Sukses

KPU Kembali Gunakan Kotak Suara Berbahan Kardus untuk Pemilu 2024, DPR Akan Kaji

KPU kembali akan menggunakan kotak suara berbahan kardus pada Pemilu 2024 mendatang. Komisi II DPR RI akan melakukan kajian sebelum mengizinkan penggunaan kotak suara kardus.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pihaknya akan mempertimbangkan usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penggunaan kotak suara kardus untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Dasco menyebut DPR akan mengkaji terlebih dahulu sebelum memutuskan menyetujui penggunaan kembali kotak suara berbahan kardus atau karton untuk Pemilu 2024.

"Saya juga mendengar KPU akan menggunakan kotak dari karton (kardus) lagi, nanti kita akan meminta komisi teknis dalam hal ini komisi II untuk mengkaji," ujar Dasco kepada wartawan, dikutip Minggu (22/5/2022).

Apabila nantinya hasil kajian Komisi II DPR dinyatakan kardus aman untuk digunakan sebagai kotak suara, maka DPR akan mengizinkan usulan KPU tersebut.

"Apabila kemudian bahan karton tersebut dirasakan aman saya pikir silakan saja, tapi perlu kita kaji," ujar dia.

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan bahwa kotak suara berbahan kardus akan kembali digunakan pada Pemilu 2024 mendatang.

"Masih digunakan, saya pastikan masih digunakan," ujar Hasyim.

Meski bukan berbahan alumunium, Hasyim menjamin keamanan kotak suara kardus tegap terjaga. Apalagi ia menyebut ada pengawas hingga polisi yang terus memantau kotak suara pada Pemilu 2024 nanti.

"Urusan jaminan keamanan kan jelas, kotaknya disegel, dikasih kabel ties. Kemudian semua pengawas atau pemantau, ada polisi, teman-teman wartawan juga bisa menyaksikan di TPS-nya (tempat pemungutan suara) masing-masing," pungkas Hasyim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KPU Usul Pangkas Anggaran Pemilu 2024

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan, penyelenggara Pemilu dan pemerintah telah sepakat melakukan efisiensi anggaran Pemilu 2024.

Diketahui, anggaran Pemilu 2024 mencapai Rp 110,4 triliun dengan rincian untuk KPU Rp 76,6 triliun dan untuk Bawaslu Rp 33,8 triliun.

"Kesepahaman yang diperoleh. Misalkan, perlu ada efisiensi anggaran ini, kemudian yang disimpulkan untuk di-review ulang ya," kata Hasyim di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2022).

Beberapa sektor yang anggarannya bisa dipotong, menurut Hasyim, adalah infrastruktur dan alat kesehatan untuk protokol kesehatan petugas Pemilu 2024.

"Ada infrastruktur, dukungan untuk kantor. Kemudian untuk APD untuk penanggulangan Covid," kata dia.

Untuk itu, Hasyim mengusulkan agar KPU hanya fokus pada anggaran elektoral saja. Sementara anggaran lain seperti infrastruktur dan APD dialihkan ke kementerian dan lembaga terkait serta Pemerintah Daerah.

"Kami mintakan didukung oleh pemerintah di luar anggaran aspek elektoral kepemiluan. Jadi KPU fokus pada anggaran yang berkaitan dengan elektoral saja sehingga, dengan begitu, review-nya lebih jelas," ucap Hasyim Asy'ari memungkasi.

3 dari 3 halaman

DPR Sepakat Anggaran Pemilu 2024 Rp 76 Triliun

Komisi II DPR bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyepakati anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 76,6 triliun. Kesepakatan itu didapat dalam rapat konsinyering Komisi II DPR.

"Sepakat sesuai ajuan KPU Rp 76 Triliun," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa saat dikonfirmasi, Senin (16/5/2022).

Saan menyebut, penetapan resmi tidak dilaksanakan saat rapat konsinyering. Ketuk palu akan dilakukan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu, usai masa reses atau selambat-lambatnya akhir Mei.

"Nanti rapat lagi, paling lama di akhir Mei," ujar Saan.

Sementara itu, rincian anggaran pemilu yakni Rp 8,06 triliun pada tahun 2022. Sementara tahun 2023 anggaran sebesar Rp 23 triliun dan pada 2024 sebesar Rp 44 triliun.

Saan menambahkan, Komisi II DPR juga telah sepakat agar durasi kampanye Pilpres 2024 menjadi 75 hari saja. "Lagi minta KPU untuk disimulasikan apakah bisa kampanye 75 hari," kata dia.

Menurut Saan, durasi masa kampanye dipersingkat bertujuan menghindari polarisasi yang melebar di masyarakat, seperti yang sempat terjadi pada 2019. "Untuk menghindari polarisasi. Kampanye yang terlalu lama itu bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat," pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.