Sukses

Ragam Cerita Penyaluran Bantuan Tunai Covid-19 untuk Orang Rimba Jambi

PT Pos Indonesia menyalurkan bantuan sosial tunai (BST) untuk kelompok orang rimba di pedalaman Provinsi Jambi.

Liputan6.com, Jambi - Induk Merai langsung menjejakkan langkahnya ketika namanya dipanggil petugas. Perempuan orang rimba paruh baya itu menghadap dua orang petugas PT Pos Indonesia yang telah siap membagikan bantuan sosial tunai (BST).

Dia kemudian dituntun untuk menjulurkan jarinya guna keperluan cap jempol. Tak berselang lama setelah urusan administrasi rampung, kemudian dengan bungah ia beranjak menghampiri keluarganya dengan membawa uang tunai.

Dalam proses pencairan bantuan itu banyak orang rimba yang terlihat kagok saat diminta cap jempol. Namun dengan keuletan petugas, akhirnya satu persatu dari mereka bisa menyelesaikan urusan administrasi pencairan bantuan tunai.

Aktivitas pencairan bantuan tunai untuk kelompok orang rimba atau suku anak dalam (SAD) Jambi itu dilakukan di kantor lapangan KKI Warsi yang berada di Sungai Terap, Dusun 24, Desa Hajran, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Petugas datang langsung mengantarkan bantuan tunai ke komunitas orang rimba dengan menempuh perjalanan darat selama sekitar 6 jam dari Kota Jambi.

"Proses pembagian di sini baru pertama kali, mereka (orang rimba) lumayan tertib mau diatur, tidak ribut," kata Hendri Irawan dari perwakilan kantor POS Jambi untuk pengawalan bantuan, Jumat sore (17/7/2020).

Untuk proses pencairan bantuan sosial tunai bagi kelompok orang rimba itu, pihak PT Pos Indonesia menggandeng Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi. Dengan bantuan jaring pengaman sosial Covid-19 dari pemerintah ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok bagi kelompok orang rimba.

"Kami menggandeng Warsi karena rata-rata orang rimba ini belum ada KK dan NIK, jadi dibayarkan berdasarkan nama," kata Hendri.

Khusus di lokasi Dusun 24 tersebut terdapat 112 kepala keluarga (KK) yang menerima bantuan tunai. Dari 112 KK tersebut berasal dari empat kelompok, yaitu kelompok Nyirang, Ngamal, Nyenong, dan Menyirau. Mereka bermukim di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas.

"Besaran yang diterima per KK adalah senilai Rp1,8 juta. Bantuan dibayarkan sekaligus untuk tiga tahap, yakni dari bulan April, Mei, dan Juni," ujar Hendri.

Di Provinsi Jambi Kementerian sosial memberikan bantuan sosial tunai senilai Rp2,4 miliar kepada 1.341 kepala keluarga orang rimba, masyarakat adat Bathin Sembilan dan masyarakat suku Talang Mamak. Mereka tersebar di wilayah pedalaman.

Penyaluran bantuan itu dilakukan dengan melibatkan kantor Pos Jambi dan 13 kantor Pos cabang kabupaten. Proses pencairannya ada petugas Pos yang mendatangi langsung ke komunitas orang rimba, terutama untuk mereka yang sulit untuk dimobilisasi keluar hutan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebutuhan Pangan dan Asupan Gizi

Penyerahan bantuan sosial tunai dalam bentuk uang tunai itu sebagai bentuk respons pemerintah terhadap dampak pandemi Covid-19 yang juga berdampak pada komunitas orang rimba yang tinggal di pedalaman Jambi.

Sharlis, perwakilan Kementerian Sosial (Kemensos) yang juga datang dalam penyerahan bantuan tunai itu mengatakan, pencairan bantuan yang disalurkan PT Pos Indonesia ini pemerintah mengeluarkan terobosan dengan memberikan identitas sementara.

Terobosan itu kata dia, dilakukan pemerintah karena masih banyak orang rimba yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga.

"Data yang kami terima ada seribu lebih yang belum ada NIK, jadi pemerintah buat kekhususan dengan memberikan ID sementara pencairan bantuan untuk orang rimba ini," kata Sharlis.

Dalam kesempatan itu, Sharlis meminta bantuan yang telah diterima orang rimba agar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan membeli asupan gizi untuk anak-anak orang rimba. Sebab bantuan ini memang ditujukan untuk mengatasi masalah pangan akibat pandemi Covid-19.

