Politikus PDIP Damayanti Juga Diduga Terlibat Korupsi di Bengkulu

Kerugian negara akibat pengadaan mobil pemadam kebakaran yang dibeli dari Damayanti sebesar Rp 216.150.000,-.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 18 Jan 2016, 14:15 WIB
Penyidik KPK menyegel ruangan anggota DPR dari F-Partai Golkar Budi Supriyanto di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/1). Penyidik juga menyegel ruangan anggota Komisi V DPR F-PDIP Damayanti Wisnu Putranti. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com Bengkulu - Politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti yang  tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa hari lalu, rupanya memiliki catatan korupsi di Bengkulu pada 2008. Damayanti Wisnu Putranti saat itu masih menjabat Direktur Utama PT Adi Reka Tama dalam pengadaan mobil Pemadam Kebakaran (damkar) senilai Rp 1,538 miliar.            

Keterlibatan Damayanti dibeberkan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan terhadap Kepala Bagian Perlengkapan Setda Kota Bengkulu Yanuar Mara (Terdakwa I) dan Ketua Panitia Pengadaan Sugiarto (Terdakwa II).

Terdakwa Yanuar dan Sugiarto disebutkan melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Tasman Inulim selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Damayanti Wisnu Putranti selaku Direktur Utama PT Adi Reka Tama, dan Setda Kota Bengkulu Firdaus Rosid selaku Pengguna Anggaran.

Kasus yang menyeret Damayanti bermula saat Setda Kota Bengkulu berencana membeli 1 unit mobil damkar dengan pagu anggaran Rp 1.734.157.500,-. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Perbankan (BPKP) Bengkulu, pengadaan damkar itu merugikan negara.

Pemkot Bengkulu membeli damkar dari PT Adi Reka Tama seharga Rp 1.538.515.000,-. Padahal, PT Adi Reka Tama mengambil dari PT Ziegler Indonesia dengan harga hanya Rp 1.182.500.000,- atau lebih mahal Rp 356.015.000 dari harga pembelian.

Setelah menerima pembayaran dari Pemkot Bengkulu, PT Adi Reka Tama menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 139.865.000,-. BPKP Bengkulu menghitung pengadaan ini merugikan negara sebesar Rp 216.150.000,-.

Angka itu diperoleh dari kemahalan harga pembelian dari PT Adi Reka Tama dikurangi PPN yang disetorkan perusahaan milik Damayanti itu. Namun, Pengadilan Negeri Bengkulu dalam putusan nomor 403/Pid.B/2010/PN. Bkl yang dibacakan pada 25 Maret 2011 menyatakan Yanuar dan Sugiarto tak bersalah.

"Membebaskan Terdakwa I Yanuar Mara dan Terdakwa II Sugiarto dari segala dakwaan (vrijspraak)," demikian putusan yang dibuat majelis hakim yang terdiri dari Bambang Ekaputra (ketua), Surono (anggota) dan Mimi Haryani (anggota).

Sempat Dimenangkan

Tak terima Yanuar dan Sugiarto bebas, jaksa mengajukan kasasi. Mahkamah Agung dalam putusan kasasi nomor 1849 K/Pid.Sus/2011 mengabulkan kasasi yang diajukan Kejari Negeri Bengkulu. MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu.

"Menyatakan Terdakwa I Yanuar Mara dan Terdakwa II Sugiarto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan subsidair," putus majelis hakim agung yang terdiri dari Hatta Ali (ketua) dan beranggotakan MS Lumme dan Syamsul Rakan Chaniago.

Yanuar dan Sugiarto lalu dihukum penjara masing-masing selama 1 tahun dan denda masing-masing Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Keduanya juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara masing-masing Rp 43.230.000,-.

Ketua Dewan Pertimbagan Daerah (Deperda) PDI Perjuangan Provinsi Bengkulu Mushal Yoftie Suud mengakui kasus tersebut. Namun, ia menolak jika kasus itu dikaitkan dengan PDIP. Sebab, saat proses hukum kasus ini diusut penyidik Kejaksaan Negeri maupun persidangan di Pengadilan Kota Bengkulu, dia bertindak atas nama pribadi sebagai seorang pengusaha.

"Tidak ada pemberitahuan. Saya hanya mendapat kabar jika pengadaan mobil Damkar itu, Bengkulu mendapat jatah. Dia bertindak atas nama pribadi, ujar Mishal.

Dirinya mendukung penuh langkah DPP PDI Perjuangan yang langsung memecat Damayanti saat ditangkap KPK. Kasus korupsi itu bisa berimbas kepada partai secara langsung apabila tidak ditindak tegas.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya