Sukses

Ma'ruf Amin Berharap MK Bisa Mendengar Aspirasi Masyarakat soal Sistem Pemilu

Wakil Presiden Ma'ruf Amin angkat bicara. Dia berharap putusan MK nanti akan seperti prinsip pemilu.

Liputan6.com, Jakarta Polemik antara sistem pemilu secara proporsional terbuka atau mencoblos calon legislatif dengan proporsional tertutup atau memilih partai saja pada Pemilu 2024, masih menanti keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang tengah menyidangkan perkara tersebut.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin angkat bicara. Dia berharap putusan MK nanti akan seperti prinsip pemilu.

"Kita harapkan bahwa yang jadi putusan MK itu yang sesuai dengan prinsip pemilu yaitu jujur adil transparan terbuka, prinsip itu," kata Ma'ruf di Masjid Raya At-Taqwa, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (6/1/2023).

Dia berharap, MK mengakomodir keinginan masyarakat bila banyak yang menginginkan sistem proporsional terbuka

"Kita lihat kalau memang justru pandangan yang terbanyak itu seperti (sistem terbuka) yang sekarang dianut itu, yang terbaik ya kita harapkan. Mudah-mudahan MK juga," ucapnya.

Ma'ruf melanjutkan, sistem pemilu yang berlaku sesuai UU sekarang adalah proporsional terbuka. Dia menyerahkan ke MK apa hasil keputusannya nanti.

"Karena keputusan MK itu nanti akan mengikat, barangkali itu. Biarkan MK memutuskan sesuai dengan konstitusi kita kewenangannya ada di mk. Kalau ada orang gak puas ingin mengubah sesuatu salurannya di MK," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Polemik

Sebelumnya, Selasa 3 Januari 2023 delapan fraksi di DPR dengan tegas menolak itu. Mereka yang menolak yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Salah satu poinnya, adalah meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

Sementara, para penggungat yang telah terdaftar dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 dan mengunggat pasal yang sama, menyatakan frasa terbuka dalam pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Reporter: Genan Saputra/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.