"Diusahakan uangnya untuk beli makanan," ujar Sharlis dihadapan kelompok orang rimba itu.

 

3 dari 4 halaman

Pandemi Covid-19 dan Dampaknya untuk Orang Rimba

Komunitas orang rimba sehari-hari biasanya menggantungkan dari kegiatan meramu hasil hutan. Namun sejak pandemi kegiatan meramu dan berburu babi hutan tidak dilakukan. Kondisi ini secara tidak langsung juga berdampak pada perekonomian orang rimba.

Sejak pandemi ini mereka berhenti sementara menjual hasil buruannya ke masyarakat di desa. Hal itu karena penampungan hasil buruan mereka tutup. Juga ada ketakutan orang rimba keluar hutan untuk menjual hasil buruannya.

Selain itu sejak pandemi sampai ditelinga mereka, orang rimba langsung menerapkan tradisi bersesandingon. Mereka memisahkan diri dengan anggora kelompok lainnya dan membatasi bertemu dengan pihak luar.

"Dak biso jual buruan ke luar hutan kareno kami ketetakuton," ujar Menti Ngalembo Ngamal. Menti merupakan sebuah struktur yang mewakili pimpinan orang rimba di kelompoknya.

Sejak kelompok orang rimba tidak bisa menjual hasil buruannya, mereka pun kini memenuhi kebutuhan pangan dengan cara mencari gadung di dalam hutan. Gadung mereka olah untuk dikonsumsi.

"Kami sudah olah, jadi Gadung dak beracun," kata Ngamal dengan logat rimbanya itu.

Ngamal yang mewakili orang rimba di kelompoknya itu, mengucapkan terima kasih dengan bantuan yang telah diberikan untuk mereka. Bantuan yang diberikan kepada mereka kata Ngamal, sangat berarti untuk membeli kebutuhan makanan.

"Bantuan seperti ini sangat kami butuhkan, kami biso beli beras," kata Ngamal.

4 dari 4 halaman

Orang Rimba dan Kehidupannya Sekarang

Orang rimba merupakan komunitas terasing yang membangun kehidupannya di dalam kawasan hutan. Namun, kini orang rimba hidup tanpa rimba. Hilangnya hutan telah mengubah kehidupan mereka.

Orang rimba di Jambi sering juga disebut sebagai Suku Anak Dalam (SAD). Sebutan orang rimba menjadi SAD ini disematkan oleh pemerintah mulai tahun 1970.

Survei terakhir yang dilakukan organisasi nirlaba pemerhati lingkungan dan orang rimba, KKI Warsi menyebutkan jumlah populasi orang rimba mencapai 5.200 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Jambi.

Di Provinsi Jambi, orang rimba tergabung dalam masing-masing kelompok yang biasanya dipimpin oleh seorang tumenggung. Setiap populasi orang rimba selalu terdapat kelompok anak-anak, satu ibu rata-rata memiliki anak di atas lima.

Kini alih fungsi hutan yang begitu masif menjadi korporasi perkebunan kelapa sawit membuat kelompok orang rimba semakin kesulitan mencari sumber pangan. Luas kawasan hutan di Jambi tersisa 900 ribu hektare atau 17 persen dari total luasan provinsi ini.

Semakin berkurangnya luas kawasan hutan tersebut, juga membuat orang rimba tergusur. Orang rimba masih sulit mengakses akses kesehatan dan dibayangi kemiskinan.

Menurut Rudi, dari jumlah populasi orang rimba saat ini sekitar 99 persen hidup dalam kondisi miskin. Selain tinggal di sekitar kawasan hutan, orang rimba juga hidup secara semi nomaden di sepanjang jalan lintas tengah Sumatra, Jambi.

"Mau pakai ukuran atau paramater apapun, orang rimba itu adalah kelompok masyarakat yang paling miskin," kata Direktur KKI Warsi, Rudisyaf dalam sebuah kesempatan sebelumnya.

Menurut tradisi lisan, orang rimba atau suku anak dalam merupakan orang Maalau Sesat (orang yang tersesat). Konon mereka lari ke hutan rimba di pedalaman Jambi. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo.

Ada pula versi lain lain yang menyebutkan, orang rimba berasal dari Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi. Terlepas masih ada beberapa versi asal-usul orang rimba, yang jelas mereka kini telah kehilangan rimbanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.