Sukses

Bakal Kena Pajak, Siap-Siap Harga Sembako Naik

Rencana pengenaan skema pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang barang kebutuhan pokok atau sembako bisa mengancam ketahanan pangan.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felilppa Ann Amanta menyatakan bahwa rencana pengenaan skema pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang barang kebutuhan pokok atau sembako bisa mengancam ketahanan pangan.

"Pengenaan PPN sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah," kata Felippa Ann Amanta dikutip dari Antara, Kamis (10/6/2021).

Hal itu, ujar dia, antara lain karena lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal.

Ia berpendapat bahwa menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi saat pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang.

"Pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka," paparnya.

Untuk itu, ujar dia, pengenaan PPN sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.

Ia mengingatkan bahwa ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara, berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index. Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini adalah masalah keterjangkauan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemiskinan

Keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.

Secara lebih umum lagi kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja.

Padahal, lanjut Felippa, belanja rumah tangga, bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional di saat-saat sulit seperti sekarang ini.

Ssejumlah media memberitakan tentang revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi tersebut akan mencakup penghapusan sejumlah barang kebutuhan pokok dari kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.