Sukses

Tak Hanya Kesehatan, BPA Berpotensi Timbulkan Kerugian Ekonomi

Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp16 triliun sampai dengan Rp 30,6 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan sejumlah kecenderungan yang mengkhawatirkan pada migrasi bahan kimia Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum berbahan polikarbonat bagi kesehatan masyarakat.

"Pada uji sampel 'post-market' yang dilakukan 2021-2022 dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Rita Endang dikutip dari Antara, Selasa (1/2/2022).

Berdasarkan hasil studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) tahun 2021, kata Rita, ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.

"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp16 triliun sampai dengan Rp 30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," katanya.

Ia mengatakan sebanyak 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran serta 24 persen sampel berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.

"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi," katanya.

Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia, kata Rita menambahkan.

BPOM juga melakukan kajian paparan BPA dengan hasil menunjukkan bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun.

"Kesehatan bayi dan anak merupakan modal paling dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing yang merupakan salah satu tujuan RPJMN 2020-2024," ujarnya.

Rita mengatakan BPOM juga melakukan kajian kerugian ekonomi dari permasalahan kesehatan yang timbul akibat BPA pada air kemasan yang dilakukan bersama pakar perguruan tinggi.

Penelitian dengan metode studi epidemiologi deskriptif dilakukan oleh sejumlah pakar ekonomi kesehatan yang menggunakan estimasi berdasarkan 'prevalence-based' untuk mengkaji beban ekonomi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Standar Ketat

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, kata Rita, beberapa negara telah mengetatkan standar batas migrasi BPA.

"BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain, dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi," katanya.

Sebelum menuju pada standar yang lebih ketat, kata Rita, pada tahap awal BPOM melakukan revisi pelabelan BPA pada air kemasan. Selain itu, BPOM juga mendapatkan dukungan dan masukan dari elemen masyarakat dan akademisi terkait standar aman air minum dalam kemasan.

Ia menambahkan BPOM terus melakukan evaluasi standar dan peraturan bersama dengan pakar di bidang keamanan air, pelaku usaha, kementerian dan lembaga terkait, akademisi dan masyarakat dalam mempersiapkan standar kemasan dan label AMDK di pasaran.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.