Sukses

Perlunya Optimalisasi Infrastruktur Pembasahan Gambut, Antisipasi Kebakaran Lahan di Kalteng

Memasuki musim kemarau 2024, Kalimantan Tengah menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan gambut, sehingga perlu mengoptimalkan infrastruktur pembasahan gambut untuk mengatasi peningkatan titik api.

Liputan6.com, Palangka Raya - Memasuki musim kemarau 2024, Provinsi Kalimantan Tengah kembali dihadapkan pada ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di lahan gambut. Untuk itu perlu kembali mengoptimalkan infrastruktur pembasahan gambut di tengah meningkatnya titik-titik api di Kalteng. 

Penata Penanggulangan Bencana Ahli Pertama pada Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng, Frans Jayanto melaporkan, hingga pertengahan Agustus 2024, kebakaran telah melanda 446 hektare lahan di Kalteng. Luas itu atau sama dengan luas 543 lapangan sepakbola standar internasional.

"Daerah-daerah seperti Barito Utara, Sukamara, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kapuas, Pulang Pisau, dan Palangka Raya menjadi wilayah dengan karhutla terbesar," kata Frans di Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Rabu (14/8/2024).

Sebelumnya, Kepala BPBPK Kalteng Ahmad Toyib merilis, tiga daerah di Kalteng yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan telah menetapkan status siaga darurat bencana. Merespons itu, BPBPK telah mengaktifkan 60 pos lapangan menyusul tren meningkatnya angka karhutla.

Dari data BPBPK, Toyib menyampaikan, Kabupaten Katingan menjadi wilayah dengan titik panas dengan total 187 titik dari Januari sampai awal Agustus. Kota Palangka Raya mencatat kejadian karhutla paling banyak mencapai 51 kejadian karhutla. Sedangkan, Sukamara mengalami kebakaran terluas hingga mencapai 171,34 hektar.

Gambut masih menjadi ancaman kebakaran hutan dan lahan. Pasalnya, di musim kemarau gambut menjadi kering. Gambut kering lantaran tinggi muka air yang berangsur menurun.

Di satu sisi, pemerintah telah membentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang bertugas untuk merestorasi lahan gambut yang rusak atau terbakar sejak 2015 agar tidak mudah terbakar.

 

2 dari 3 halaman

Restorasi Lahan Gambut di Indonesia

BRGM mengklaim keberhasilan dalam upaya restorasi gambut di Indonesia. Keberhasilan itu dilihat dari menurunnya luas kebakaran dari tahun 2015 sampai saat ini dan intervensi yang mereka lakukan di lahan gambut rusak, seperti membuat infrastruktur pembasahan, sumur bor dan sekat kanal, lalu penanaman kembali dan revitalisasi ekonomi.

Sepanjang periode 2016-2023, BRGM melaporkan telah merestorasi seluas 1,8 juta hektare gambut di tujuh provinsi prioritas.

Kepala Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Kalimantan dan Papua pada BRGM, Jany Tri Raharjo menyatakan, kondisi tinggi muka air di Kalteng saat ini masih berada di antara aman dan siaga.

BRGM mengklaim telah membangun 10.664 unit sumur bor dan 3.184 sekat kanal sejak tahun 2017 hingga 2023. Hal itu dilakukan untuk mencegah kebakaran meluas di lahan gambut.

“Dibandingkan 2015, di area restorasi tadi kita paling 5 persen yang terbakar dan ini yang sedang kita tangani. Bagi kita (capaian) 15 atau 10 (persen) itu prestasi tapi belum selesai, masih ada pekerjaan-pekerjaan karena restorasi itu butuh waktu," kata Jany.

Di sisi lain, PPK Tugas Pembantuan Restorasi Gambut pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Imbing Urai, mengungkapkan, hanya 6.140 unit sumur bor yang terpelihara dengan baik.

“Dari data sumur bor yang berfungsi di 13 kawasan hidrologis gambut, 4634 sudah uji fungsi dan yang dilakukan pencucian sebanyak 518 dan ada 54 yang dilakukan perbaikan,” katanya.

Ini menunjukkan hampir setengah dari infrastruktur yang dibangun BRGM tidak berfungsi optimal. Kondisi itu diperkuat dengan temuan jika sebagian besar sumur bor di sekitar Kota Palangka Raya tidak pernah diaktifkan lagi sejak dibangun.

 

3 dari 3 halaman

Jauh dari Sumur Bor

Silpanus (42), Ketua Masyarakat Peduli Api Desa Tumbang Nusa, mengakui manfaat sekat kanal yang dibangun tahun 2023. Namun, ia juga mengungkapkan, banyak kebakaran terjadi jauh dari lokasi sumur bor.

“Sumur bor di pinggir jalan jaraknya ada yang 500 meter ke belakang tapi kebakarannya jauh dari sumur bor. Di Desa Tumbang Nusa ada 200 titik sumur bor,” kata Silpanus.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata mengatakan, masih ada lahan gambut di area restorasi yang terbakar akibat banyak faktor. Namun dia menyorot soal pembasahan yang dinilai tidak menyeluruh.

"Banyak sumur bor yang tidak berfungsi, kemudian lokasi pembangunan sumur bornya tidak tepat, terbukti sekarang karhutla masih sering terjadi," ujar Bayu, kamis (15/8/2024).

Untuk itu, Walhi mendorong agar dilakukan evaluasi. Tujuannya agar tidak ada lagi gambut yang terbakar meski kondisi cuaca mengalami kemarau ekstrim yang berujung pada bencana kabut asap.

"Kalau tidak dievaluasi, akhirnya hanya akan sebatas klaim saja dan fungsi utama untuk pembasahan lahan dan mencegah karhutla tadi tidak berjalan maksimal," kata Bayu lagi.