Sukses

4 Daerah Ini Punya Angka Stunting Paling Tinggi di Indonesia, Mana Saja?

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy memaparkan ada empat daerah di Indonesia dengan persentase tingkat stunting lebih tinggi dari presentasi nasional. Ia menilai, stunting sebagai masalah bersama yang perlu diatasi bersama.

Ia mewanti-wanti pada penanganan sektor hulu dalam menekan angka stunting di Indonesia. Diantaranya pada masa anak remaja sebagai calon seorang ibu, calon pengantin, serta ibu hamil dan ibu menyusui.

“(bayi) hingga usia 59 bulan, 1000 hari awal kehidupan. Inilah yang akan menentukan Sumber Daya Manusia yang produktif di indonesia,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional, Percepatan Penurunan Stunting, Senin (23/8/2021).

Ia menyampaikan, dalam perhitungan global, Indonesia berada di peringkat 115 dari 151 negara di dunia dalam mengatasi permasalah stunting. Angka stunting saat ini masih berada pada angka 27,7 persen mengacu data pada SSGBI pada 2019.

Berdasarkan hasil kunjungan kerja yang dilakukan olehnya, ditemukan ada empat daerah yang dengan tingkat stunting lebih dari rata-rata nasional.

Diantaranya, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan dengan masing-masing 41,3 persen dan 21 persen. Sementara itu, di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara mencapai 38,6 persen.

“Dan Kabupaten Nias Selatan di Sumatera Utara dengan 57 persen,” katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyebab Stunting

Lebih lanjut Menko Muhadjir menuturkan beberapa penyebab terjadinya stunting pada anak di Indonesia. Diantaranya, kurangnya asupan gizi kronis, rendahnya cakupan akses air dan sanitasi penduduk yang memiliki akses air minum berkualitas.

Kemudian, rendahnya pendidikan orang tua dan pola asuh yang salah, serta kurangnya tenaga kesehatan terutama ahli gizi dalam pemantauan perkembangan balita.

Melihat masalah-masalah tersebut, Ia mengatakan kebijakan nasional dalam akselerasi penurunan stuntin akan terus diperbaiki dalam berbagai evaluasi jadi budaya perbaikan gizi.

Ia menambahkan, upaya-upaya yang perlu dilakukan telah tertuang dalam Perpres nomor 72/2021 dan pelaksanaannya akan mengacu ke peraturan tersebut.

“Kita sambut optimis dengan diterbitkkannya perpres baru ini. dalam perpres telah ditenkankan bahwa komitmen Pemerintah Daerah adalah jadi kunci percepatan penurunan stunting,” katanya.

Ia menekankan Kerjasama dan koordinasi di semua tingkatan hingga pelosok desa sangat diperlukan dalam penyelenggaraan program. Kemudian, intervensi yang dilakukan harus secara konvergen dan integrasi.

“Karena (melibatkan) multi dimensi, akses pangan, layanan kesehatan dasar, air bersih yang cukup dan berkualitas serta sanitasi dan pola pengasuhan anak,” katanya.

Angka Kemiskinan Punya Pengaruh

Selain itu, Menko Muhadjir juga mengatakan bahwa angka kemiskinan memiliki pengaruh terhadap angka stunting di indonesia. Hal tersebut melihat adanya daya beli keluarga miskin yang menurun terhadap pangan yang bergizi.

Menurut data per Maret 2021, ada peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi 12,18 juta orang. Sementara sebelumnya pada September 2020 hanya ada 12,04 juta orang.

“Angka stunting kemungkinan mengalami peningkatan terutama pada kelompok miskin yang terus mengalami dampak yaitu menurunnya daya beli keluarga terhadap pangan yang bergizi. Dibanding September 2020, per maret naik 138,1 ribu orang,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.