Sukses

Babak Baru Kasus Bullying Anak SD di Sukabumi, Keluarga Laporkan Orangtua Pelaku dan Pihak Sekolah

Proses hukum kasus bullying yang sebabkan seorang siswa kelas 3 SD di Kota Sukabumi patah tulang, memasuki babak baru.

Liputan6.com, Sukabumi - Kasus bullying atau perundungan yang dialami NCL (10) alias L seorang siswa salah satu SD di Kota Sukabumi, berlanjut diproses hukum. Setelah melaporkan soal dugaan pelaku anak, kini keluarga korban melayang laporan tambahan terhadap dugaan keterlibatan orangtua pelaku anak, hingga menyeret pihak sekolah yang diduga menutupi kejadian tersebut. Kepolisian menyatakan kasus ini telah masuk tahap penyidikan.

Pengacara keluarga korban, Mellisa Anggraini mengatakan, pihaknya membuat laporan baru terkait dugaan keterlibatan orangtua pelaku anak dan pihak sekolah dalam kasus perundungan tersebut. Setelah adanya pengakuan dari korban yang tak hanya mengalami kekerasan fisik oleh terduga pelaku anak, namun juga orangtuanya.

“Anak korban mengalami kekerasan fisik dan psikis bukan hanya dari perundungnya yaitu pelaku anak namun juga kami duga kami sinyalir ada pelaku dewasa yang melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak korban yaitu orang tua pelaku yang kemarin kami sudah laporkan,” kata Mellisa kepada awak media saat ditemui di Polres Sukabumi Kota, Senin (11/12/2023).

Pihaknya juga melaporkan pihak sekolah yang diduga abai dan melakukan tindakan intimidasi kepada korban atas kasus perundungan yang telah terjadi dalam setahun terakhir, sejak Februari 2022 lalu di mana korban duduk di kelas 3 hingga naik kelas 4 SD. Dalam kurun waktu tersebut, korban disebut mengalami kekerasan fisik maupun psikis. Hingga memutuskan membuat laporan polisi pada 16 Oktober 2023.

Mellisa menyebut, laporkan terkait keterlibatan orang dewasa ini merujuk pasal 76 C Undang-undang tentang perlindungan anak terkait siapapun yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, ataupun turut melakukan kekerasan terhadap anak.

“Sepanjang itu dia mengalami perundungan dan kami menduga ada keterlibatan pihak sekolah, keterlibatan pihak luar orang tua pelaku yang kami tadi sampaikan terlibat sehingga peristiwa perundingan itu dengan leluasa terjadi terus-menerus,” ungkapnya.

Akibat tindakan tersebut, korban alami patah tulang di bagian lengan kanan. Upaya mediasi antara kedua pihak, terduga pelaku dan korban sempat dilakukan, namun tidak mendapat titik temu. Sebab itu, pihak kepolisian menyatakan mengambil langkah konfrontasi atau mempertemukan terduga pelaku dengan korban dalam kasus ini. Setelah pemeriksaan terhadap 10 orang saksi, disebut memberikan keterangan berubah-ubah.

Pengacara menyebut, langkah konfrontasi yang dilakukan kepolisian itu dinilai kurang tepat. Karena akan mengulang traumatik terhadap korban anak. Meskipun dalam menangani kasus anak ini, pihak kepolisian berpedoman pada Undang-undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Anak.

“Kemarin yang disampaikan oleh pak Kapolres untuk melakukan konfrontir antara pelaku dengan saksi-saksi atau dengan korban kami rasa, karena korbannya adalah anak yang masih traumatik yang masih memiliki luka batin yang luar biasa. Tadi saya ketemu anak korban dia juga belum bisa banyak bicara, sehingga konfrontir dalam perkara ini rasanya tidak tepat tadi kami sudah sampaikan bisa dihadirkan ahli psikologis,” ujarnya.

Lebih lanjut, hingga kini keluarga korban pun belum menerima komunikasi dari pihak sekolah terkait penjelasan kasus perundungan tersebut. Pengacara menyebut, kendati demikian pihaknya akan terus melanjutkan proses hukum guna mendapat keadilan untuk korban.

“Kalau ada dari pihak sekolah ingin membuka (komunikasi) kami sangat bersyukur untuk mereka jujur apa adanya tidak menutup-nutupi. Kalau mereka masih tetap bersikukuh untuk tidak mau menyampaikan ke publik, apa yang terjadi sebenarnya maka seluruh proses hukum ini akan terus berjalan,” terang dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Polisi Periksa 2 ABH Terduga Pelaku Anak

Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Bagus Panuntun mengatakan, sebanyak 12 orang saksi telah diperiksa dalam tahap penyelidikan kasus perundungan yang dialami seorang pelajar SD. Kasus ini masuk ke tahap penyidikan, setelah melakukan gelar perkaran dilengkapi dua alat bukti.

“Maka kasus kekerasan terhadap anak yang menimpa seorang pelajar sekolah dasar ini naik ke tahap penyidikan, terhitung mulai tanggal 8 Desember. Hari ini juga surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP kami sampaikan ke Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi,” kata AKP Bagus Panuntun, Senin (11/12/2023).

Polisi menyebut, pihaknya telah meminta keterangan dari dua orang anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan tersebut.

"Dari hasil penyelidikan sementara, ada dua terlapor yaitu dua ABH yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan terhadap korban dan keduanya sudah kami mintai keterangan," jelas dia.

Menyikapi informasi dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus kekerasan terhadap anak yang tersebar luas di media sosial, kepolisian memastikan tengah melakukan upaya pemeriksaan lebih lanjut.

"Mengenai informasi yang beredar di media sosial, tentunya masih kita dalami, karena saat ini kan sudah masuk ke tahap penyidikan. Kami pastikan semua kegiatan penyidikan baik di kasus ini maupun kasus lainnya tetap dilaksanakan secara obyektif dan profesional,” tuturnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Ayah Korban Beberkan Kondisi Terkini Anaknya

Ayah korban, Dudi (48) mengungkapkan, kondisinya anaknya L sudah berangsur pulih pasca tulang lengan sebelah kanannya patah akibat aksi perundungan itu. Meskipun secara psikis, anaknya itu sempat mengalami gangguan tidur hingga melakukan proses pembelajaran sampai ujian sekolah lewat daring.

“Kondisi terakhir dari bekas lukanya ini berangsur membaik, hanya ada sedikit sisa sisa di sini (jari) sering keram terus tangannya suka kaku di sini (pergelangan tangan). Sejauh ini trauma pastinya ada, tetapi anak saya itu kata psikolog dari KPAI dan Alhamdulillah mentalnya itu melebihi anak seusianya tapi meskipun demikian dampaknya itu jelas karena dari perilakunya dia lebih agresif ke adik-adiknya,” ungkap Dudi.

Dia mengatakan, pengakuan terhadap kasus bullying yang dialami anaknya itu, disampaikan korban secara perlahan. Karena kekhawatiran korban terhadap teman-temannya. Meskipun, diakui Dudi, upaya damai lewat pergantian biaya pengobatan sempat ditawarkan oleh terduga pelaku. 

“Terus saya ingin tekankan juga ini tidak bisa dinilai dengan uang, saya tidak berhrap ini ada istilah ganti rugi atau mencarj jalan kekeluargaan, ini sudah keterlaluan, mau dibayar berapapun anak saya harus mendapatkan keadilan itu yang paling penting,” ungkapnya.

 

 

 

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini