Sukses

Mendag Ungkap Kecurangan China di Pasar Online, ini Ceritanya

Menurut Mendag, barang-barang Indonesia dibuat secara massal dari China sehingga berakibat pada persaingan harga.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menjelaskan, sebenarnya banyak produk lokal yang bisa menjadi jawara di negeri sendiri bahkan menjadi buruan ekspor. Salah satu contohnya adalah produk bros dan kerudung. 

Mendag bercerita, produk bros untuk kerudung lokal banyak dicari pada 2016-2018. Bahkan varian dari fesyen muslim ini bisa diekspor hingga ke Malaysia dan Singapura. Hal ini menunjukkan produk dengan kearifan lokal bisa mengaseptekasi pasar untuk bisa dijalankan.

"Bukan hanya di Indonesia, di kota-kota besarnya tapi juga sampai di Malaysia dan Singapura. Ini barang ekspor yang menjanjikan dari produk kita," Mendag kata Lutfi dalam diskusi online: Bangga dengan Belanja Barang Buatan Indonesia, Jakarta, Senin (31/5/2021).

Larisnya produk buatan Indonesia di mancanegara ini harusnya tetap diproteksi. Sebab tanpa proteksi, produk yang sama dicontek dan dibuat tiruannya dalam skala besar oleh pengusaha yang tidak bertanggung jawab.

Tidak hanya produk, bahkan terjadi pencurian data yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) terhadap aktivitas belanja masyarakat Indonesia di Tanah Abang. Serangan kompetisi yang tidak berimbang itu dilakukan dengan menawarkan produk lewat pasar online. Barang-barang pun dibuat secara massal dari China sehingga berakibat pada persaingan harga.

"Tapi ternyata di pasar online ada kecurangan atau kompetisi yang tidak berimbang. Disedot data-data tersebut kemudian ditiru di China dengan proses yang tidak bertanggung jawab karena pakai microfiber yang tidak ramah ke kulit ini bisa membahayakan industri lokal," ungkap Mendag.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rugikan Indonesia

Perdagangan bebas di pasar online ini pun dinilai merugikan Indonesia. Pajak penjualan produk pun sebenarnya tidak banyak diserap. Hanya sekitar USD 40.000 setahun.

Namun, jumlah penerimaan pajak tersebut tidak sebanding dengan nilai yang dikorbankan dari gaji pelaku usaha yang dibayarkan kepada karyawannya. Kata Lutfi, ini menunjukkan impor barang tersebut tidak berkualitas karena murah dan menghancurkan tata niaga perdagangan Indonesia.

"Ini menunjukkan impor tidak berkualitas dan murah, lalu menghancurkan industri lokal dan menghancurkan tata niaga perdagangan Indonesia," kata dia.

Untuk itu, Lutfi menambahkan, dalam waktu dekat, Kementerian Perdagangan akan menyiapkan batasan-batasan dan rambu-rambu yang bakal membuat perdagangan Indonesia menjadi seimbang, adil dan beradab. Sebab Pemerintah ingin membuat iklim perdagangan yang bermanfaat bagi semua pihak.

"Kita mau perdagangan yang bermanfaat baik itu untuk pelanggan, pedagang dan pelaku usaha, ini yang akan kita jaga bersama," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.