Sukses

Begini Simulasi Pengenaan Bea Masuk Barang Bawaan dari Luar Negeri

Kantor Bea Cukai Bandara Soetta membuat simulasi bea masuk barang dari luar negeri. Hal ini buntut viralnya hitung-hitungan pajak dan denda barang bawaan yang dikenakan kepada penumpang sepulang dari luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Kantor Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) membuat simulasi bea masuk barang dari luar negeri. Hal ini buntut viralnya hitung-hitungan pajak dan denda barang bawaan yang dikenakan kepada penumpang sepulang dari luar negeri.

Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo mengatakan, seluruh biaya kepabeanan akan dikurangi dengan kurs dolar untuk penumpang biasa.

"Misal beli sepatu dengan 1.000 USD lalu bea (pajak)nya berapa? Jadi gini, harga barang itu dikali dulu dengan kurs Indonesia, misalnya Rp16 ribu, hasilnya dikurang 500 USD, lalu dikali dari USD di kursnya, misal sekarang Rp16 ribu, lalu dikali 16 ribu dulu, lalu dikurang 500 USD, nah baru dikali lagi biaya pajak 10 persen," katanya.

Adapun biaya pajak yang dikenakan adalah sebesar 10 persen per penumpang, meskipun dia membawa beberapa barang. Nantinya, barang milik tiap orang akan ditotal terlebih dulu.

"Jadi kalau penumpang bawa barang, akan ditotal dulu, kemudian setelah dipotong 500 USD, baru dikali 10 persen, kecuali indikasi jastip atau jasa titip," ujarnya.

Sementara itu, untuk para Pekerja Migran Indonesia (PMI) diberikan subsidi. Untuk PMI maksimal barang bawaan bernilai 1.500 USD bagi yang terdaftar di Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

"Kalau untuk PMI, yang terdaftar di BP2MI maksimal total barang 1.500 USD dan sementara untuk PMI yang tidak terdaftar 500 USD," ungkapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Beda Aturan Pajak Barang Bawaan PMI dan Penumpang Biasa

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Menag) Zulkifli Hasan alias Zulhas menegaskan bahwa ada subsidi dan juga aturan yang berbeda antara barang bawaan milik pekerja migran dengan penumpang biasa dari luar negeri.

"Ada bedanya. Kalau penumpang biasa, barang bawaan disubsidi 500 dolar, lebih dari itu dikenakan pajak masuk. Kalau pekerja migran nilainya 1.500 dolar," ujar Mendag Zulhas, Senin (6/5/2024).

Jadi simulasinya, kata dia, bila pekerja migran membawa barang belanjaan nilainya lebih dari USD1.500, maka baru dikenakan pajak. Pajaknya pun lebih rendah dibandingkan penumpang biasa, yakni sebesar 7.5 persen.

"Kalau penumpang biasa lebih dari 500 dolar, akan dikenakan pajak 10 persen. Bila pekerja migran hanya 7.5 persen," katanya.

Denda atau pinalti pun dipastikan tak akan dikenakan terhadap barang bawaan milik pekerja migran, asal mereka tidak membawa barang yang dilarang oleh Pemerintah Indonesia.

"Terigu, itu jelas dilarang. Tidak boleh. Juga pelumas, tidak boleh," ucap Zulhas menandaskan.   

3 dari 4 halaman

Pelaku Bisnis Jastip Jangan Kucing-kucingan

Mendag Zulhas juga meminta pelaku bisnis jasa titip (jastip) barang dari luar negeri mematuhi aturan. Permintaan ini diungkapkan karena selama ini para pelaku usaha jastip main kucing-kucingan dengan petugas. Pengusaha jastip menjalankan bisnis sembunyi-sembunyi untuk menghindari pajak.

"Kalau kamu bawa barang diam-diam itu maksudnya apa, ya ikutin aturan itu bayarannya ada, tarifnya pajak, ada SNI-nya," kata Zulkifli Hasandi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Senin (6/5/2024).

Tak hanya itu, ia juga meminta kepada pelaku bisnis jasa titipan khusus makanan untuk memastikan bahwa barang yang mereka bawa memiliki izin edar Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM). Semua langkah ini guna melindungi kesehatan konsumen.

"Kalau dari luar bawa (makanan) sehat atau enggak siapa yang nanti (tanggung jawab) kalau ada keracunan, terus gimana? Jadi, harus memenuhi aturan makanan ada, POM-nya," bebernya.

4 dari 4 halaman

Pelaku Jastip Harus Punya Izin SNI

Begitu pun dengan pelaku jasa titip barang elektronik. ia meminta pelaku jastip terkait untuk memiliki izin SNI hingga layanan purna jual.

"Kalau dia mau jual elektronik, mesin, kan mesti ada layanan purna jual, mesti ada SNI-nya," bebernya.

Dalam aturan tersebut, impor barang penumpang dikategorikan menjadi penggunaan pribadi (personal use) dan penggunaan di luar keperluan pribadi (non-personal use). Barang personal use akan mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai dengan besaran free on board (FOB) sebesar USD500 per penumpang.

Sementara untuk barang non-personal use akan ditetapkan tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor.

"Jadi kalau (nilai barang) penumpang 500 (USD) boleh, nanti kalau dipotong lebihnya bayar (pajak)," tegasnya.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini