Sukses

Ada Bencana Banjir dan Gempa Bumi, BI Kalsel dan Sulbar Tetap Beroperasi

Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat tetap memberikan layanan operasional kas dan kegiatan operasional Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Liputan6.com, Jakarta - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar) tetap memberikan layanan operasional kas dan kegiatan operasional Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Beberapa hari lalu, terjadi banjir di Kalsel dan gempa bumi di Sulbar.

"BI akan terus berkoordinasi dengan pelaku industri sistem pembayaran, termasuk perbankan untuk memastikan pelayanan transaksi di masyarakat dapat tetap berjalan dengan lancar dan aman, serta memastikan uang rupiah tersedia dalam jumlah cukup untuk melayani kebutuhan masyarakat," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (19/1/2021).

Provinsi Kalsel dan Sulbar telah ditetapkan sebagai daerah berstatus tanggap darurat oleh Pemerintah Daerah atas bencana banjir pada 14 Januari 2021 dan gempa bumi pada 15 Januari 2021.

Menurut Erwin, BI akan terus memantau perkembangan yang terjadi dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga agar kegiatan operasional BI dapat dilaksanakan di daerah tersebut.

"Hal ini untuk mendukung kegiatan transaksi di masyarakat, khususnya mendukung upaya pemerintah dalam rangka pemulihan kegiatan ekonomi," jelas Erwin.

Erwin pun menyampaikan dukacita anggota Dewan Gubernur dan keluarga besar BI atas terjadinya musibah di Kalsel, Sulbar, serta daerah lain di Indonesia.

"BI turut mendoakan keselamatan dan kekuatan bagi seluruh masyarakat yang terdampak," katanya

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BI Terbitkan Aturan Sistem Pembayaran, Berlaku 1 Juli 2021

Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (SP). Regulasi ini diharapkan dapat menata kembali struktur industri sistem pembayaran, serta menaungi ekosistem penyelenggaraannya agar sejalan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan digital.

PBI Sistem Pembayaran ini akan mulai berlaku pada 1 Juli 2021. "PBI ini baru berlaku 1 Juli 2021, jadi ada masa peralihan. Ini PBI payung, turunannya yang PJP (Penyedia Jasa Pembayaran) dan PIP (Penyelenggara Infrastruktur SP) akan keluar secara berkala," ungkap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, pada Jumat (8/1/2020).

PBI ini antara lain memperkuat aturan mengenai akses ke penyelenggaraan sistem pembayaran (access policy), penyelenggaraan sistem pembayaran hingga pengakhiran penyelenggaraan sistem pembayaran (exit policy).

Kemudian fungsi BI di bidang sistem pembayaran, pengelolaan data secara terintegrasi, dan perluasan ruang uji coba inovasi teknologi.

Pengaturan dalam PBI Sistem Pembayaran didasarkan pada pendekatan berbasis aktivitas dan risiko, dan tidak diberlakukan sama untuk semua (one size fits all), khususnya dalam access policy dan penyelenggaraan sistem pembayaran serta pengawasan oleh BI.

Selain itu, pengaturan dalam PBI ini juga mengedepankan principle-based regulation dan mendorong optimalisasi penguatan fungsi Self Regulatory Organization (SRO).

"Pendekatan pengaturan ini tidak sampai detail sekali, dan kita juga menggandeng SRO karena mereka yang tahu kebutuhannya seperti apa," kata Fili.

Penerbitan ketentuan ini merupakan implementasi dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, yang salah satu inisiasinya adalah mengintegrasikan pengaturan, perizinan, pengawasan, dan pelaporan yang diawali reformasi pengaturan sistem pembayaran.

3 dari 3 halaman

Pokok-Pokok Pengaturan

Pokok-pokok yang diatur dalam PBI ini antara lain visi sistem pembayaran Indonesia, kewenangan BI di bidang sistem pembayaran, tujuan dan ruang lingkup penyelenggaraan sistem pembayaran, dan komponen sistem pembayaran.

Selain itu juga mengatur penyelenggara jasa sistem pembayaran, perizinan PJP dan penetapan PIP, aktivitas PJP, PIP, dan Penyelenggara Penunjang, inovasi teknologi sistem pembayaran, pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran, serta pengelolaan data atau informasi terkait sistem pembayaran.

Fili mengatakan, aturan ini diharapkan dapat menjadi upaya mengurangi risiko dari perkembangan ekonomi digital.

"Kompleksitas kegiatan ekonomi digital semakin tinggi, tapi inovasi dan digitalisasi itu kan sudah sebuah keharusan. Namun kesempatan dan peluang selalu datang dengan risiko, kita tidak mau hal itu mengganggu stabilitas keuangan jadi kita harus mitigasi," jelas Fili.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.