapa karyawan memilih kami sharing aja supaya, kami mengurangi menanggung sehingga beberapa dikurangi (gaji) secara kolektif," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.