Sukses

UN Women: Perempuan di Gaza Ingin Segera Damai, tapi Jika Tak Tercapai Mereka Berdoa agar Segera Meninggal dalam Tidur Sambil Gendong Anak

UN Women, salah satu organisasi PBB mencatat dua ibu terbunuh setiap jam dan tujuh perempuan tewas setiap dua jam akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Liputan6.com, Jakarta - UN Women, salah satu organisasi PBB mencatat dua ibu terbunuh setiap jam dan tujuh perempuan tewas setiap dua jam akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

UN Women adalah organisasi PBB yang melaksanakan program, kebijakan dan standar yang menjunjung tinggi hak asasi perempuan dan memastikan bahwa setiap perempuan dan anak perempuan mencapai potensi maksimal mereka.

Sebelum eskalasi yang terjadi saat ini, badan PBB untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan itu mencatat terdapat 650.000 perempuan dan anak perempuan sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan di Gaza.

Namun, perkiraan tersebut telah mencapai 1,1 juta orang, termasuk hampir 800.000 perempuan yang menjadi pengungsi di dalam negeri.

Perempuan di Gaza mengatakan kepada kami bahwa mereka berdoa untuk perdamaian, tetapi jika perdamaian tidak tercapai, mereka berdoa agar segera meninggal dalam tidur mereka, sambil menggendong anak-anak mereka," kata Direktur Eksekutif UN Women Sima Sami Bahous di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (22/11/2023), dikutip dari Antara.

“Kita semua seharusnya merasa malu karena ibu mana pun, di mana pun, mempunyai doa seperti itu,” tutur dia menambahkan.

Direktur Eksekutif Dana Kependudukan PBB (UNFPA) Natalia Kanem menyatakan keprihatinan atas keselamatan dan kesejahteraan semua perempuan dan anak perempuan yang terjebak dalam konflik.

"Situasi yang mereka hadapi melampaui sebuah bencana besar," ujar dia.

Kanem mengatakan saat ini ada 5.500 perempuan hamil yang diperkirakan akan melahirkan dalam beberapa bulan mendatang di Gaza.

“Setiap hari, sekitar 180 perempuan melahirkan dalam kondisi yang memprihatinkan, dan masa depan bayi mereka tidak menentu,” kata dia kepada Dewan Keamanan PBB.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

67 Persen Korban Tewas di Gaza Anak dan Perempuan

Meskipun menyambut baik jeda kemanusiaan selama empat hari yang telah disepakati oleh Israel dan kelompok Hamas Palestina pada Rabu, Kanem menegaskan bahwa UNFPA terus mendesak gencatan senjata segera.

“Lebih banyak bantuan sangat dibutuhkan di Gaza untuk menyelamatkan nyawa dan membendung penderitaan manusia,” kata Kanem.

Berdasarkan data UN Women, sebelum meletusnya konflik terbaru Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023, sebanyak 67 persen warga sipil yang terbunuh di wilayah pendudukan dalam 15 tahun terakhir adalah laki-laki, dan kurang dari 14 persen adalah perempuan dan anak-anak.

Namun, sejak dimulainya pertempuran, jumlah warga sipil yang terbunuh sejak 7 Oktober meningkat dua kali lipat dibandingkan jumlah gabungan dalam 15 tahun terakhir. Saat ini, 67 persen dari lebih dari 14.000 korban yang terbunuh di Gaza diperkirakan adalah perempuan dan anak-anak.

3 dari 3 halaman

Otoritas Kesehatan Kehilangan Kemampuan Hitung Jumlah Korban Tewas

Otoritas kesehatan Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas, mengatakan pada Selasa (21/11/2023) bahwa mereka telah kehilangan kemampuan untuk menghitung jumlah korban tewas menyusul runtuhnya sistem kesehatan di wilayah tersebut dan sulitnya pengumpulan jenazah dari daerah-daerah yang dikuasai tank dan pasukan Israel.

Selama lima pekan pertama perang Hamas Vs Israel berlangsung sejak 7 Oktober, otoritas kesehatan Gaza dilaporkan dengan hati-hati melacak korban jiwa. Pembaruan terakhir mereka pada 10 November menyebutkan bahwa korban tewas tercatat 11.078 orang.

Tantangan dalam memverifikasi jumlah korban tewas semakin meningkat seiring dengan intensifnya invasi darat Israel yang disertai dengan putusnya layanan telepon dan internet, menimbulkan kekacauan di seluruh wilayah.

"Disayangkan, otoritas kesehatan belum bisa mengeluarkan statistiknya karena ada gangguan komunikasi antar rumah sakit dan gangguan pada internet," kata juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra kepada AP, seperti dikutip, Rabu (11/22/2023).

"Basis data elektronik yang digunakan otoritas kesehatan untuk mengumpulkan korban dari rumah sakit tidak lagi mampu menampilkan nama dan statistiknya."

Al-Qudra mengatakan pihaknya sedang mencoba memulai kembali program dan melanjutkan komunikasi dengan rumah sakit.

Para petugas medis menuturkan saat ini terlalu berbahaya untuk mengumpulkan banyak sekali mayat di Kota Gaza, di mana buldoser Israel memblokir jalan-jalan dan tank-tank menembaki apapun yang menghalangi mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.