Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia berambisi untuk merebut aliran modal China dalam bentuk investasi ke Indonesia. Pasalnya selama ini, rasio penanaman modal asing dari China yang masuk ke Negara ini relatif rendah.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi dunia membutuhkan pasar baru. Inilah salah satu penyebab, The Federal Reserves menunda kenaikan tingkat suku bunga, selain karena alasan domestik yakni permasalahan inflasi.
"Di Asia Tenggara, dampak perlambatan ekonomi di China agak berbeda. Malaysia, Thailand dan Vietnam misalnya justru mengalami kenaikan ekspor ke China setelah ekonomi Negeri Tirai Bambu ini melambat," ucap dia di Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Lebih jauh Bambang menjelaskan, ketiga negara itu bisa memacu ekspornya ke China karena mereka memodernisasi pertumbuhan ekonomi dari investasi ke konsumsi rumah tangga. Ekspor ketiga negara ini adalah barang konsumsi, sehingga mereka menikmati permintaan dari China.
"Yang berlawanan adalah ekspor Indonesia ke China melambat karena kita biasanya ekspor komoditas mentah dan energi utama. Ketika China bergeser ke arah konsumsi, maka permintaan menurun signifikan," terangnya.
Menurut Bambang, ada dua hal yang bisa dilakukan Indonesia. Pertama, menyesuaikan ekspor Indonesia dari barang mentah ke barang konsumsi. Kedua, mengambil aliran investasi asing dari China.
"Kita ambil Foreign Direct Investment dari China, karena dulu hubungan kita dengan China cuma perdagangan bukan investasi," papar dia.
Kata Bambang, data Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM (BKPM) menunjukkan, komitmen investasi dari investor Jepang ke Indonesia mencapai 70 persen dalam bentuk riil. Sementara Taiwan 40 persen serta porsi Amerika Serikat (AS) dan Inggris dalam penanaman modal di Tanah Air di atas 30 persen.
"Tapi China hanya 10 persen. Itu artinya cuma satu dari 10 komitmen investasi China yang terwujud. Jadi kami harap rasio investasi dari China meningkat," tegas Bambang.
Sekadar informasi, aliran dana asing sekitar US$ 520-530 miliar atau Rp 7.281,41 triliun (asumsi kurs Rp 13.738 per dolar Amerika Serikat) telah keluar dari China sepanjang delapan bulan pada tahun ini. Berdasarkan Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), aliran dana investor asing keluar itu lantaran investor khawatir terhadap ekonomi melambat.
Selain itu, bursa saham bergejolak dan China sengaja melemahkan atau devaluasi mata uangnya Yuan. Bahkan dalam satu bulan pada Agustus, aliran dana investor asing keluar mencapai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.750 triliun. (Fik/Gdn)
RI Ingin Rebut Aliran Dana Rp 7.281 Triliun yang Kabur dari China
The Federal Reserves menunda kenaikan tingkat suku bunga, selain karena alasan domestik yakni permasalahan inflasi.
diperbarui 22 Okt 2015, 16:30 WIBMenteri Keuangan Bambang Brojonegoro saat melakukanketerangan pers terkait penyelundupan 270kg sabu, Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Hizbullah Pakai Senjata dan Taktik Baru Lawan Israel
Dewas KPK Tunda Sidang Etik Nurul Ghufron Jadi 20 Mei
4 Zodiak yang Cepat Move On Setelah Putus Cinta, Tak Berlarut-Larut dalam Kesedihan
Sekolah di Kota Malang Boleh Study Tour Asal Ada Rekomendasi Dikbud
Samsung Ledek iPad Pro di Iklan Galaxy Tab, Sindir Apple yang Tak Peduli Nasib Seniman
Mengenal Obat Nuklir untuk Kanker Prostat Bernama Lutesium-177-PSMA
Top 3: Ada Lelang Motor Royal Enfield dari Kemenkeu, Berapa Harganya?
Bukan Cuma Jurgen Klopp, 2 Pemain Ini Juga Bakal Berpisah dengan Liverpool
Enzy Storia Curhat Tasnya Ditahan Bea Cukai Tapi Ogah Ditebus, Stafsus Menkeu Langsung Minta Maaf
Kecanduan Gula? 7 Trik Berikut Bantu Kamu Kontrol Asupan Minuman dan Makanan Manis
Spanduk Sekda Kota Depok Supian Suri Dicopot Satpol PP
Setelah Golkar, Khofifah Klaim PPP Bakal Kasih Dukungan di Pilkada Jatim