Sukses

Gerhana Matahari Hibrida Sambangi Indonesia 20 April Jelang Lebaran 2023, Cek Penjelasannya

Berikut ini penjelasan mengenai gerhana matahari hibrida yang bakal menyambangi Indonesia sebelum Lebaran tahun 2023

Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memastikan bahwa pada tanggal 20 April 2023, jelang Lebaran, Indonesia bakal disambangi fenomena alam Gerhana Matahari Hibrida.

Mengutip laman resmi BRIN, Rabu (12/4/2023), Gerhana Matahari Hibrida terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana, ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada juga yang mengalami Gerhana Matahari Cincin.

Kejadian tersebut disebabkan oleh kelengkungan Bumi. Indonesia sudah mengalami beberapa gerhana matahari yaitu di 1983 terjadi Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Cincin di 2019, dan Gerhana Matahari Total di 2016.

Menurut BMKG, Gerhana matahari hibrida terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris, sehingga di suatu tempat tertentu terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari dan tempat tertentu lainnya terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari.

Akibatnya, saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya, sedangkan di tempat tertentu lainnya, Matahari seakan-akan tertutupi Bulan.

Gerhana matahari hibrid terdiri dari dua tipe gerhana yaitu gerhana matahari cincin dan gerhana matahari total. Selain itu, Terdapat tiga macam bayangan Bulan yang terbentuk saat gerhana matahari hibrid yaitu antumbra, penumbra, dan umbra.

Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa gerhana matahari cincin. Sementara di wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian. Kemudian di daerah tertentu lainnya yang terlewati umbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Total.

Menurut BRIN, Gerhana matahari 2023 yang merupakan Gerhana Matahari Hibrida pada 20 April mendatang, akan berlangsung selama 3 jam 5 menit, mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jangan Langsung Melihat ke Arah Matahari

Jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen.

Dalam Gelar Wicara Gerhana Matahari Hibrida 2023 beberapa waktu lalu, yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Premana W. Premadi, pengajar di Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), memberikan saran jika ingin mengamati gerhana matahari.

Yang pasti, kata Premadi, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata atau langsung, ke arah matahari maupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari.

"Apalagi jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop, harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter)," kata mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB tersebut.

"Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," imbuhnya.

3 dari 4 halaman

Momen yang Baik untuk Riset Antariksa

Sementara, Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging, juga mengatakan, fenomena yang cukup langka ini menjadi momen yang baik untuk dilakukan riset antariksa.

Sungging juga menyebut, riset disiplin ilmu lain dapat memanfaatkan momen yang langka ini untuk penelitian terkait disiplin ilmu masing-masing.

Peneliti ahli madya BRIN itu mencontohkan, peneliti dari disiplin ilmu hayati dapat ikut meneliti apakah ada pengaruh proses terjadinya gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu tumbuhan atau hewan.

"Peneliti disiplin ilmu lain dapat melakukan penelitian pengaruh gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu hewan atau tumbuhan," kata Sungging.

Selain itu, di bidang ilmu sosial, peneliti juga dapat melakukan penelitian etnoastronomis, terkait bagaimana budaya yang timbul di masyarakat terkait adanya gerhana matahari hibrida.

"Adanya momen ini membawa kesempatan untuk melakukan kolaborasi lintas disiplin," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Wilayah yang Paling Awal Alami Gerhana Matahari

Beberapa waktu lalu, Andi Pangerang dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional juga pernah menulis di laman Edukasi Sains Antariksa, bahwa di Gerhana Matahari 20 April 2023, Yogyakarta akan jadi ibukota provinsi yang paling awal mengalami gerhana matahari sebagian.

Sedangkan Medan, akan jadi ibukota provinsi yang paling awal mengakhiri Gerhana Matahari Sebagian. Sementara Jayapura, akan menjadi ibukota provinsi yang paling akhir memulai, sekaligus mengakhir Gerhana Matahari Sebagian.

Namun, Gerhana Matahari Sebagian di 20 April 2023, tidak dialami di lima kabupaten/kota di Provinsi Aceh yaitu Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Pidie.

(Dio/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.