Sukses

Menteri Jonan Soal Revisi UU Minerba: Pernyataan Otoritas Bisa Pengaruhi Harga

UU Minerba yang berlaku saat ini baru berusia 10 tahun, sementara revisi terhadap UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1967, baru dilakukan setelah 33 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, mengimbau agar pemerintah tidak memberikan pernyataan atas ketentuan yang belum terjadi mengenai pembahasa Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Sebab, hal tersebut dapat memengaruhi harga pasar dan komoditas.

"Terkait (revisi) UU Minerba, saya sangat menganjurkan, kalau misalnya pihak pasar atau pihak media mau membuat prediksi silakan. Tetapi otoritas, dalam hal ini Pemerintah, sebaiknya tidak memberikan pernyataan atas ketentuan yang belum terjadi, karena itu memengaruhi harga pasar dari komoditas," tutur Jonan seperti dikutip dari laman resminya, Minggu (15/9/2019).

Jonan menyebut, selain akan pengaruhi harga komoditas, kekhawatiran lainnya adalah jika ada pernyataan yang terlontar ke publik, akan ada pihak yang mengambil keuntungan dari pernyataan tersebut.

"Karena pasarnya (komoditas Minerba) terus bergerak dan saya pikir mungkin malah nanti ada yang mengambil keuntungan-keuntungan dari pernyataan yang belum tentu terjadi," ujarnya.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang, Gatot Ariyono, menambahkan UU Minerba yang berlaku saat ini baru berusia 10 tahun, sementara revisi terhadap UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan pokok Pertambangan, baru dilakukan setelah 33 tahun.

Untuk itu, revisi UU Minerba ini harus menjawab permasalahan yang terjadi saat ini dan masa yang akan datang.

"Ini (UU Minerba) baru 10 tahun. Kalau 10 tahun direvisi tidak kita manfaatkan untuk kepentingan jangka panjang kan salah juga. Maka dari itu kita minta tambahan waktu, jangan tergesa-gesa. Undang-Undang itu harus menjawab permasalahan sekarang dan visi ke depan. Semua masalah kita inventarisasi, termasuk terhadap bagaimana KK (Kontrak Karya), PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), IUP (Izin Usaha Pertambangan) daerah, termasuk bagaimana batubara," pungkas Bambang.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Revisi UU Minerba Harus Berpihak kepada BUMN

Sebelumnya, Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) perlu kajian yang lebih komprehensif, termasuk menjamin keberpihakan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam  mengelola sumber daya minerba nasional.

Direktur Eksekutif Indonesian Resoruces Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, setelah mengamati perkembangan pembahasan Rancangan UU migas dalam beberapa bulan terakhir, IRESS menyimpulkan pembentukan UU Minerba baru sebagai pengganti UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dalam periode pemerintahan saat ini harus ditunda. Penundaan sangat dibutuhkan guna dapat ‎dilakukan kajian lebih komprehensif.

"Dalam draf RUU tersebut ditemukan berbagai dampak negatif yang dapat terjadi dan berakibat fatal bagi pengelolaan minerba, jika RUU Minerba dipaksakan terbit pada Oktober 2018," kata Marwan, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu 11 Juli 2018. 

Marwan menuturkan, penguasaan negara melalui pengelolaan tambang-tambang minerba oleh BUMN belum diatur dalam Rancangan UU minerba secara komprehensif sesuai konstitusi.

Sementara ketentuan penguasaan negara dalam Rancangan UU sangat minim, berpotensi mengurangi diperolehnya manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Konsep penguasaan negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara amat penting, untuk dipahami dan dituangkan dalam RUU dengan benar. 

"Jika konsep yang notabene merupakan fondasi dari sebuah peraturan perundang-undangan tidak kokoh, maka pengaturan di dalam perundang-undangan tersebut akan menjadi rapuh," lanjutnya.

3 dari 3 halaman

Keputusan MK

Hingga saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) memang telah mengeluarkan beberapa putusan dalam kasus hak uji materiil, terkait berbagai UU yang dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Dengan demikian, RUU ini harus disempurnakan dengan mengacu pada bagian-bagian yang terkait dengan pertimbangan hukum dan bagian-bagian lain dari putusan MK atas uji materiil tersebut.

"RUU Minerba harus disempurnakan dahulu secara komprehensif agar bisa dijadikan dasar politik hukum (legal policy) pemberlakuan hukum pertambangan yang lebih bermanfaat, bukan hanya untuk kepentingan segolongan kelompok atau perusahaan tertentu," kata dia.

Pentingnya melakukan penggolongan barang hasil tambang dalam  klasifikasi tambang strategis, vital, dan non-strategis dan non-vital.

Penggolongan bahan tambang berdasarkan peran strategis perlu dikuatkan kembali dalam rangka mendukung pembangunan  nasional jangka panjang, termasuk rencana industri  nasional yang berkaitan dengan konsep hilirisasi, keamanan energi dan nasional,  sehingga amanat konstitusi dapat tercapai. 

"Pemerintah perlu mempertimbangkan pembentukan  suatu badan usaha negara khusus, berupa BUMN Khusus atau BUMD Khusus untuk memegang Konsesi dari Pemerintah, yang tugas utamanya melakukan fungsi pengelolaan  atas seluruh SDA minerba di  Indonesia," kata dia.

"RUU Minerba minimal harus memuat konsep energy security serta orientasi pengembangan SDM nasional yang mengutamakan kepentingan negara, yang artinya pengelolaan pertambangan harus dilakukan BUMN,” tambah dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.