Alasan Pemerintah Pangkas Pajak Penghasilan Transaksi Properti

Pemerintah memangkas pajak penghasilan bersifat final atas pengalihan tanah dan bangunan.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Agu 2016, 14:29 WIB
Pengunjung mengunjungi stan pada pameran Indonesia Properti Expo 2016 di Senayan, Rabu (17/2). Penjualan properti tahun ini diprediksi akan mengalami peningkatan di kisaran 5%-10% jika suku bunga acuan BI turun 50 basis poin (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memangkas pajak penghasilan final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan. Selain itu juga mengatur perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan atau bangunan beserta perubahannya.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menuturkan, penerbitan PP Nomor 34 Tahun 2016 itu untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan memberikan kemudahan dalam berusaha.

Selain itu juga mempercepat pelaksanaan program pembangunan pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum dengan mengenakan tarif nol persen atas pengalihan tanah dan bangunan kepada pemerintah atau badan usaha milik negara atau daerah yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah atau kepala daerah.

Dalam PP tersebut, pemerintah memangkas pajak penghasilan (PPh) final. Tarif baru atas pajak penghasilan dari transaksi atas tanah dan bangunan dengan akta jual beli (AJB) dan akta pengalihan hak lainnya atau perjanjian jual beli (PPJB).

Pertama, untuk obyek non rumah sederhana dan rumah susun sederhana (RSS) oleh pengembang maka PPh penjual 2,5 persen dari nilai transaksi. Sebelumnya PPh tersebut lima persen.

Kedua, tarif satu persen untuk rumah sederhana dan rumah susun sederhana dari nilai transaksi. Ketiga, nol persen untuk transaksi tanah dan bangunan kepada pemerintah.

"PPh final diturunkan dari lima persen menjadi 2,5 persen. Dasar pengenaannya bukan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tapi dari nilai transaksi yaitu nilai yang diterima atau seharusnya diterima oleh penjual. Itu PPh final yang dikenakan kepada penjual bukan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah)," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (13/8/2016).

Adapun berlakunya PP tersebut mulai 8 September 2016. Yoga menuturkan, penerapan mulai September 2016 untuk memberikan kesempatan masyarakat untuk mengetahuinya sebelum diterapkan.

Adapun penurunan tarif itu dari nilai transaksi antara lain:

- Nilai pengalihan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah.

- Nilai menurut risalah lelang, dalam pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang.

- Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa.

- Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh dalam hall pengalihan hak atas tanah atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.

- Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dilakukan melalui tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris dan atau cara lain yang disepakati para pihak.

Tarif ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, kecuali bagi wajib pajak badan yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha.(Ahm/Ndw)

 

 

***

EVENT SPESIAL PESTA BEAT LIVE STREAMING 8 KOTA

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya