Sukses

Aturan SIM 5 Tahunan Digugat di MK, Warga Minta Berlaku Seumur Hidup seperti KTP

Seorang advokat bernama Arifin Purwanto mengajukan permohonan perkara Nomor 42/PUU-XX/2023 ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ.

Liputan6.com, Jakarta Seorang advokat bernama Arifin Purwanto mengajukan permohonan perkara Nomor 42/PUU-XX/2023 ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ.

Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan pada Rabu (10/5/2023). Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang diujikan oleh Arifin menyatakan, 'Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang'.

Arifin mengaku setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang SIM. Ia pun merasa dirugikan apabila harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.

"Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM, setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi, kalau KTP langsung dicetak," kata Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, yang dikutip dalam situs resmi MK, Jumat (12/5/2023).

Dalam permohonannya, Arifin menyebut, masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolok ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana.

Kerugian lainnya yakni pemohon harus mengeluarkan uang atau biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis atau mati.

Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki atau mendapatkan SIM, tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah, namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.

Selain itu, tolok ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selama ini, sebelum mengadakan sebuah ujian tentunya ada pembelajaran terlebih dahulu. Namun, dalam memperoleh SIM, tidak pernah ada pelajaran baik teori maupun praktek tentang lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga yang berkompeten, tetapi langsung proses ujian.

Oleh karena itu, pengendara yang akan mencari atau mendapatkan SIM sering kali tidak lulus. Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sistematika Permohonan Gugatan

Menanggapi permohonan Arifin, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta Arifin untuk melihat Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) sebagai pedoman dalam menyusun permohonan.

"PMK Nomor 2/2021 itulah ada sistematika yang harus diikuti, pertama, identitas, kemudian kewenangan MK, kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, pokok permohonan, dan baru petitum. Jadi, ini sudah dipenuhi sebetulnya hanya untuk mengetahui masih banyak sebetulnya yang saudara gali untuk melengkapi permohonan ini," ujar Manahan.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta pemohon untuk melihat permohonan-permohonan yang ada di MK sebelumnya.

"Juga dibaca permohonan-permohonan yang ada atau putusan-putusan yang sudah ada atau dikabulkan itu juga dibaca. Ini mungkin Bapak sudah baca putusan juga ya kalau dilihat modelnya. Coba nanti lebih komprehensif lagi membacanya jadi memang di perihalnya diperbaiki," ujar Enny.

Selain itu, Enny juga meminta pemohon untuk menguraikan alasan-alasan permohonan yang mana pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam sidang, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan, pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Hasil perbaikan permohonan paling lambat diserahkan ke MK pada Selasa 23 Mei 2023 pukul 13.30 WIB.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.