Menilik Target Bauran Energi Terbarukan 23 Persen di 2025

Kajian mengenai pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia, yang handal dengan harga yang relatif terjangkau dan berkelanjutan, masih terus bergulir.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Jun 2020, 18:50 WIB
Pekerja menyelesaikan pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi baru terbarukan yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kajian mengenai pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia, yang handal dengan harga yang relatif terjangkau dan berkelanjutan, masih terus bergulir. Pasalnya, ketiga hal itu cukup sulit diimplementasikan dalam waktu yang bersamaan.

Praktisi Energi Global & Mahasiswa Doktoral Universitas Pertahanan, Sampe L. Purba, menyebutkan situasi ini sebagai trilemma energi, yaitu menemukan satu titik optimum atas 3 hal yang saling bertentangan atau setidaknya yang tidak sejalan.

"Tidaklah mudah bagi kita mendapatkan sesuatu dengan harga murah (affordable), handal (reliable), dan berkelanjutan (sustainable)," ujarnya dalam webinar Menakar Kembali Transisi Energi di Indonesia, Rabu (3/6/2020).

Sampe menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi 3 hal tersebut secara garis besar. Pertama cost structure, meliputi fixed capek, fixed opex, dan variable opex.

Kedua, terkait dengan reliability yakni mencakup base load, intermittent, dual source, power storage, sensitivity to weather, dan grid integration.

"Jadi ini ada persoalan teknologi, jadi tidak semata-mata soal harga," ujar Sampe.

2 dari 2 halaman

Masalah Selanjutnya

Ilustrasi (iStock)

Kemudian untuk sustainability, hal ini terkait dengan feedstock, output, dan selanjutnya offtaker and consumers.

"Sumbernya, misalkan biomass atau waste, ada nggak sumbernya, siapa yang bisa mengerjakan, berapa lama pengerjaannya. Kemudian outputnya, seberapa jauh dia akan mengurangi CO2 reduction, kemudian siapa yang akan membeli ," beber dia.

"jadi tiga hal ini harus terpadu," imbuhnya.

Sementara itu, Sampe juga mempertanyakan sejauh mana target bauran energi terbarukan 23 persen di 2025 dapat terwujud, sementara dengan kondisi normal (tanpa wabah covid-19)pun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu tidak tercapai.

"sistem seperti apa yang seharusnya dijalankan agar setiap target yang dicanangkan dapat tercapai, dan perlukan proyek energi terbarukan menjadi prioritas mendapatkan paket stimulus fiskal akibat covid-19," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya