Laporan BPK: Penagihan Tak Optimal, Ada Piutang Pajak Macet Senilai Rp 7,2 Triliun

BPK memerinci piutang pajak macet senilai Rp 7,2 triliun itu berasal dari 3 hal. Pertama, belum dilakukan penagihan terhadap 351 ketetapan pajak yang nilainya mencapai Rp 1,39 triliun.

oleh Arthur Gideon diperbarui 27 Jun 2023, 14:18 WIB
BPK menemukan masalah piutang pajak macet senilai Rp7,2 triliun dan piutang pajak daluwarsa Rp808,1 miliar yang belum ditangani Ditjen Pajak (DJP). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022. Dalam laporan ini BPK menemukan masalah piutang pajak macet senilai Rp 7,2 triliun dan piutang pajak daluwarsa Rp 808,1 miliar.

Dalam laporan tersebut, piutang pajak dan piutang pajak daluwarsa tersebut belum ditangani oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurut BPK, Ditjen Pajak belum melakukan tindakan penagihan pajak secara optimal.

Jika DJP tidak segera melakukan penagihan aktif, maka berpotensi kehilangan penerimaan pajak atas piutang macet senilai Rp 7,2 triliun.

Tidak hanya itu, BPK menekankan DJP dapat kehilangan hak untuk melakukan penagihan dan negara kehilangan penerimaan pajak dari piutang pajak senilai Rp808,1 miliar yang daluwarsa penagihan.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat piutang pajak belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal,” tulis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2022, dikutip dari Belasting.id, Selasa (27/6/2023).

BPK memerinci piutang pajak macet senilai Rp 7,2 triliun itu berasal dari 3 hal. Pertama, belum dilakukan penagihan terhadap 351 ketetapan pajak yang nilainya mencapai Rp 1,39 triliun.

Kedua, baru dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran sebanyak 86 ketetapan yang bernilai Rp 39,58 miliar. Ketiga, telah dilakukan tindakan penagihan sampai penerbitan Surat Paksa, namun belum dilakukan penyitaan atas aset wajib pajak sebanyak 863 ketetapan senilai Rp 5,76 triliun.

Selanjutnya, untuk piutang perpajakan daluwarsa senilai Rp 808,1 miliar berasal dari 2 keadaan. Itu terdiri dari belum dilakukannya tindakan penagihan atas 293 ketetapan yang jumlahnya Rp 355,3 miliar.

 

2 dari 2 halaman

Penerbitan Surat Paksa

Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa per 14 Desember 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.634,36 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian, telah dilakukan tindakan penagihan sampai penerbitan Surat Paksa, namun belum dilakukan penyitaan atas aset wajib pajak. Ada 97 ketetapan dengan nilai piutang pajak Rp452,8 miliar.

Oleh karena itu, BPK memberikan 3 butir rekomendasi kepada DJP untuk menangani piutang pajak macet. Secara khusus, BPK meminta Dirjen Pajak memberikan instruksi kepada anak buahnya.

Pertama, menginstruksikan Kepala KPP DJP terkait untuk melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan sebesar Rp7,2 triliun dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan.

Kedua, menginstruksikan Kepala Kanwil DJP terkait untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan penagihan pajak yang dilakukan KPP.

Ketiga, menginstruksikan Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) DJP untuk mengembangkan Sistem Informasi DJP (SIDJP) yang membantu proses optimalisasi penagihan piutang pajak.

Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya