Sukses

Siap-Siap, Ini 5 Rangkaian Upacara Nyepi 2024

Sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi, terdapat serangkaian upacara.

Liputan6.com, Yogyakarta - Hari Raya Nyepi akan diperingati pada Senin, 11 Maret 2024. Pada momen tersebut umat Hindu melakukan sejumlah tradisi untuk menyambut Tahun Baru Saka 1446.

Sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi, terdapat serangkaian upacara. Setiap daerah memiliki upacara yang berbeda-beda tergantung pada Genius Local Wisdom dan urun rembug serta kebijaksanaan yang ditetapkan.

Khusus di Bali terdapat beberapa tahapan upacara mulai dari melasti, mecaru hingga pengerupukan. Lalu, dilanjutkan dengan puncak Hari Raya Nyepi.

Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, berikut rangkaian upacara Nyepi 2024.

1. Melasti

Upacara melasti atau disebut juga dengan melis diadakan beberapa hari sebelum Nyepi berlangsung. Saat itu, segala sesuatu atau sarana sembahyang di Pura dibawa ke laut untuk disucikan.

Berbagai jenis benda sakral atau keramat dicuci dengan air laut atau sungai. Pada masa silam, benda tersebut diarak dengan cara ditaruh di atas kepala.

2. Mecaru

Prosesi mecaru atau tawur dilaksanakan pada hari Tilem Sasih Kesanga (bulan mati ke-9) yakni sehari sebelum pelaksanaan Nyepi. Upacara ini dilaksanakan oleh setiap rumah atau keluarga hingga kecamatan.

Umat Hindu membuat sesajen yang ditujukan untuk para Bhuta Kala atau hal-hal negatif yang mengganggu kehidupan manusia. Pelaksanaannya dilakukan di perempatan jalan dan lingkungan rumah masing-masing dengan cara mengambil salah satu jenis sesajen bernama caru.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ngerupuk

3. Ngerupuk

Tradisi Ngerupuk tergolong upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan setelah selesai prosesi Tawur Agung Kesanga. Ngerupuk dilaksanakan dengan berkeliling di halaman rumah dengan membawa obor dan memainkan bunyi-bunyian sembari menaburkan nasi tawur.

Tawur Agung Kesanga dilaksanakan pada siang harinya. Prosesi ini biasanya dilaksanakan dalam berbagai tingkatan seperti di rumah masing-masing, banjar, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi.

Setiap tingkatan memiliki jenis banten/sesajen yang berbeda-beda.Tradisi Ngerupuk adalah hari yang jatuh pada "Tilem Sasih Kesanga" (bulan mati yang ke-9), tepatnya sehari sebelum Hari Nyepi.

Umat Hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Bersamaan dengan Ngerupuk, ada Pawai Ogoh-ogoh yang digelar di Bali.

Pawai Ogoh-ogoh yang memeriahkan Ngerupuk merupakan perwujudan Bhuta Kala yang diarak keliling lingkungan dan kemudian dibakar.

4. Nyepi

Tahapan puncaknya adalah Nyepi. Setelah ketiga tahapan dilakukan, esok harinya atau pada Tilem Kesanga, upacara Nyepi berlangsung.

Pada saat Nyepi khususnya di Bali, semua dalam keadaan sepi. Aktivitas normal sehari-hari tidak boleh dilakukan.

Umat Hindu turut melaksanakan puasa Nyepi karena pada momen itu diadakan Catur Brata Penyepian yang terbagi menjadi 4 bagian yakni:

- Amati Geni, tidak boleh menggunakan atau menyalakan api dan mengobarkan hawa nafsu.

- Amati Karya, tidak melakukan kegiatan kerja jasmani namun meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.

- Amati Lelungan, tidak boleh berpergian melainkan mawas diri.

- Amati Lelanguan, tidak boleh melakukan kesenangan atau hiburan melainkan meditasi atau pemusatan pikiran pada Ida Sang Hyang Widhi.

5. Ngembak Geni

Upacara terakhir adalah Ngembak Geni yang dilakukan satu hari setelah Nyepi. Ngembak Geni diawali dengan aktivitas baru dengan Mesima Krama di lingkungan keluarga, tetangga, dan dalam cakupan yang lebih luas.

Mesima Krama diartikan sebagai dialog antarsesama tentang sesuatu yang sudah terjadi, baru terjadi, dan yang akan datang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini