Sukses

Inflasi Tinggi Bayangi Bursa Saham Global

Tingkat inflasi tinggi di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris menekan bursa saham pada September 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Rekor tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi sentimen di pasar modal. Di tengah sentimen inflasi tersebut, obligasi pemerintah dan saham tetap menjadi pilihan investasi.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, ditulis Minggu (9/10/2022), Amerika Serikat (AS), Inggris dan Uni Eropa mencatat inflasi masing-masing 8,3 persen, 9,9 persen dan 10 persen pada Agustus 2022. Tingkat inflasi itu menekan bursa saham AS, Inggris dan Uni Eropa dengan turun 6-9 persen pada September 2022.

Selain itu, tingkat imbal hasil obligasi Amerika Serikat bertenor 10 tahun berada di 3,8 persen, tertinggi sejak 2010 dan obligasi AS bertenor dua tahun di kisaran 4,3 persen, tertinggi sejak 2008. Jarak imbal hasil obligasi antara 10 tahun dan dua tahun tetap negatif, menyiratkan kurva imbal hasil terbalik.

Di sisi lain, pasar menyambut langkah the Federal Reserve (the Fed) dan bank sentral lainnya yang menaikkan suku bunga. Saat ini, konsensus memperkirakan suku bunga bank sentral the Fed akan mencapai 4,5 persen pada akhir 2022, dan mungkin akan meningkat 5,2 persen pada 2023. Sementara itu, Bank of England juga berencana dongkrak suku bunga lebih dari 150 basis poin pada pertemuan awal November 2022 di tengah tekanan inflasi.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Inflasi Indonesia pada September 2022 naik menjadi 5,95 persen. Inflasi ini lebih tinggi dari Agustus 2022 sebesar 4,69 persen akibat dampak inflasi global dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Setelah kenaikan harga BBM 32-34 persen pada September 2022, ekonom memperkirakan inflasi Indonesia akan mencapai 6,5 persen-7 persen yoy pada kuartal mendatang sebelum kembali normalisasi 4 persen pada semester II 2023.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inflasi di Indonesia

“Akibatnya kami melihat banyak tekanan pada tingkat kebijakan suku bunga menuju 5-6 persen dalam jangka menengah dan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Indonesia menuju 8 persen-8,5 persen mengingat spread 400-450 basis poin yang dipertahankan Bank Indonesia dengan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun,” tulis Ashmore.

Ashmore menilai, inflasi sudah dekat mencapai posisi tertinggi meski pasar mungkin tidak langsung diterjemahkan ke pivot dalam waktu singkat. Harga bensin di AS dan minyak Brent telah menurun, harapan inflasi di AS dan zona euro telah mencapai puncaknya. Beberapa kelemahan dalam aktivitas seperti perlambata PMI belum diterjemahkan ke inflasi.

“Imbal hasil obligasi masih memiliki ruang untuk meningkat, tetapi kami juga percaya dekat puncaknya dan merekomendasikan akumulasi durasi panjang obligasi pemerintah. Saham tetap overweight untuk strategi taksi pada kuartal IV 2022,”

3 dari 4 halaman

Rilis Data Ekonomi Global

Pada pekan ini, ada sejumlah data ekonomi yang dirilis antara lain defisi neraca dagang AS mendekat USD 67,4 miliar pada Agustus 2022, terendah sejak Mei 2021, dan di bawah perkiraan pasar USD 67,7 miliar.

Selain itu, di sisi lain, tingkat pengangguran di Kanada meningkat menjadi 5,4 persen pada Agustus 2022 dari posisi terendah 4,9 persen dalam dua bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran itu juga di atas harapan pasar 5 persen.

Sementara itu, pejabat bank sentral Eropa khawatir dengan lonjakan harga di seluruh wilayah. Bank sentral Eropa menyebutkan inflasi mungkin tetap di atas target bank untuk jangka waktu lama.

Selain itu, Jerman mencatat surplus neraca dagang hingga 600 juta Euro pada Agustus 2022, terendah untuk surpluss sejak Januari 1992 dibandingkan setahun sebelumnya 11,6 miliar Euro.

Bank sentral Australai meningkatkan bunga 25 basis poin menjadi 2,6 persen pada Oktober 2022. Tingkat bunga itu lebih rendah dari perkiraan 50 basis poin.

Sementara itu, tingkat inflasi tahunan Indonesia meningkat menjadi 5,95 persen pada September 2022 dari level tertinggi 4,69 persen sejak Oktober 2015 dan dibandingkan perkiraan pasar 6 persen.

 

4 dari 4 halaman

Kinerja IHSG 3-7 Oktober 2022

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah terbatas pada perdagangan 3-7 Oktober 2022. Analis menilai, sentimen global seperti kebijakan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) masih menekan laju IHSG.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (7/10/2022), IHSG melemah 0,2 persen ke posisi 7.026,78 dari pekan lalu di kisaran 7.040,79. Kapitalisasi pasar bursa susut 0,04 persen menjadi Rp 9.234,68 triliun.Kapitalisasi pasar itu turun sekitar Rp 3,4 triliun dari pekan lalu di posisi Rp 9.238,08 triliun.

Rata-rata frekuensi harian bursa tersungkur 1,08 persen menjadi 1.224.595 kali transaksi dari 1.238.025 kali transaksi pada pekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian bursa anjlok 7,14 persen menjadi Rp 12,92 triliun dari Rp 13,91 triliun. Namun, rata-rata volume transaksi harian bursa naik 0,55 persen menjadi 23,41 miliar saham dari 23,28 miliar saham.

Investor asing melakukan aksi jual Rp 1,3 triliun pada Jumat, 7 Oktober 2022. Sepanjang 2022, investor asing membukukan aksi beli Rp 72,94 triliun.

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG sepekan dipengaruhi sentimen global, salah satunya kekhawatiran pelaku pasar akan kenaikan fed fund rate (FFR) uang cenderung agresif dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve. Ini ditunjukkan dengan masih meningkatnya imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun.

"Sementara itu ada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, rilis data inflasi Indonesia yang cenderung meningkat secara YoY dan turunnya cadangan devisa Indonesia,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Pada pekan depan, Herditya mengatakan, IHSG masih rawan koreksi untuk uji area 7.000. Selama tidak terkoreksi ke bawah 6.900 sebagai level support, IHSG berpeluang menguat kembali ke 7.135. Adapun sentimen pengaruhi IHSG antara lain rilis data indeks kepercayaan konsumen (IKK) dan penjualan ritel.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.