Sukses

Deretan Kasus Korupsi Kakap di BUMN, Kerugian Negara Ratusan Triliun Rupiah

Kasus korupsi di BUMN Indonesia menimbulkan kerugian negara hingga ratusan triliun, mengancam kepercayaan publik.

Diperbarui 09 Mei 2025, 15:15 WIB Diterbitkan 09 Mei 2025, 15:14 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) turut menjadi sorotan Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM). Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman menyebutkan pada undang-undang baru disebutkan bahwa direksi BUMN dan Danantara bukan lagi penyelenggara negara. 

Dengan adanya pasal tersebut, maka membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi bisa menjerat direksi yang melakukan korupsi. “UU BUMN ini memberi imunitas kepada direksi pengurus Danantara dan BUMN,” kata Zaenur pada wartawan, Rabu (7/5/2025).

Zaenur mengingatkan, imunitas bagi BUMN sangat berbahaya, sebab apabila bukan penyelenggara negara maka tidak bisa diselidiki kasus korupsi yang merugikan negara.

“Yang problematic adalah kerugian yang terjadi di Danantara, maupun BUMN bukan merupakan kerugian negara. Ini berbahaya. Saya menduga pembuat undang-undang tidak menyadari bahwa norma seperti ini bisa punya konsekuensi sangat serius, khususnya dalam tindak pidana korupsi,” kata dia.

Ia mengaku khawatir UU tersebut bisa membuat KPK tidak bisa menjerat direksi yang korupsi. “Kalau ini bukan penyelenggara negara artinya tidak bisa ditangani oleh KPK,” kata dia.

Melihat sejumlah kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, sangat miris. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus besar terungkap, menyebabkan kerugian negara yang fantastis.

Kasus-kasus ini melibatkan angka kerugian yang sangat besar, dan melibatkan berbagai pihak dari kalangan direktur hingga pejabat di anak perusahaan.

Berikut adalah beberapa kasus yang dihimpun Liputan6.com:

1. PT Pertamina: Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 diperkirakan merugikan negara antara Rp 193,7 triliun hingga Rp 968,5 triliun. Kasus ini melibatkan sejumlah direktur dan pejabat di anak usaha Pertamina, dengan modus operandi manipulasi dalam pengelolaan kilang, pengaturan impor minyak, dan kolusi dengan pihak swasta.

2. PT Timah: Kasus korupsi di PT Timah pada periode 2015-2022 mencatat kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Kerugian ini disebabkan oleh kerusakan ekologis, pembelian bijih timah ilegal, serta penyewaan alat berat tanpa prosedur yang jelas.

3. PT Asabri: Kasus di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 22,78 triliun. Kasus ini berfokus pada pengelolaan dana investasi yang berisiko tinggi, yang berujung pada kerugian besar bagi negara.

4. PT Jiwasraya: Kasus korupsi di PT Jiwasraya mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun. Kasus ini hampir membuat perusahaan tersebut bangkrut, dan menjadi salah satu contoh nyata kegagalan pengelolaan dana publik.

 

2 dari 3 halaman

MAKI Akan Gugat UU BUMN

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang disahkan mengatur pasal bahwa direksi ataupun komisaris perusahaan BUMN bukan lagi penyelenggara negara. MAKI mengatakan BUMN sejatinya dimodali dan menggunakan aset negara.

"Sungguh kecewa dengan perkembangan tata kelola pemerintahan kita yaitu BUMN yang jelas-jelas dimodali negara dan pakai aset-aset negara sekarang dinyatakan bukan korupsi kalau mereka melakukan sebuah kejahatan atau penyimpangan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Rabu (7/5/2025).

 Boyamin mencontohkan KPK di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa menangani semua kasus korupsi termasuk perusahaan swasta. Ia mengatakan bahwa aturan itu membuat KPK tidak bisa memproses direksi atau komisaris yang melakukan korupsi.

"Padahal di negara-negara sekira kita yang sudah maju kayak Singapura kayak Malaysia, bahkan swasta bisa ditangani KPK-nya negara-negara tersebut, mereka saja bisa Singapura juga bisa suap perusahaan swasta untuk dapat pengadaan, ketahuan KPK nya negara itu korupsi ditangkap dan dihukum," ujarnya.

"Sementara kita yang jelas-jelas BUMN saja dinyatakan sebagai bukan kerugian negara padahal itu jelas-jelas dari duit negara jadi mereka harus dinyatakan korupsi menurut saya," sambungnya.

Oleh karena itu, Boyamin meminta ada revisi terkait pasal tersebut. Jika tidak, pihaknya akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau ini tidak segera diubah ya kita akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk mengubahnya dan saya siap untuk maju ke MK membatalkan ketentuan pasal ini bahwa apapun berasal dari negara apabila kemudian penyimpangan terhadap pasal negara ya korupsi," pungks Boyamin.

Diketahui, pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara berbunyi: 

“Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara,” demikian kutipan pasal tersebut.

3 dari 3 halaman

Infografis

EnamPlus