Sukses

Keberadaan Holding Ultra Mikro Bisa Bawa UMKM Naik Kelas

Jika seluruh hasil right issue digunakan untuk memberdayakan usaha ultra mikro maka akan sangat berimbas pada penyerapan tenaga kerja.

Liputan6.com, Jakarta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI menyetujui rencana Penambahan Modal Perseroan dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau right issue.

Adapun rights issue ini merupakan bagian dari pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro bersama dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berharap jika keberadaan dana hasil right issue diharapkan bisa mengalir sepenuhnya untuk pembiayaan mikro yang murah.

Dia mengatakan jika pasar pembiayaan segmen mikro masih terbuka lebar. Di mana, 91,3 juta orang Indonesia masih tidak mendapatkan layanan keuangan (unbankable) yang sebagian merupakan pengusaha skala mikro.

Diharapkan agenda korporasi BUMN yang masuk dalam holding, seperti BRI, Pegadaian, dan PNM bisa saling menunjang hal ini. “Holding BUMN ultra mikro akan bergantung pada pemanfaatan dana right issue," ujarnya, akhir pekan ini.

Menurut Bhima jika seluruh hasil right issue dipakai untuk memberdayakan usaha ultra mikro akan berimbas pada penyerapan tenaga kerja. Selanjutnya, rasio wirausaha ikut bertambah.

Apalagi di saat pandemi, 19 juta pekerja ikut terdampak yang sebagian terpaksa menjadi pengusaha mikro agar bertahan. “Jadi support pendanaan sangat penting agar mereka bisa bertahan," katanya menegaskan.

Bhima mengatakan ada pula manfaat scale up. Diharapkan pembiayaan ini meningkatkan kemampuan usaha pelaku mikro. Dengan begitu usaha mikro tidak terus menerus dominan dalam UMKM yang besarannya mencapai 90 persen dari total usaha.

"Harapannya satu tahun mendapat pembiayaan ultra mikro, kemudian menjadi usaha kecil dan seterusnya naik kelas lepas dari kategori UMKM,” ujarnya.

Bhima juga menjelaskan holding ultra mikro berdampak terhadap digitalisasi pembiayaan. Hanya saja diperlukan integrasi dari sisi logistik, bahan baku sampai digitalisasi pemasaran.

“Jika BRI bisa mendorong integrasi layanan dan kolaborasi dengan pemain digital lain maka bisa melengkapi ambisi mendorong scale up usaha mikro dan ultra mikro,” ucapnya.

Sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan BRI akan menerbitkan maksimal 28.677.086.000 saham Seri B senilai Rp 50, atau 23,25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.

Pemerintah akan menyetorkan bagiannya dalam bentuk nontunai, yakni seluruh saham Seri B milik pemerintah pada Pegadaian dan PNM akan ditukar dengan saham baru BRI (inbreng).

"Sehubungan itu, RUPSLB setujui penambahan modal dengan pemberian HMETD pemerintah secara nontunai, akan disetorkan seluruh saham PNM dan Pegadaian inbreng ke perseroan," ujarnya.

Menurutnya setelah transaksi maka perseroan akan memiliki 99,99 saham Pegadaian dan PNM. Pemerintah akan miliki satu lembar saham seri A dwiwarna pada perusahaan.

Maka investor publik praktis yang akan menjadi sumber dana segar dari aksi rights issue tersebut. Namun BRI belum menentukan harga pelaksanaan.

Berdasarkan proforma struktur permodalan sesudah HMETD diambil bagian oleh seluruh pemegang saham, maka setelah rights issue, porsi publik mencapai 43,18 persen (65.649.025.600 saham). Angka itu naik dari sebelum rights issue 43,25 persen (53.345.810.000).

Maka demikian, jumlah saham baru yang diserap publik yakni maksimal mencapai 12.303.215.000 saham atau 42,90 persen dari total jumlah saham baru yang diterbitkan (28.677.086.000 saham). Saat ini jumlah saham beredar BRI sebanyak 123.345,810,000 saham, maka rasio rights issue kali ini yakni 10:43.

Setelah menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM, BRI bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan segmen ultra mikro, sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.

"Penguatan struktur permodalan juga diharapkan mendukung kegiatan usaha BRI ke depan, baik induk maupun secara grup, yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan," tulis manajemen BRI, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jadi Solusi

Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya memastikan bahwa holding ultra mikro (UMi) akan menjadi solusi untuk berbagai permasalahan yang dihadapi segmen usaha tersebut. Akses pendanaan yang lebih murah dan cepat akan menopang kemajuan segmen usaha itu.

“Tentunya pemerintah secara keseluruhan memiliki solusi besar untuk menunjukan keberpihakan kepada sektor ultra mikro," ujar Erick.

Menurut dia, ketika pemerintah berbicara tentang Indonesia maju, maka di dalamnya ada kemajuan segmen ultra mikro melalui penguatan ketahanan ekonomi. "Kami sudah memetakan sinergi yang dapat dilakukan di BUMN untuk menguatkan keberpihakan kepada pengusaha ultra mikro,” tambahnya.

Dengan demikian ke depan tercipta penguatan ketahanan ekonomi dan pertumbuhan yang berkualitas, sehingga akan mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pengusaha ultra mikro melalui pemberdayaan, katanya.

Menteri BUMN mengakui, tanpa holding BUMN di segmen UMi saat ini, banyak kendala yang dihadapi dalam akses pembiayaan. Biaya overhead yang tinggi karena model pemberdayaan membutuhkan pendampingan dan penyuluhan intensif.

Selain itu, kurangnya sumber daya manusia membuat UMi sulit dijangkau. Adapun dari sudut pandang perseroan, tanpa holding membuat segi pendanaan berbiaya relatif tinggi karena mengandalkan pinjaman dari pasar modal. Pembiayaan pun bergantung kondisi pasar sehingga terdapat potensi kegagalan refinancing.

Menteri Erick pun menjamin holding ini akan mensinergikan kekuatan dan keahlian ketiga perseroan.

Holding pun dilakukan dengan tetap mempertahankan model bisnis gadai dari Pegadaian, konsep pemberdayaan sosial dari PNM, dengan BRI sebagai pendorong pertumbuhan karena merupakan perseroan terbesar dari ketiga BUMN tersebut.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai jika melihat dari besarnya dana kelola yang akan dipegang oleh holding ini, bisa dipergunakan untuk mendorong UMKM, terutama usaha mikro dapat naik kelas pada kemudian hari.

“Naik kelasnya usaha mikro ke usaha kecil dan ke usaha menengah saya kira secara tidak langsung juga bisa mengisi gap usaha menengah yang proporsinya terhadap total usaha di Indonesia masih relatif kecil. Dengan naik ke kelas menengah ada dampak tidak langsung yang bisa diberikan ke perekonomian,” ucapnya.

Hanya saja, menurutnya, untuk menaikkan kelas usaha mikro ini juga diperlukan upaya-upaya lainnya. Holding merupakan salah satu caranya. Diperlukan juga revitalisasi pada masing-masing institusi agar dapat mengejar target ini.

Menurut Yusuf, BRI merupakan lembaga bank terbesar yang juga fokus terhadap pembiayaan usaha mikro memiliki potensi perluasan pembiayaan yang lebih besar. Sedangkan Pegadaian dan PNM mempunyai kekhususan peran dan kapasitas masing-masing yang selama ini dijalaninya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.